Sulit untuk kita percaya diri jika orang-orang selalu menganggap kita sebelah mata.
~C~
■■■
Terik panas matahari pertanda musim panas datang di Manhattan, Amerika Serikat tak membuat murid-murid international school itu patah semangat. Berbagai teriakan terdengar menyoraki para pemain basket putri yang kini sedang melawan sekolah lain.
Sedangkan di kursi penonton seorang gadis menatap para pemain basket itu. Ia tersenyum iri melihat salah satu dari pemain itu. Wajah mereka mirip, tak ada yang berbeda dengan wajah mereka. Tapi orang-orang mudah untuk mengenali mereka.
Catherine adalah gadis ceria, mudah bergaul dan disukai banyak orang sedangkan Chalysta adalah gadis pendiam yang setiap hari memakai kacamata dan tidak bisa bersosialisasi.
Chalysta melihat sekeliling banyak orang yang datang ke sekolah. Padahal sekarang adalah liburan musim panas tapi mereka rela merelakan waktu mereka untuk melihat pertandingan.
Chalysta bangkit dari bangku penonton karena setelah ini pertandingan akan selesai. Ia harus pergi, ia tidak mau jika kakaknya melihatnya. Jika sampai kakaknya memanggilnya maka ia takut banyak orang yang akan mencibir kakaknya karena mempunyai adik seperti dia.
Chalysta pergi ke perpustakaan tak lupa ia membawa buku serta laptopnya. Sesampainya di sana ia menengok ke dalam, tempat ini sepi. Ia lantas masuk ke dalam dan duduk di bangku pojok belakang.
Chalysta duduk lalu ia melepaskan kaca matanya lantas menenggelamkan kepalanya di kedua tangannya. Catherine begitu sempurna, semua orang menyukainya. Dia pintar, pandai berhias, jago olahraga dan sangat baik kepada semua orang.
Sedangkan dia, ia tersenyum miris ia tak ada apa-apanya dari Catherine. Ia memang masuk ke dalam lima jajaran anak terpintar di sekolah tapi Catherine juga termasuk anak pintar. Kakaknya itu sering meraih peringkat sepuluh besar di sekolah.
Jika diibaratkan ia bagai itik lusuh sedangkan Catherine adalah angsa putih yang indah. Banyak orang yang sering membanding-bandingkan ia dengan kakaknya dan hal itu malah membuatnya merasa tak percaya diri. Ia seperti tidak pantas menjadi saudara Catherine.
Ia lantas menegakkan tubuh lalu mengambil kacamatanya. Ia tak sadar di depannya ada seseorang. Chalysta masih menundukkan wajahnya dan pandangannya pun kosong. Ia lantas mengambil laptop lalu menyalakannya.
"Kenapa kau cemberut?"
Chalysta kaget ia lantas mendongak ada seorang pemuda yang berdiri di hadapannya. Ia terlihat seperti anak nakal lihat saja rambutnya yang berantakan dan bajunya yang keluar membuatnya tampak tak rapi. Ia mengernyit melihat pemuda itu.
Tanpa aba-aba pemuda itu duduk di depannya, "Kau saudara kembar Catherine bukan?".
Chalysta mengangguk ia merasa tidak nyaman di sini. Pemuda itu terus saja menatapnya intens.
"Apa kau tidak melihat pertandingan kakakmu?"
"Sudah"
"Benarkah? Tapi sepertinya Catherine tadi sedang mencari adiknya?" Pemuda menaikkan satu alis. Itu terlihat menyebalkan bagi Chalysta.
"Tadi aku sudah melihatnya"
"Kau sepertinya tak suka dengan kakakmu?" tanya pemuda itu.
"Tidak" jawabnya tegas.
"Tapi kau tak pernah mau jika berdekatan dengan Catherine. Apa kau membencinya?".
Chalysta mengepalkan tangannya pemuda di depannya ini begitu kurang ajar. Ia benar-benar sok tahu.
"Aku tidak membencinya kau jangan sok tahu" jawabnya dengan marah. Pemuda itu malah tertawa sedangkan Chalysta mengerutkan kening.
Apa dia gila?
Chalysta menutup laptopnya, ia ingin pergi dari tempat ini. Sepertinya pemuda di depannya ini merupakan orang gila. Ia bergidik ngeri memikirkannya.
"Eh, kau ingin kemana?" tanyanya saat melihat Chalysta memasukkan bukunya ke dalam tas.
"Pergi"
"Wah, kau selain pendiam ternyata juga cepat marah ya"
Chalysta melotot, "Kau ini siapa sih? Kenapa terus saja menganggu".
Pemuda itu tersenyum lalu berdiri dari kursi dengan kedua tangannya masuk ke dalam saku celananya."Arsen, salam kenal Chalysta" Arsen tersenyum ke arah Chalysta.
Lalu Arsen pergi meninggalkan Chalysta yang bengong, "Dasar orang aneh"
Chalysta menggeleng-gelengkan kepala sepertinya hari ini ia sedang sial karena harus bertemu dengan orang gila yang bernama Arsen itu.
***
Liburan musim panas berakhir. Chalysta meniup poninya, ia tak rela liburan panjangnya harus berakhir. Ia menatap laptopnya yang menunjukkan sudah hampir 50.000 kata cerita yang ia tulis saat liburan musim panas.
Chalysta tersenyum menatap ceritanya, ia sebenarnya sangat suka menulis. Ia juga mempunyai blog khusus ceritanya. Tak ada yang tahu bahwa ia menulis cerita. Meskipun ia tahu keluarganya akan mendukung apapun yang ia lakukan, tapi ia terlalu malu jika sampai ada yang tahu tentang hobinya ini.
"Catherine, Chalysta ayo turun" suara ibunya yang melengking terdengar dari bawah tangga.
Chalysta bergegas menutup laptopnya lalu memasukkannya ke dalam tas. Ia menggendong tasnya dan tak lupa memakai kacamatanya. Saat Chalysta membuka pintu Catherine juga keluar dari kamarnya dan wajahnya terlihat lesu.
"Ah, kenapa liburannya sudah berakhir?!" rengek Catherine.
Chalysta tersenyum tipis melihat tingkah laku saudara kembarnya.
Mereka turun dan terlihat di meja makan ayah dan ibunya sudah menduduki tempatnya masing-masing. Catherine langsung saja berlari turun ke meja makan."Catherine, jangan lari-lari" teriak ibunya.
"Iya mom"
Chalysta tersenyum, Catherine selalu bisa membuat suasana menjadi hangat. Ia lantas duduk di sebelah Catherine. Mereka lalu sarapan bersama.
"Chalys, kamu nanti berangkatnya sama kakak kamu ya"
"Aku jalan saja mom"
Catherine menoleh ke arah adiknya, "Apa kau sudah punya kekasih? Kau selalu saja menolak untuk ku antar"
Chalysta melotot lalu mengeleng, "Tidak"
"Mengaku sajalah" goda Catherine.
"Tidak, aku hanya ingin jalan saja".
"Sudah, Chalysta kamu ikut kakakmu" ucap ayahnya. Mau tak mau Chalysta mengangguk.Di dalam mobil Catherine terus saja bernyanyi. Ia menirukan lagu yang kini ia putar di mobil. Saat di lampu merah, ia mengecilkan volume lagunya.
"Chal"
"Iya?" Chalysta menoleh ke arah kakaknya.
"Kau tahu anak itu?" Kata Catherine sambil menunjuk seseorang.
"Siapa?" Chalysta bingung sepertinya itu hanya anak yang mengendarai motor sport.
"Itu dia Arsen, anak baru dia sekelas denganku yang baru pindah sebelum liburan musim panas".
Arsen?! Kenapa nama itu terasa begitu familiar di telinganya.
"Apakah kau mengenalnya? Dia tampan walau sedikit menyebalkan sih"
Lampu hijau menyala, motor sport itu terus bergerak melaju. Chalysta terus menatap motor itu hingga tak terlihat dan Catherine terus saja berbicara tentang Arsen hingga sampai di sekolah.
"Aku pergi dulu" Chalysta sudah membuka pintu mobil.
"Bentar tunggu aku" teriak Catherine tetapi tidak dihiraukan oleh adiknya. Adiknya itu ternyata sudah berjalan di lorong kelas.
Duk...
■■■
HOLLA MOGA SUKA YA ^_^