Siang ini Chalysta ada di lapangan outdoor sekolah ia sedang ada pelajaran ohlaraga. Teman-teman sekelasnya kini sedang bermain voli sedangkan dia hanya diam melihat dari bangku penonton.
Caroline pun juga ikut bermain voli tadi sahabatnya itu terus mengajaknya bermain voli. Tapi ia tidak menolak karena hal yang paling dibenci Chalysta adalah ohlaraga makanya dia hanya duduk diam di kursi penonton.
Saat dia sedang asik melihat pertandingan ada seseorang yang meniup telinganya. Ia menoleh ada Arsen di depannya jarak mereka tinggal beberapa centi hingga bisa membuat Chalysta mencium aroma mint dari mulut Arsen, lantas Chalysta menjauh.
"Se-sedang apa kau di sini?" Chalysta mengerjapkan matanya.
"Hanya jalan-jalan saja, lalu tak sengaja melihatmu sendiri di sini" Chalysta memalingkan muka ia sedikit menjauh dari Arsen.
"Apa kau tidak belajar?"
"Aku kan pintar jadinya tidak perlu belajar" Chalysta menoleh, kenapa pemuda ini sangat menyebalkan sekali. Ia pun mencoba bersikap tidak peduli pada Arsen.
"Kenapa kau tak ingin ceritamu dijadikan novel?" Tiba-tiba Arsen bertanya kepada Chalysta.
Chalysta diam siapa yang tidak ingin jika ceritamu bisa dijadikan novel. Tapi ia membuang pikirannya jauh-jauh. Tidak ia tidak ingin jika nanti ia malah dicibir banyak orang.
"Itu terserahku, aku hanya tidak ingin saja" Chalysta menunduk.
"Kau bohong"
Chalysta menoleh menatap mata Arsen, "kau tak perlu ikut campur, aku tahu apa yang aku inginkan"
"Lagi-lagi kau bohong" Arsen berdiri dari bangkunya lalu menyentil kening Chalysta.
"Akan ku buat kau melakukan apa yang kau inginkan" Arsen langsung meninggalkan Chalysta yang diam menatap punggung itu pergi.
Chalysta kemudian memfokuskan diri pada pertandingan voli tapi tidak bisa. Bayangan tentang Arsen selalu saja memenuhi pikirannya. Kenapa pemuda itu bisa membuatnya terus berpikir seperti ini?
***
Kicauan burung yang terdengar serta sinar matahari yang memasuki sela-sela kamarnya membuat Chalysta terbangun. Semalam ia terlalu memikirkan Arsen, pemuda itu membuatnya tidak bisa tidur. Ia terus saja kepikiran dengan perkataan Arsen dan gara-gara dia, ia mulai membayangkan sesuatu yang tak pernah terlintas di pikirannya. Ia membayangkan bagaimana reaksi orang jika tahu bahwa dia menerbitkan buku apa ada orang yang menyukainya atau ada banyak orang yang akan mencemoohnya.
Chalysta masih ingat sangat dia kecil ia pernah membuat sebuah puisi. Saat ia membacakan puisinya di depan teman-temannya. Teman-temannya malah membicarakan dia di belakangnya. Ia masih ingat bahwa mereka berkata jika Chalysta terlalu percaya diri dengan puisinya serta mereka membanding-bandingkan dengan saudara kembarnya yang sangat berbeda darinya. Sejak saat itu ia mulai tak percaya diri, sering mengurung diri dan tak suka bersosialisasi.
Chalysta bangkit dari tempat tidur dan mulai memasuki kamar mandi. Ia harus bergegas untuk sekolah.
Saat sudah sampai di sekolah Catherine mengernyit ia binggung dengan adiknya. Biasanya adiknya itu setelah sampai di sekolah langsung keluar dari mobilnya dan pergi meninggalkan dia sendiri. Tapi kini lihatlah justru Chalysta hanya diam ia seperti sedang berpikir sesuatu.
"Kau tetap mau di sini Chal?" Chalysta tak mendengar lantas Catherine mengerakkan bahunya.
"Hah?!"
"Kau ada masalah? Jika ada yang mengganggumu bilang saja padaku"
"Tidak, tidak ada Cath" Chalysta langsung membuka mobil berjalan menuju kelas.