Chapter 3

703 73 5
                                    

#WritingEveryDay
#KN_FBCY

•) Chapter 03 : Benalu.

                                ❄❄❄

Plak

“Akh!”

Suara tamparan dan jeritan kesakitan menggema di dalam toilet wanita.

“Ini hukuman, untuk orang yang sudah membohongi kami!” Jennie menjambak rambut sehingga memaksa salah satu siswi di kelas mereka mendongak ke atas.

"Akh! S--sakit!”

“Apa kamu sengaja memberi kami jawaban yang salah, huh?!” Kali ini Jisoo mencengkeram pipi gembil yang memerah bekas tamparan Jennie.

“A--aku tidak bermaksud memberikan jawab yang salah. Kalau semua jawaban benar Miss Hanna akan curiga,” jawab gadis itu, ia menangis wajahnya perih.

“Aa, kamu benar juga.” Jisoo melepas cengkeramannya. “Tapi, tetap saja kamu harus di beri hukuman karena nilaimu lebih tinggi dari kami,” lanjutnya menyeringai.

Gadis itu menggeleng ketakutan. Mata cipitnya terbelalak saat bagian tajam pisau lipat berwarnah hitam-pink itu di arahkan kepadanya.

❄❄❄

Di tempat lain, di salah satu gedung pencakar langit. Seorang wanita cantik dengan balutan blusse warna biru navy dan rok hitam ketat dengan panjang sampai di lutut dan belahan kecil di bagian paha kanan. Wanita cantik itu berdiri di depan jendela kaca besar yang menampakan gedung pencakar langit tepat di depannya. Sesekali wanita menghembus napas gusar.

Klek

Pintu ruangan itu terbuka. Sosok tampan masuk ke dalam melihat wanitanya yang berdiri di depan jendela kaca. Langkah penuh karisma itu tertuju pada sosok cantik itu.

“Chagy, apa kamu sedang menghawatirkan sesuatu?” Tangan kekarnya itu melingkar di pinggang ramping wanitanya.

“Ya, aku mengkhawatirkan putri kita. Sejak kau menceritakan kejadian itu, aku jadi khawatir apa dia bisa bertahan di luar sendirian?” gusarnya lirih. Si Pria mengecup bahunya.

“Terima kasih kamu sudah menghawatirkan dan menyayangi putriku seperti putri kandungmu. Yah, aku juga sama khawatirnya denganmu, tapi kuyakin putri kita pasti baik-baik saja. Bukan kah Jimin bersamanya?” Wanita mengembus napas gusar lagi.

“Tapi, Namjoon-ah, aku juga khawatir Jimin belum bisa menerima--”

“Aku yakin, perlahan-lahan dia pasti menerima semuannya. Dia hanya belum terbiasa. Aku percaya pasti Jimin akan menjaga Zee-zee dan menyayangi seperti adik kandungnya.”

Seokjin tersenyum lega. Itu yang membuat ia menyukai Namjoon. Sikap tenang pria jangkung tersebut selalu membuatnya ikut merasa tenang.

“Terima kasih kamu sudah menjadi pelengkap hidupku.” Seokjin menangkup kedua pipi Namjoon dan mengecup pipi sang suami.

“Aku lebih berterima kasih, karena kamu menjadi ibu yang baik untuk Zee-zee.” Namjoon membalas kecupan Seokjin di keningnya. Keduanya bertatapan lalu tersenyum. Namjoon membawa Seokjin dalam pelukannya dan dibalas.

***

“Sstt, akh ... hiks hiks ... sakit!” Jeritan itu keluar dari bibir mungil saat ujung pisau lipat menggores di permukaan paha mulus.

“Haha, kamu bilang sakit? Tidak, ini tidak sakit, tapi sangat menyenangkan,” ujar siswi yang bersurai maroon bergelombang. Senang melihat gadis itu kesakitan karena pisaunya.

MianhaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang