PROLOG

756 64 1
                                    

Tiga gadis dengan jilbab lebar berjalan pelan menuju kelasnya dilantai dua, XI IPA 2. Disepanjang koridor senyum mereka merekah untuk membalas sapaan demi sapaan yang dilontarkan oleh siswa-siswi.

"Jazila, Nala, nanti sore ada kajian di masjid depan komplek loh. Kesana yuk!" Ujar Zaina setelah mereka duduk dibangku masing-masing.

Suasana kelas memang masih sepi, terlihat ada beberapa siswa yang duduk dengan kegiatan berbeda. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, tiga puluh menit lagi bel masuk akan berbunyi. Tapi jumlah siswa yang datang masih bisa dihitung jari.

"Boleh, jam berapa?" Sahut Nala yang duduk disamping Zaina.

"Sebelum Ashar. Nanti aku tunggu didepan rumah, biar bareng kesananya" Nala mengangguk, kebetulan arah masjid memang melewati rumah Zaina.

"Kamu gimana, Zil?" Zaina menoleh pada Jazila yang duduk dibelakang mereka. Gadis dengan jilbab abu-abu panjang itu mendongak, sembari menutup buku novelnya.

Jazila mengangguk, Zaina menghembuskan nafas lirih melihat respon sahabatnya ini. Memang diantara ketiganya, hanya Jazila yang irit bicara, bahkan cenderung pendiam. Tapi disaat memberi nasihat pada siapapun maka ialah yang paling banyak berbicara. Sedangkan Nala, gadis dengan kulit kuning langsat dengan bola mata coklat terang adalah sahabatnya yang paling cerewet, tak bisa diam, tapi sekali marah maka ia lebih memilih diam. Untuk Zaina, dia menjadi penengah diantara keduanya yang memiliki  sifat bertolak belakang, Dia yang bisa menyamai kecerewetan Nala, dan bisa mencairkan si dingin Jazila.

Persahabatan yang baru saja terjalin disaat mereka sama-sama menjadi siswa baru disekolah mereka. Pertemuan yang tak pernah diduga, menjadikan mereka sahabat dengan karakter berbeda namun saling melengkapi.
.
.
.
.
---04 januari 2019---

ASHEEQATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang