0.3

99 29 0
                                    

Gue berulang kali melihat jam dan langit yang masih gelap. Gak salah kok, ini masih jam setengah enam pagi. Tapi kenapa manusia ini sudah ada di depan rumah gue?

"Rip kata gue kalo lo mau bertamu mending agak siangan dikit."

Bukannya jawab malah senyum gak jelas manusia ini.

"Aku mau nanyain Bagus. Itu cupangnya udah ada yang bertelur."

"Lah cepet amat. Perasaan gue kalian baru beli cupang kemaren, udah nelor aja."

Ripan malah ngangguk-ngangguk. "Sengaja beli yang sudah hamil, kata Bagus biar cepat menghasilkan cuan."

Ck! Omongan Bagus diturutin.

"Ya terserahlah, tapi lo salah timing kalo nanyanya sepagi buta ini. Jelas Bagus masih tidur, agak siangan lagi aja kesininya."

"Aku sekalian mau antar kamu kerja."

"Ck! Gue juga gak kerja jam segini kali, Rip. Kantor gue masuk jam 8. Sekarang masih jam setengah 6. Udah balik lagi sono ke rumah lo."

"Siapa, Nda?"

Gue segera nengok ke belakang dan menemukan ibu dengan wajah tersenyumnya. "Eh ada Mas Ripan, kenapa kamu gak ajak masuk sih, Nda? Gak sopan." Setelah itu ibu narik tangan Ripan untuk masuk ke dalam.

Yang bisa gue perbuat apa? Nahan ibu untuk gak bawa Ripan masuk ke dalam? Hoho tidak akan gue lakuin karena gue masih sayang kuping gue, jadi yang bisa gue lakuin hanya menghela napas lalu menutup pintu.

******

"Ripan udah makan?" Tanya ibu ketika sampai di ruang makan bersama Ripan.

"Belum, bu."

Ya wajarlah belum makan, kayaknya juga dia habis solat subuh langsung kesini. Liat aja dia masih pake sarung kotak-kotak warna item andalannya.

"Kebetulan ibu mau masak, mau dimasakin apa?" Haduh bu, ngapain juga ditanyain mau dimasakin apa? Dia juga punya rumah, malah ada pembantu segala di rumahnya.

"Aku udah lama gak makan nasi goreng ibu, boleh dimasakin itu aja?" Lah ngelunjak!

"Ga—

"Boleh banget, sekalian Ninda buatin teh ya biar hangat? Ayo, Nda buatin Masmu teh." Kata ibu memotong omongan gue sambil melotot tajam.

Iya. Ripan emang lebih tua 3 tahun dibanding gue. Artinya tahun depan umur dia kepala tiga. Tapi gue males banget manggil dia mas. Kayak, hiiiihhh geli gue.

"Ndaa, ayo buatin Masmu teh." Nada suara ibu seperti menggeram tapi mukanya tetap tersenyum.

Emang sialan si Ripan.

Mau gak mau gue menuruti perkataan ibu untuk buat teh. Apa gue campurin garam aja ya ke tehnya? Tapi durhaka gak sih? Soalnya dia udah tua.

"Jangan terlalu banyak gula ya, Nda. Soalnya manisnya udah di kamu semua." Idiiiiiiih, najis loh orang tua!

Gue hanya bisa mendengus ketika Ripan tertawa.

"Mami kamu sehat, Mas? Kata bu Yam kemarin mami-mu tensinya tinggi."

"Alhamdulillah sehat bu, iya kemarin sempat aku bawa ke dokter."

"Mungkin faktor minta mantu itu, Mas. Makanya mami-mu sakit."

"Emang mami aja yang kurang sabar, bu. Kemungkinan juga karena pola makan yang kurang dijaga."

Nah sepakat. Lagian makin aneh aja pemikiran ibu. Masa iya maminya Ripan sakit karena pengen mantu?

"Mami kamu cerita ke ibu katanya kamu susah untuk dikenalkan ke anak temannya."

Ini permantu-an masih mau dilanjut pembahasannya? Kalau begini perasaan gue jadi gak enak sendiri. Maksudnya bukan gak enak atau sungkan ke si Ripan. Maksud gue gak enak karena pasti ujungnya gue ikutan dibahas.

"Aku maunya sama anak ibu, jadi menurutku mami gak perlu lah ngenalin aku ke orang lain segala."

Kan! Bener. Perasaan gue gak enak karena si Ripan asal bacot aja mulutnya!

"Jangan ngaco omongan lo, Lebih baik nih minum tehnya abis itu lo pulang." Gue menyodorkan segelas teh di hadapan Ripan yang bisa-bisanya dia senyum selebar itu abis gue sinisin.

"Ninda. Jangan gak sopan begitu."

"Gapapa bu." Apaan gapapa? Emang harus dia ngomong begitu? Biar apa? Pasti biar gue disalahin terus sama ibu. Secara Ripan anak tetangga kesayangan ibu.

"Terserahlah, aku mau ke kamar, mau beres-beres." Gue menatap Ripan sinis lalu melangkah ke kamar.

******

Jakarta macet adalah hal biasa. Tapi yang gue pusingin adalah kenapa si Ripan ngotot banget mau bawa mobil disaat gue harus buru-buru ke kantor.

Kalau gini caranya gue bisa telat. Bisa dicap gak becus gue. Bayangin aja, gue kerja jadi Hr, sering ngasih sp karyawan yang suka telat, masa gue sendiri yang telat? Kan kredibilitas gue sebagai Hr perlu dipertanyakan kalau sampe terjadi.

"Rip gue tau ya kantor lo masuk agak lebih siang dari kantor gue. Tapi tolong bisa gak lo agak kebutan dikit?"

"Gak bisa, Nda. Kamu gak liat mobil kita kejebak macet gini?"

"Kata gue juga apa, bawa motor aja. Lo sih, ngeyel banget jadi orang." Sumpah pengen gue tiup ubun-ubunnya si Ripan. Jadi orang ngeselin banget heran. Kalau tau begini, mending gue bawa motor aja dah.

"Telpon bos kamu aja, bilang izin telat."

Izin telat, izin telat! Itu gara-gara lo gue jadi telat.

"Kamu kan staff terajin, Nda. Bos kamu pasti ngerti kalau kamu telat sedikit dari waktunya."

"Masalahnya gue ada meeting, Rip. Semua berkasnya gue yang megang." Iya, Serius. Gue ada meeting pagi ini. Jadi tau kan betapa stress nya gue sekarang?

"Gue turun aja deh, naik gojek. Lo langsung ke kantor lo aja."

Fyi, kantor Ripan itu sebelum kantor gue. Searah memang, tapi kalau dia anter gue artinya dia harus muter arah lagi untuk menuju kantornya karena udah kelewatan.

"Dikit lagi nyampe, Nda tanggung."

"Gak bisa, Rip." Bersamaan dengan itu mobil yang kami naiki bisa bergerak. "Nah, bisa kok bisa. Kamu gak bakal telat, Nda." Katanya yang gak gue jawab tapi gue aminkan dalam hati.

Gue melirik jam yang melingkar dipergelangan tangan gue. Jam 7.45, oke gue optimis waktu 15 menit bisa sampai ke kantor gue.

*******

"Mbak itu Pak Manaf sudah ada di ruang meeting. Gak biasanya juga bapak datang secepat ini." Baru masuk area ruang kerja gue sudah disambut oleh Karin, Admin Hr yang selama ini bantu gue.

"Yasudah Rin, kamu bantu saya siapin semua berkas yang perlu dibawa." Gue menyerahkan kunci laci yang didalamnya terdapat banyak berkas penting tentang karyawan juga hal yang menyangkut Hr.

"Kalau sudah selesai, kamu duluan aja ke ruang meeting ya, Rin? Saya mau ke toilet dulu."

"Iya, Mbak."

Setelah itu gue berlalu menuju toilet. Sekarang masih jam 8.05 sebenarnya gue gak terlambat tadi, cuma perlu waktu untuk mencapai ruangan ini.

Dan omongan Karin tentang Pak Manaf yang sudah hadir, itu suatu kebetulan yang jarang terjadi. Biasanya Pak Manaf selaku manajer di divisi Hr akan hadir setidaknya 15 menit setelah meeting dimulai. Mungkin hari ini Pak Manaf ada jadwal lain yang mengharuskan ia datang cepat. Untungnya Pak Manaf bukan tipe bos yang suka marah atau diktator. Bapak adalah bos yang menurut gue sangat bersahaja. Love bapak pokoknya.

Setelah membuang air kecil dan sedikit merapikan rambut akhirnya gue bergegas menuju ruang meeting.

Semoga hari ini berjalan baik walau pagi gue sedikit berkendala gara-gara si Ripan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Trust issue, Nona!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang