Beberapa teman seangkatan paskibra di SMA ku pun untung datang disaat yang tepat. Aku memeluknya dengan kencang ku menangis sejadi-jadinya sampai aku tak sadarkan diri. Iya untuk pertama kalinya seorang fitri yang selalu latihan fisik dan mental dari SMP dan SMA dipaskibra sekolah harus pingsan karena menahan sesak didada. Sebagian dari mereka ada yang datang agak telat, aku merasakan riuh, dan cemasnya mereka menggotong tubuhku dan berupaya membangunkanku yang lemas. Aku tersadar dan kembali ke ruangan, ku cium mama untuk terakhir kalinya. Ku pegang tangan mama erat dan ku peluk badan mama yang tak berdaya. "ma maafkan aku ma, aku banyak dosa aku banyak salah. Aku sering meng ah kan mu, aku sering melawan kepadamu, aku sering membuatmu marah dan bahkan mengeluarkan air mata ma" dan setelah itu aku keluar dan kembali memeluk kawan kawanku. Aku menangis kencang meluapkan semua yang terasa. Sementara papa dan abang-abangku mengurus dan mengemas barang-barang mama. Teman dan keluarga menenangkan diriku, emosi remaja yang kehilangan orang sangat dicintainya, yang merasa tak ada lagi tempat bersandar untuk hidup. Dan mobil ambulance pun melaju, suaranya mendenging kencang memberi tanda untuk kendaraan lain mengalah. Bengkak sudah mataku, aku tak bisa menangis lagi, mungkin air mataku sudah kering atau mungkin aku sudah lelah untuk hari ini. Sampai dirumah beberapa orang tetangga dan abang sudah membereskan rumah yang beberapa hari tak berpenghuni itu. Menyiapkan bendera kuning, kasur untuk disemayamkan, dan buku-buku yasin atau alquran. Mama tidak malam hari itu dikebumikan, karena permintaan nenek dari kampung yang sedang menuju perjalanan dan esok pagi sampai. Nenek dan satu cucu laki-lakinya dengan jalan darat, sedangkan beberapa dunsanak mama yang lain menggunakan pesawat. Semakin malam semakin banyak orang berdatangan dan aku mulai lelah tak bisa menangis lagi. Aku pasrah dan aku ikhlas. Aku sudah ikhlas dan aku berfikir "mama sudah senang, mama gak ngerasain sakit lagi. Mama bahagiakan diatas sana?? Sering-sering tengok aku ya ma". Aku tidur dengan calon kakak iparku waktu itu. Sedangkan adek ku, aku tak tau dia dimana. Tapi ketika ku terbangun subuh aku menyadari bahwa adek ku tertidur pulas disamping tubuh ibu yang mulai kaku dan dingin, tepat ditelapak kaki mama. Aku terharu aku bersedih, untuk anak seumur adek ku saat itu kurang dari 5 tahun, apa dia sudah mengerti kalau mama nya sudah pergi untuk selama-lamanya. Sampai seakan dia tak rela melepaskan begitu saja mama pergi dan itu adalah tidur terakhir kalinya adek dengan mama. Mamaku meninggal sehari sebelum mama berulang tahun, iya ulang tahun mama 20 juli. Harusnya hari ini umur mama bertambah, tapi allah berkehendak lain, mama sudah tidak merasakan sakit yang teramat lagi. Kado terakhir untuk mama hanyalah doa.
Pagi pun datang, tiba-tiba terdengar suara yang tak asing ditelinga ku. Iya, dia nenek sudah datang pun memecah suasana hening lagi. Nenek berkata selalu berkata "anak den, anak den baa pai capek nak oy" artinya: "anak saya, anak sayang kenapa cepat sekali perginya" sekarang suasana haru dari orang tua yang kehilangan anak pertama yang begitu dibanggakan anak kesayangan. Beberapa jam setelah nenek datang, ante aku memanggilnya adik perempuan mama datang. Dan lagi-lagi suasana menjadi penuh tangisan. Semua menangis, semua kehilangan dan semua menyesal. Baru ku teringat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun mama, ku rasa Allah maha adil. Allah tak ingin dengan bertambah usia mama, mama harus menahan sakit yang teramat. Mama sudah bahagia dan mama tak akan pernah merasakan sakit lagi. Banyak yang mendoakan mama, banyak orang yang berdatangan saat disholatkan dan saat dipemakaman. Lagi-lagi suasana pun pecah disaat tubuh mama berbalut pakaian putih terakhirnya dimasukkan kedalam liang lahat, ada yang ikhlas dan ada yang masih belum terima. Aku hanya berdiam, tak ada kata dan matapun sudah terasa berat. Aku ingin tidak ada tangisan dan air mata disaat pemakaman, sebab mama pasti melihat dan akan sedih nantinya. Aku berusaha kuat aku berpura-pura tegar. Aku tak memerhatikan betul siapa-siapa saja yang ada disana. Papa, abang adek ku, aku tidak tau mereka berada dimana. Aku fokus menatap dan berdoa untuk mama.
Sepulang dari pemakaman makanan untuk kami keluarga dan yang datang sudah terhidang. Tapi aku tak nafsu melihat makanan rasanya, aku menjadi pemurung dan berdiam diri dikamar. Ramai kulihat didepan ada beberapa dari perwakilan sekolah pun datang. Perwakilan osis mengucapkan bela sungkawa dan memeluk ku sambil berkata "kamu yang sabar ya dek jangan berlarut sedihnya" aku hanya bisa menjawab dengan anggukan dan senyum palsuku. Aku tidak terlalu acuh siapa siapa saja yang datang. Pikiranku masih jauh mengawang. Aku seolah bercerita didalam hati apa yang aku rasakan hari ini selepas mama tak ada untuk selamanya. Aku yakin mama masih ada disekitaran rumah kecil ini. "mama pasti tersenyum kan, mama sudah bahagia tak sakit lagi. Aku sudah ikhlas ma walaupun belum terbiasa tanpa hadirmu" kataku dalam hati.
"Inginku MENANGIS tapi air mataku sudah HABIS, kemana akan ku langkahkan kaki untuk MENEPIS tak ada yang mengerti tentang hati yang TERIRIS"
Sayang mamaku hingga akhir hayatnya tapi aku tak bisa membalas jasa yang selama ini telah dikorbankanya. Hari pun semakin berlalu semua terasa sepi, dan aku harus terbiasa. Tak ada senyum, tak ada yang membangunkan untuk sholat subuh dan tak ada suara cerewet dan melengking untuk menasihati aku lagi. Andai waktu dapat aku beli dan dapat terulang kembali, akan ku tabung semua uang jajan dan akan ku bekerja siang malam untuk dapat membeli waktu agar bisa mengulang masa-masa itu lagi. Aku ingin mengulang masa kecil ku kembali dan tak akan aku sia-siakan. Namun semua sudah terlambat dan tak pernah jadi kenyataan, hanya harapan untuk penguat hati yang lara.
Semua terasa sepi sangat berbeda bisa dikata semangat kami hilang, hangatnya keluarga tak kami rasakan lagi. Aku menjadi benar-benar pendiam, perangaiku makin jadi. Aku tidak betah sama sekali dirumah karena dirumah aku selalu terkenang hal tentang mama. Pagi aku sekolah, siang aku kadang ntah kemana, malam aku menghabiskan waktu bersama teman kecilku dirumahnya yang berjarak lima rumah dari rumahku. Disosial media pun aku seolah mencari perhatian ya difacebook ku, yang berteman denganku pasti tau galau-galau alayku dulu. Ada yang merespon tak aku respon balik, ada yang menasihati, dan ada yang menyemangati. Sampai waktu itu seniorku di SMA yang aku kagumi pun komentari statusku, aku lupa tentang apa. Tapi waktu itu dia sempat mengirimkan ucapan bela sungkawa kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cancer To Love
Short StoryKisah ini menggambarkan perjalanan hidup saya, mengapa saya hidup dan bagaimana kanker bisa menjadikan cinta untuk saya. Kisah motivasi untuk menyemangati keluarga yang berjuang melawan kanker. Kanker tidak melulu persoalan mengerikan dari sana tumb...