1.

46 10 0
                                    

Ku buka pintu rumah itu. Rumah yang memiliki kenangan berarti bagi kehidupan ku. Ku memgambil nafas perlahan lalu melangkahkan kaki ku masuk ke rumah itu. Serpihan serpihan kaca berserakan di lantai, perabotan rumah tangga sudah berpindah dari tempat yang seharusnya.
Rasa itu, masih sangat membekas.

Aku melanjutkan langkah ku menuju sebuah kamar yang berada di lantai dua. Pintu yang penuh dengan coretan coretan tangan. Tak bisa ku baca tulisan yang ada dalam coretan itu.

Pintu ini tiba tiba terbuka. Aku melangkahkan kaki ku satu persatu ke belakang. Namun ku berhenti saat berhasil ku tatap mata nya. Aku menjelajahi dirinya lewat tatapan beberapa detik itu. Ku merasakan ketenangan saat melihat nya baik baik saja. Tapi aku khawatir dengan hati nya, apakah ia baik baik saja?

Ia menghembuskan nafas nya kasar. Menolehkan wajah nya agar tak melihat ku. Tapi aku tau bahwa sebenarnya ia sangat ingin melihat ku, bahkan memeluk ku erat.

"Pergi"

Hanya sebuah kata itu yang terdengar. Kata yang ia lontarkan dengan nada biasa. Bukan membentak seperti biasanya.Tak ada kata kata lain, namun ku sangat bahagia dapat mendegar suara nya kembali.

Ku ikuti langkah nya pergi dengan tatapan ku. Ku ikuti kemana kaki nya membawa nya pergi. Ku tersenyum saat melihat punggung nya tidak terlihat lagi oleh ku.
Aku kembali ke bawah dan Melihat sekeliling ku. Hal yang sudah biasa ku lihat dulu.

Ku bersihkan serpihan kaca kaca kecil itu, membenarkan posisi sofa dan perabotan rumah tangga lainnya ke tempat yang seharus nya. Aku masih  sangat sangat ingat dimana letak setiap benda benda ini.

Ku ingin menyapa nya kembali. Ku ingin berbicara pada nya kembali walau hanya melalui tatapan mata. Aku ingin kembali bersama nya. Aku ingin kembali ke rumah ini.

***
Aku pergi ke sebuah kafe yang biasa nya ku datangi. Duduk di sebuah kursi yang letak nya dekat jendela dengan suguhan pemandangan pantai dengan orang orang yang sedang berkunjung.

Secangkir perasan air lemon tiba di meja ku. Ku ucapkan terima kasih kepada pelayan yang menyajikan nya. Aku kembali tersenyum melihat air lemon ini. Mengingat dulu kami selalu pergi dan minum perasan lemon ini bersama. Ini adalah kali pertama ku menikmati perasan lemon tanpa nya.

"Sanah!"

Aku menolehkan wajah ku pada seseorang yang memanggil ku. Aku melambaikan tangan pada nya dan ia menghampiri ku.
Risa. Itu nama nya. Ia adalah orang satu satu nya yang dekat dengan ku setelah kejadian itu.

Risa memanggil pelayan dan memesan minuman untuk nya. Ia melirik perasan lemon di depan ku. Lalu berganti melirik pada ku.

"Latte nya satu ya mbak"

Pelayan kembali ke dapur sementara Risa masih memandang ke arah pantai. Tak ada kata yang terucap diantara kami. Pesanan Risa datang. Ia langsung meminum nya seteguk lalu menatap ku dalam beberapa detik.

"Kenapa harus perasan lemon?"

Aku hanya diam saat ia menyakan itu. Itu bukan pertanyaan yang sulit. Hanya perkara perasan lemon dan aku tidak bisa menjawab nya.

Ia menghembuskan nafas nya pelan. Menatap ku sesaat dan meraih tangan ku. Ia memaksa ku agar melihat nya. Ku lihat tatapan nya seolah memberitahu ku bahwa semua akan baik baik saja.
Aku mengangguk karna tatapan itu. Ia pun menganggukkan kepala nya lalu memberiku perasan lemon yang ku pesan tadi.

Hanya Risa yang tau tentang masalah ku. Aku mengenal nya saat aku keluar dari rumah malam itu. Aku berdiri dan menangis di sebuah taman yang tak ada lagi pengunjung yang datang. Saat itu aku benar tidak mengetahui Risa ada di taman yang sama dengan ku.

Ia mendengar semua nya. Dan saat itu lha pertemuan kami di mulai. Sama dengan saat ini, ia selalu dapat menenangkan hati dan pikiran ku melalui tatapan mata nya.

Aku kembali mengingat diriku dulu. Aku sangat tak mengerti makna bahagia. Tak mengerti makna cinta. Tak mengerti makna keluarga. Aku hanya mengerti satu hal. Bahwa aku tersakiti.

Namun saat aku bertemu dengan Risa, ia mengajarkan ku arti cinta yang sesungguh nya. Arti melengkapi dalam hidup. Dan arti memaafkan untuk saling mencintai.

Hembusan angin menerpa rambut kami. Tak ada obrolan apa pun. Kami hanya menikmati suasana sore hari ini.
Risa menatap ku perlahan. Seakan ingin bertanya apa yang telah terjadi padaku hari ini.

Aku menghembuskan pelan nafas ku. Melihat sekeliling sebentar lalu kembali menatap Risa.

"Aku tadi ke rumah"

Mendengar kalimat itu, Risa menghentikan tegukan latte yang sedang di minum nya. Ia menatap ku perlahan, lalu meminta ku melanjutkan pembicaraan ini melalu tatapan mata nya.

"Aku bertemu Sinah. Ia baik baik saja. Tapi aku benar benar tidak tau dengan hati nya. Rumah juga masih seperti dulu. Selalu seperti itu. Sinah juga mulai mau berbicara pada ku. Walaupun hanya dengan satu kata"

Aku menatap kosong ke arah pantai menceritakan apa yang terjadi. Ada rasa haru dan bahagia yang ku rasakan saat ini.
Risa tersenyum melihat ku. Ia kembali menatap perasan lemon ku dan kembali menatap ku. Ia mungkin tau mengapa aku memesan perasan lemon.

Jawabannya adalah karena aku merindukan Sinah. Saudari kembar ku.
Aku pergi meninggalkan nya dulu saat aku tak tau harus berbuat apa. Aku tak tau apa yang terjadi pada Sinah setelah kepergian ku itu. Yang ku tau, semua nya berubah.

Entah alasan apa yang meyakinkan ku saat itu untuk meninggalkan Sinah. Masalah orang tua kami sudah sangat jelas. Mereka saling mencintai namun saling membenci. Mereka mencintai kami namun kami tak membenci mereka. Entah lha. Sulit kata yang ingin ku ucapkan tentang mereka.

Aku sudah biasa dengan kehidupan keluarga itu. Yang terpenting bagi ku adalah Sinah tetap ada bersama ku. Namun saat itu Sinah benar benar membuat ku kecewa. Ia menyakiti perasaan ku saat itu. Dan mulai hari itu, aku tak bisa lagi melindungi Sinah.

Sinah sangat berarti bagi ku. Lebih penting dari apa pun. Entah apa yang Sinah pikirkan hingga mampu membuat ku meninggalkannya.

Dan saat ini aku telah sadar bahwa aku tak boleh egois. Aku tak boleh membiarkan saudari ku terus menerus terluka dan di sakiti. Aku lha penguat bagi diri nya. Namun aku malah pergi meninggalkan nya.

SANAH & SINAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang