Lelaki Luar Biasa

2.9K 69 10
                                    

Aku masih memberikan materi di atas panggung di hadapan ratusan wanita yang memiliki kepedulian yang sama denganku. Aku sempat terperangah saat bergabung dalam komunitas ini. Aku baru tahu ada banyak sekali wanita yang mengalami trauma yang sama denganku.

Dengan pengalamanku yang pernah bangkit dari trauma, mereka jadi lebih nyaman saat menceritakan masalahnya padaku. Namun perasaanku selalu teraduk-aduk setiap ada yang menceritakan pengalamannya padaku. Aku seperti memutar waktu kembali ke masa-masa kelamku. Syukurlah aku berhasil melewatinya.

Akhir-akhir ini perkembangannya cukup bagus. Pesertanya bukan cuma wanita, beberapa pria juga mulai terlihat di seminar ini. Aku senang sekali. Dengan begitu mereka tahu seberat apa perjuangan kami untuk bangkit dari keterpurukan. Ditambah lagi dengan stigma yang dilekatkan pada kami.

Ada seorang pria yang berdiri di antara kerumunan itu yang mengusik perhatianku. Acara ini cukup ramai peminat sehingga beberapa orang harus rela berdiri. Dan pria itu terlihat berbeda di antara pria-pria lainnya.

Dia adalah salah satu pria yang dulu hampir dijodohkan denganku. Satu di antara pria-pria yang dipertemukan denganku dengan jalan ta'aruf meskipun hasilnya tetap sama, yaitu penolakan. Pria-pria itu menolakku karena aku sudah tidak perawan.

Kini pria itu muncul dan menyaksikan aku berdiri tegak untuk menguatkan wanita-wanita yang mengalami nasib yang sama denganku. Aku hanya bisa menebak-nebak apa yang dia pikirkan tentangku sekarang.

Aku berusaha untuk tidak merisaukan keberadaannya. Bahkan aku terus memalingkan muka karena tak ingin memandang wajahnya.

----

Aku masih duduk di depan meja rias dan menatap mukaku yang sudah terpoles riasan. Aku tinggal mengenakan jilbabku dan aku siap menyambut kedatangan tamuku, atau lebih tepatnya tamu ibuku. Sebenarnya aku tak terlalu bersemangat untuk pertemuan ini. Bagaimana bisa aku bersemangat dengan perjodohan ini kalau aku sudah tahu ending-nya?

Aku juga hafal dengan prosesinya. Setelah berbasa-basi di ruang tamu, lalu aku dan pria itu diberi kesempatan untuk mengobrol berdua saja. Disinilah bagian paling menariknya dimulai. Biasanya aku akan menebak kalimat penolakan seperti apa yang akan keluar dari mulut pria-pria itu.

"Aku mau pikir-pikir dulu."

"Kayaknya karakternya nggak cocok sama aku."

"Aku belum pengin nikah dulu. Aku pengin cari duit buat membahagiakan orang tua."

Sebenarnya ada yang lain tapi tiga jawaban itu yang paling sering aku dengar. Antusiasme yang mereka perlihatkan di awal obrolan sangat bertolak belakang dengan ekspresi canggung setelah aku memberitahu mereka tentang kondisiku.

Ya, aku yang memberi tahu mereka, tak peduli mereka menanyakannya atau tidak.

Aku memegang teguh sebuah prinsip bahwa aku tak akan memulai sebuah pernikahan dengan menyembunyikan fakta yang aku tahu pasti akan merisaukan calon suamiku. Aku sudah membayangkan banyak pria yang akan menjauh akibat prinsipku ini.

Tapi kenapa aku tetap mengambil resiko ini?

Ada banyak alasannya tapi aku hanya akan menyebutkan satu. Aku tak ingin hidup dalam ketakutan dan rasa bersalah. Aku tak bisa membayangkan hidup dalam kekhawatiran seandainya suatu saat rahasiaku terbongkar.

Bisa saja pria yang sedang menungguku itu sebenarnya bersedia menerima kondisiku. Tapi karena aku tidak berterus terang, rasa percayanya padaku jadi berkurang. Apalagi jika dia mengetahuinya dari orang lain. Pasti dia akan merasa kecewa karena ternyata orang lain lebih mengenalku daripada dirinya.

VIRGINS STORIES : Emangnya kenapa kalau udah nggak perawan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang