Pertandingan Terakhir

129 4 0
                                    

Hari Jumat ini merupakan pengumuman kelulusan kami di SD. Aku dan Tian sekelas, yah Tian memang lebih tua setahun dari ku, tapi saat kecil Tian tidak mau ke sekolah kalau aku tidak ikut. Yah kami memang sedekat itu, keluarga kami sangat dekat. Persahabatan kedua orang tua kami sepertinya menurung ke kami. Apalagi kami juga tetanggaan.

Setelah penerimaan rapor, kami semua pun pulang. Seperti biasanya, aku pasti pulang dengan Tian. Jarak rumah dan sekolah juga cukup dekat, sehingga kami hanya jalan kaki, biasa juga Tian bawa sepeda dan kami berboncengan, yah untuk ke sekolah Tian pasti selalu lewat depan rumah dan menjemputku.

Di perjalanan pulang, dia pun membuka suara " Eh nanti sore datang dukung aku yah. Ada pertandingan lawan kampung sebelah." Hm, sebenarnya aku sudah tahu ini dari kemarin-kemarin.

" iya, aku pasti akan datang, tapi kau mainnya harus bagus yah, ini akan jadi pertandingan terakhir mu di kampung ini." Ucapku menyemangatinya.

" ok siap bos!" Balas nya sambil tersenyum sangat lebar padaku.

Yah, pertandingan nanti sore merupakan pertandingan terakhir dia di kampung ini. Karena keluarga kami akan pindah ke Jakarta bulan depan. Yah kami juga akan meneruskan sekolah disana. Tian bergabung dengan tim 3 tahun yang lalu, yah terbilang sangat muda memang.

Tiba saatnya sore hari, aku pun langsun bergegas ke lapangan. Jaraknya tidak terlalu jauh jadi aku hanya jalan kaki dengan teman- teman tetangga yang lainnya. Yah, Tian sudah berangkat lebih dulu pastinya. Tidak seberapa lama setelah tiba dilapangan, pertandingan akhirnya dimulai. Yah seperti biasanya, Tian bermain sangat baik, membuat teman- teman disampingku histeris dan mengelu-elukan namanya. (Note: bisa dibilang Tian memang cukup tampan, sehingga banyak mencuri perhatian meskipun dia masih muda dan yah skill nya memang harus aku akui sangat hebat untuk ukuran anak seusianya).

Pertandingan berlangsung sangat sengit, hingga di menit-menit akhir menyisakan skor 3-2, kemenangan tipis untuk tim kampung kami. Yah suara supporter makin menggebu mendukung para pemain. Olahraga sepak bola memang paling banyak diminati oleh warga kampung kami, dan terlebih sekarang ini beberapa pemain Timnas berasal dari kampung kami. Riuh dan sorakan supporter tiba- tiba terhenti saat menit ke-85. Seorang pemain dari tim lawan bermain curang , dan meluncurkan sleeding yang sangat keras ke kaki salah satu pemain unggulan tim kami, yah siapa lagi kalau bukan Tian. Itu jelas-jelas adalah pelanggaran, sleeding itu bukan ditujukan untuk bola di kaki Tian, tapi tepat di pergelangan kaki Tian. Tian langsung di tandu keluar lapangan, dan pemain yang tadi langsung di kenai kartu merah atas ulahnya, yah itu memang sangat pantas dengan pelanggaran yang dilakukannya.

Aku yang melihatnya benar-benar kaget dan cukup histeris. Aku yang saat itu masih bocah, sangat sedih melihat Tian seperti itu, ekspresinya terlihat benar-benar menahan rasa sakit. Yah lucunya saat itu, Tian yang terluka, aku yang nangis. Aku duduk di sampingnya sambil dia diberi pengobatan pertama, aku tidak bisa berkata apapun selain hanya menangis.

Dia pun menenangkanku." Hei bocah, sudahlah, ini cuma luka ringan, ke depannya pasti akan ada luka yang lebih berat dari ini. Ini benar-benar tidak sakit kok." Ucapnya sambil sesekali meringis ketika kakinya diobati.

"Bagaimana bisa kau bilang seperti itu." Ucapku sambil meninggalkan lapangan, yah aku berniat untuk memanggil orang tuanya.

Sesekali aku berniat ingin melarang nya bermain sepak bola, karena olahraga ini benar-benar bahaya menurutku, tapi aku juga sangat takut mengucapkannya. Yah, dia sejak kecil benar-benar ingin jadi pemain bola profesional, bagaimana bisa aku menghentikan cita-cita besar sahabatku.

Setelah beberapa saat, aku pun tiba di rumahnya.

"Assalamualaikum, Ummi abah. Assalamualaikum" ucapku sambil memanggil orang tuanya.

##
Yah aku memang memanggil orang tua Tian dengan sapaan Ummi dan abah, seperti dia memanggil mereka. Dan Tian memanggil orang tuaku dengan sapaan ayah dan mama, seperti aku memanggil mereka.
##

Yah ummi nya Tian langsun membukakan pintu, dan berlari kearah ku.

"Waalaikum salam, kamu kenapa?" ujarnya ketika melihatku datang sambil nangis.

" Ummi,,Tian ummi." Ucapku masih dengan nafas tidak teratur, usai berlari dari lapangan menuju rumahnya.

"Tian, ada apa dengannya? Dia tadi katanya pergi main bola. Dia tidak apa-apa kan?" Ucapnya sedikit kaget.

" Tian kecelakaan saat bertanding Ummi, dan sekarang dia masih di lapangan." Tanpa berkata apapun, umminya Tian langsung mengunci pintu rumahnya dan bergegas ke lapangan.

Aku mengikutinya dari belakang.

##
"Kamu tidak apa-apa nak?" Ucapnya sambil melihat luka Tian.

"Ini cuma luka kecil kok ummi, gak perlu khawatir. Aku baik-baik saja." Balas Tian.

"Kan sudah ummi bilang, gak usah main bola-bola an, lihat kan kamu terluka sekarang" kata ummi. Yah ummi nya Tian memang tidak pernah setuju dengan keinginan Tian untuk jadi pemain bola, tapi percayalah abah nya Tian mendukung semua keinginan anak semata wayangnya itu.

"Ummi, ayolah. Kan Tian udah bilang, jangan katakan itu lagi dan doakan Tian saja biar bisa sukses dan banggain ummi sama abah." Ucap Tian lirih.

Kami pun mengantarkan Tian pulang, dengan semua anggota Timnya yang membantunya jalan dan beberapa supporter, dan teman-teman yang ikut mengantarnya.

Insiden itu membuat pergelangan kaki Tian patah, dan butuh waktu cukup lama untuk recovery. Bahkan Tian jalan pincang hingga lebih dari 2 minggu.

Semenjak insiden itu, Tian yang biasanya datang ke rumah dan bermain bersama dengan teman teman anak tetangga akhirnya tidak datang lagi ke rumah. Kini, aku yang mengajak teman- teman untuk setiap sore ke rumah Tian untuk bermain.

Yah tian dan aku seperti anak-anak pada umumnya. Kami akrab dengan semua anak tetangga dan bermain bersama. Bisa dibilang Tian juga sangat baik dan humble dengan anak-anak lainnya. Dia tidak pernah sombong atau angkuh meskipun sudah cukup populer di kampung. Dia sangat luwes dan mudah bergaul, sehingga anak-anak disini benar-benar menyukainya.

Hingga akhirnya hari itu pun tiba, hari dimana keluarga kami akan pindah ke Jakarta. Yah teman-teman datang untuk sekedar memberi salam perpisahan buat kami, dan tak lupa ada juga teman- teman tim sepak bola Tian.

"Eh bro, jangan lupakan kami kalau sudah main di Timnas yah!" Ucap salah seorang temannya sambil melakukan tos ala tim mereka.

" bagaimana bisa aku melupakan kalian, teman sepermainanku dan Tim ku yang sangat luar biasa." Ucap Tian.

Yah begitulah dia, sangat baik dengan teman-temannya.

Hingga akhirnya kami pun berlalu dan meninggalkan kampung ini, dan disinilah ceritanya dimulai.

FRIENDSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang