“tuan, sinar matahari siang tidak baik untuk kesehatan anda, mohon untuk masuk kedalam” salah satu pelayan yang melayani orang itu memberanikan diri untuk menegur tuannya setelah berkasak-kusuk dengan teman pelayannya yang lain, mereka sangat mengkhawatirkan keadaan tuan mereka yang sudah 4 jam berdiri dibawah pohon sakura mengamati mekarnya bunga sakura pada musimnya. Pemandangan mekarnya sakura memang sangat bagus tapi tidak dalam keadaann cuaca yang sedang dingin saat ini, ditambah kesehatan tuannya yang baru-baru ini telah sembuh dari sakitnya.
Orang yang dipanggil tuan hanya memberikan senyum kecil tanpa mengatakan apapun. Sudah menjadi kebiasaan baginya mengamati pemandangan alam yang indah, namun semenjak dia dipindahkan kedalam istana Qing setelah menikahi sang Kaisar yang sangat dihormati penduduk rakyat Qing hampir jarang bibir tipis merahnya ditarik keatas kecuali pada urusan-urusan yang menuntutnya untuk melakukan kegiatan tersebut. Permasalahan bukan pada pernikahan yang terjadi secara terpaksa atau karna dia tak mau dinikahkan. Pernikahan yang dijalaninya semata-mata hanyalah untuk kepentingan hubungan politik antar kedua Kerajaan. Sehingga tidak akan ada rasa cinta kaisar yang diberikan untuknya, terlebih lagi dirinya hanyalah seorang laki-laki.
Memikirkan hal ini membuat pria cantik tersebut menjadi menampilkan raut wajah sedih. Sudah berkali-kali beliau menarik udara segar kedalam rongga paru-parunya dan mengeluarkannya dengan suara berat namun kegelisahan hati sejak setahun belakangan ini tidak pernah terangkat. Dia sangat ingin menemui seseorang yang dirindunya, namun orang tersebut tidak memberikan kesempatan baginya untuk menemuinya.
Dibelakang pria tersebut terdengar suara langkah kaki berjalan melewati rerumputan. Tanpa perlu menoleh kebelakang, pria yang sedang berdiri dibawah pohon sakura tersebut tahu siapa yang datang, “tuan, mengapa masih berdiri disini, hambamu telah menyiapkan beberapa hidangan makan siang didalam” pelayannya yang satu ini mempunyai suara kanak-kanak yang ceria, dia memiliki nama A-Yuan, usianya masih terbilang muda dibanding dengan pelayan-pelayannya yang lain tapi dialah yang paling dekat dengan tuan cantiknya.
Mendengar salah satu pelayan kepercayaan tuannya datang membujuk tuannya, pelayan yang lain mendesah lega. Ketika tuan mereka tidak mau menuruti keinginan pelayan yang lain, biasanya apabila A Yuan sudah datang memanggil tuannya, tuannya akan segera menurutinya.
“A Yuan, aku tidak ingin makan, siapakan saja beberapa buah-buahan segar” si tuan cantik langsung berbalik untuk berbicara pada A yuan, A Yuan yang melihat tuannya akhirnya mau kembali kekediaman tersenyum lega dan mengedipkan matanya pada pelayan lain yang akhirnya bisa bernafas lega, bagaimanapun apabila mereka sampai mendapati tuan mereka sakit sekali lagi tidak dipungkiri mereka akan segera mendapat hukuman dari Ibu Suri.
“baik yang mulia” A Yuan sedikit membungkukkan punggungnya dengan tangan saling menggenggam didepan dada, saat kepalanya sudah tegak kembali dia segera memberikan sinyal kebeberapa pelayan yang ada didekatnya untuk menyiapkan buah-buahan yang diminta oleh tuannya, sedangkan dia sendiri mengantar tuannya berjalan melewati beberapa taman yang ditata rapi lengkap dengan kolam ikan yang besar dengan jembatan kayu merah berada diatasnya sebagai penyambung antara pavilium tempat tinggal dengan taman.
Walaupun A Yuan masih muda dia sudah ditunjuk sebagai kepala pelayan untuk mengurus segala keperluan tuannya sesuai dengan apa yang diminta tuannya setahun lalu ketika datang ke istana. A Yuan sadar bahwa tuannya menyukainya seperti dia menganggapnya saudara, tapi A Yuan tidak pernah menyalahi posisinya karena perlakuan yang spesial tersebut.
Saat berjalan melewati jembatan kayu merah, rambut hitam panjang dan pakaian tuannya tertiup angin musim dingin mengakibatkan rambutnya berkibar layaknya bendera yang dikibarkan. A Yuan tidak pernah berhenti mengagumi keindahan makhluk cantik didepannya ini. Sang tuan memilki rambut hitam yang panjang yang indah, berkali-kali A Yuan sering menyisir rambut tersebut ketika disentuh begitu halus dan lembut, postur tubuhnya tidak tidak terlalu tinggi bagi kebanyakan pria tapi tidak juga pendek seperti kebanyakan wanita, tubuhnya kurus karena beberapa hari ini sakit tetap tidak mempengaruhi kecantikan yang dianugerahkan oleh sang Dewi kepadanya, kulitnya putih pucat dan halus bahkan bagi kebanyakan pria tidak akan memilki kulit yang halus seperti tuannya.
“A Yuan?” suara halus yang sedikit rendah tersebut membuyarkan lamunannya. Tidak disadari mereka telah sampai di depan pintu kediaman tuannya, dua orang penjaga yang berdiri disisi kanan dan kiri pintu segera membukakan pintu yang terbuat dari kayu mahoni berkualitas tinggi begitu melihat tuannya datang. Segera tuannya masuk dan duduk di kursi kayu, dihadapannya telah disediakan beberapa buah-buahan dan makan siang diatas meja, sang Tuan melihat kearah pelayannya yang sedang melamun “apa yang kau lamunkan?”
“eh .. tidak ada Tuan, hamba hanya memikirkan kesehatan tuan yang berharga” A Yuan menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, “Tuan, Anda harus makan banyak, jangan lagi membuat Ibu Suri khawatir dan memarahi kami” saat sedang berdua dengan tuannya A Yuan bisa dengan bebas memberikan nasehat, menegur, bahkan merajuk pada tuannya.
“aku mengerti, aku akan makan tapi kau harus menemaniku” kata tuannya sambil tersenyum dan melambaikan tangan pada pelayan kecilnya yang disambut dengan senyum ceria. Kebiasaan ini sudah biasa mereka lakukan jika mereka hanya berdua diruangan, tuannya sudah menganggap A Yuan sebagai adik kecilnya dan A Yuan menganggap tuannya sebagai kakaknya. Hanya ketika berdua.
Setelah menyelesaikan makan siangnya, A Yuan segera menyuruh beberapa pelayan untuk membereskan alat makan dan dirinya segera menyiapkan hidangan teh kegemaran tuannya. A Yuan sudah mengingat baik kebiasaan tuannya yang suka meminum teh setelah selesai makan, jadi tanpa menunggu perintah dari Tuannya tangannya akan langsung menyiapkannya teh kesukaan Tuannya.Tidak berselang lama saat sedang meminum teh sambil memandang kejauhan dari luar jendela terdengar perbincangan kecil diluar pintu kediaman, salah satu penjaga pintu diluar mengetuk pintu meminta ijin untuk masuk kedalam menyampaikan pesan.
“Tuan, hamba dengan rendah hati meminta ijin untuk menyampaikan pesan” penjaga tersebut berkata seraya merendahkan punggungnya hingga setinggi setengah dari badannya dengan tangan dikepalkan diatas kepalanya.
“pesan dari siapa dan apa isinya?”
“Ibu Suri mengundang Anda untuk datang sore hari kekediamannya”
“sore nanti? Kenapa mendadak? Apakah pelayan yang mengirim pesan tersebut memberikan alasannya?” tuan mudanya sedikit keheranan karena tidak biasanya Ibu Suri mengundangnya untuk datang kekediamannya secara mendadak.Terkadang Ibu Suri akan mengundangnya untuk sekedar minum teh dan berbincang bersama dikediaman beliau, namun dalam kebiasaan Ibu Suri akan memberikan pemberitahuan undangan satu hari sebelumnya. Kemungkinan Ibu Suri memberikan kabar mendesak seperti ini mungkin saja pembicaraan akan menjadi lebih penting.
“maafkan hamba, pelayan tersebut tidak mengatakan apapun selain pesan bahwa Ibu Suri ingin membicarakan hal penting kepada Anda”
“baiklah aku mengerti, aku akan datang. Kau boleh pergi” setelah memberi hormat, penjaga tersebut segera pergi untuk melaksanakan tugas sebelumnya.
“tuan apakah anda ingin menyiapkan sesuatu?” melihat wajah gelisah tuannya A Yuan tahu dibandingkan bertanya lebih lanjut dia lebih baik segera mempersiapkan apa yang harus disiapkan tuannya.
“siapkan pakaian yang pantas, masih ada waktu beberapa jam lagi” dia melihat kearah luar jendela dan melanjutkan, “sebelum sore siapkan air hangat untukku lebih awal”
“baik tuan” A Yuan segera menyiapkan kebutuhan Tuannya dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Emperor
Historical FictionWei Shong harus menikahi seorang kaisar dari kerajaan Qing yang terkenal akan kejayaan dan kemakmuran negerinya, serta pandai dalam menaklukkan kerajaan sekitarnya tanpa peperangan. namun hanya Wei Shong yang merasakan kegembiraan dalam pernikahan...