Namaku Quinn Ivana Kurniady lahir di Tangerang 1 Januari 2001, aku adalah anak tunggal yang dibesarkan di keluarga yang bertempat tinggal di Tangerang.Sekarang adalah liburan akhir tahun setelah menjelang pembagian hasil nilai raport, dimana biasanya keluargaku menghabiskan waktu bersama di rumah orangtua Bunda ku di kampung kecil kaki bukit yang berada di Kota Bandung.
Aku sangat merindukan kebersamaan keluarga ku saat menjelang liburan tiba, Bunda yang sibuk membereskan barang bawaan, Ayah yang sibuk memikirkan buah tangan untuk dibawa dan aku sibuk menuliskan destinasi wisata apa saja yang akan kami kunjungi disana, dan sekarang aku cukup sadar bahwa liburan ku ta’kan sama tahun ini.
Tempat destinasi wisata yang biasa kami kunjungi yaitu Saung Angklung Udjo, karena tempat tersebut menampilkan budaya Indonesia yang ada di daerah Jawa berupa cara memainkan alat musik tersebut dengan merdu.
Dan di tempat itulah aku selalu merindukan kebersamaan kami, saat dimana Bunda mengajari Ayah cara memainkan angklung dengan benar, karena Ayah berasal dari Sumatera
Dan Ayah kurang mengerti cara memainkan angklung, berbeda dengan ku sejak kecil sudah diperkenalkan alat musik itu dan di sekolah setiap pelajaran Seni Budaya pasti diajarkan memainkan macam-macam alat musik di Indonesia salah satunya yaitu angklung.
Hal kecil seperti itulah sangat membuatku bahagia dan merindukan kedua orang tua ku.
“Neng geulis ko mendung mukanya, cerita sama Enin atuh.” Tiba – tiba suara Nenek ku menghilangkan hayalanku akan kerinduan.
“Quinn, ga papa Nin.” Jawab ku sambil menampilkan sebuah senyuman di sudut bibirku, sambil menatap gelapnya langit malam.
“Ya sudah kalau eneng belum mau menceritakan masalah eneng sama Enin.”
“Langit malam ta’kan selalu melambangkan kesedihan tetapi juga melambangkan akan kerinduan kebersamaan seseorang.”
“Kalau Eneng kangen Ayah dan Bunda di Jakarta sok atuh telpon, pasti Ayah dan Bunda kangen juga sama Eneng” Ucap Nenek ku sambil masuk ke dalam rumah.
Yah benar, sekarang aku ada di kampung kecil tempat kelahiran Bunda ku. Aku disini akan keinginan ku sendiri dengan pergi ke rumah Nenek tanpa kedua orang tua, aku tau ini merupakan pilihan yang sangat salah, lari dari masalah tanpa mau mengungkapkannya.
“Neng masuk sudah malam.” Teriak Nenek ku dari dalam rumah.
“Sebentar lagi Quinn masuk ko.” Jawab ku.
“Ya sudah jangan lupa kunci pintu nanti, Enin mau tidur dulu.” Ucap Nenek ku.
“Iyah Nin” Jawab ku langsung menutup dan tak lupa mengunci pintu rumah.
“Aki ko belum tidur ?.” Tanya ku saat melihat Kakek ku masih duduk di kursi ruang tamu sambil mengupas kulit kacang.
“Gimana Aki mau tidur, kalau cucu Aki satu-satunya masih melek.” Jawab Kakek ku sambil memakan kacang yang sudah dibuka kulitnya.
“Eneng, udah makan?.” Tanya Kakek ku padaku.
“Udah Ki, tadi sebelum keluar rumah Quinn makan bareng sama Enin.” Jawab ku sambil mendekati Kakek ku.
“Aki, Quenn mau tidur dulu yah.” Ucap ku.
“Iyah, jangan lupa berdoa dulu yah Neng.” Ucap Kakek ku.
“Iya Ki, Selamat malam Aki.” Ucap ku sambil masuk ke dalam kamar.
“Selamat malam cucu Aki tersayang.” Jawab Kakek ku.
Setelah itu aku naik ke tempat tidur, tidak lupa membaca doa dan menyelipkan nama keluarga ku disetiap doa yang ku ucapkan dalam hati.
“Selamat malam Ayah dan Bunda, aku sayang dan kangen kalian, semoga kalian di sana baik-baik saja.” Ucap ku dalam hati sambil menatap langit malam tanpa cahaya bulan dan bintang yang tertutupi awan dan kabut.
Aku langsung menarik selimut untuk melindungi diriku dari dinginnya cuaca malam hari di perdesaan dan tak lupa menutup jendela kamarku.
🌘⭐🌒
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelapnya Malam Tanpa Cahayamu
Teen FictionLewat tulisan ini, aku menumpahkan sebuah luka dan harapan untuk bahagia.