Prolog: Of One Fine Day at the Cafeteria

38 9 4
                                    



Bukannya aku ingin mendikte ataupun berlagak seolah paling tahu, tapi aku tahu satu hal yang tidak ingin kamu lihat seumur hidupmu adalah seorang perempuan melipat tangannya di hadapanmu dengan mata melotot dan giginya yang bergemeletuk. Apalagi jika perempuan itu juga seperti menahan makian yang tertahan di ujung lidahnya. Avoid that kind of situation at any cost, don't say I didn't warn you.

Sayangnya, aku harus menyaksikan semua itu. Ditambah dengan bonus tambahan seorang laki-laki yang sama sekali tidak sensitif dan terus menyodok beruang yang hibernasi dengan dahan pohon, ini sama sekali bukan sesuatu yang menyenangkan untuk dilihat.

"Jadi menurut lo, gue disfungsional? Gitu?"

Yang itu, –perempuan dengan suara yang meninggi, mata melotot, dan alis berkerut– dia Joy Susanto. Kalau ada yang lebih buruk dari perempuan yang melipat tangan dengan mata melotot, itu pasti Joy yang melipat tangan dengan mata melotot. Dia menyilangkan kakinya dengan tatapan tidak puas. Suasana kantin kampus yang penuh dengan mahasiswa yang sedang makan siang sama sekali tidak membuatnya kehilangan fokus pada apa yang ada di hadapannya.

"Gue nggak ngomong gitu, tapi terima kasih udah ingetin gue. Ya, menurut gue, lo disfungsional."

Dan yang ada di hadapan Joy adalah seorang laki-laki yang –entah karena bodoh atau berani– terus menyodok beruang hibernasi dengan dahan pohon tanpa gentar. Aku dan Joy mengenalnya sebagai Bagus Adhitama. Atau Bagus. Atau satu-satunya orang yang berani mengangkat jari tengahnya tanpa ragu-ragu kepada Joy yang hampir meledak.

"Seenggaknya gue nggak naif kayak lo," balas Joy.

"Naif dan optimis ada bedanya. Gue lebih nganggep diri gue optimis daripada naif."

Joy memutar bola matanya sambil mencibir tidak jelas dan Bagus tertawa mengejek. Aku –yang duduk di antara keduanya seperti seorang umpire– hanya bisa menyeruput gelas teh di hadapanku dalam diam sambil berusaha untuk menjadi tidak terlihat. Joy melirikku singkat, tetapi aku melempar tatapan ke arah lain karena aku tidak ingin terlibat. Aku tidak ingin menjadi acar di antara dua tangkup roti...

...oke, barusan itu perumpamaan yang buruk.

Intinya, aku tidak mau terlibat. Bagus dan Joy adalah teman baikku. Aku tidak ingin terkena semburan api Joy, tapi aku juga tidak ingin ditatap penuh dengan penghakiman oleh Bagus, hanya karena mereka menganggapku memihak salah satu.

"Gus, siapapun juga bisa tinggal bareng selama 70 tahun asalkan mereka punya cukup kemampuan buat menoleransi presensi satu sama lain di dalam ruang personal mereka." Joy menghela napas panjang.

"Nikah, Joy. Tinggal bersama yang lo maksud itu disebut 'nikah'." Bagus menggelengkan kepalanya. "Serius, deh. Nama lo 'joy', tapi omongan lo nggak ada gembira-gembiranya sama sekali. Pesimis banget kayak MU season ini."

Joy hanya bisa mengedikkan bahunya tidak peduli. "Yah, apapun itu, Gus, faktor X yang lo bilang itu bukan hal wajib bagi dua orang buat... well, menikah."

Bagus mengerang. "Faktor X yang lo maksud itu disebut cinta, Joy. Cinta. Perlu apa gue eja pelan-pelan buat lo?"

Aku mengerti perasaan Bagus. Siapapun pasti merespon dengan hal yang sama saat berhadapan dengan Joy yang seperti ini. Aku butuh latihan selama bertahun-tahun untuk mengabaikan Joy yang sedang kumat.

"Menurut lo gimana, Bon?"

Latihanku selama bertahun-tahun gagal untuk menekan keinginanku untuk mengerang saat Joy dan Bagus menatapku, menunggu responku untuk perdebatan bodoh mereka. Tatapan ingin tahu mereka seolah menelanjangiku dan aku tahu, aku tidak bisa mundur.

Sialan.

Semua ini salah Bagus. Semua ini berawal beberapa hari yang lalu, setelah Bagus memaksa aku dan Joy untuk menonton film bersamanya; film sialan yang membuat Joy dan Bagus menabuh genderang perang. Dan aku tidak bisa menyanggah lagi bahwa aku, Bona Batara, adalah acar yang terjebak di antara dua tangkup roti tanpa isi.



----

Author's note:

So this is originally titled "Paper Hearts" that I published two years ago. I got it revamped and I decided to republish it with better wordings and all. I hope you guys will like it :)

I'll try to update it regularly :))

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

All the Lost Stars in Our GalaxyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang