Begin

57 15 11
                                    

Hari itu hanya tampak secercah cahaya matahari yang mampu masuk melalu jendela-jendela kaca dan celah celah lain ke sebuah ruangan bertuliskan 'XI-I'. Mungkin karena banyaknya gumpalan permen kapas berwarna kelabu di langit yang berusaha menyembunyikan matahari.

Hal itu pula yang menyebabkan mereka mau tak mau harus menyalakan lampu tornado yang telah dipasang di plafon. Setelahnya barulah tampak jelas wajah bosan dan 'mengenaskan' siswa-siswi di dalamnya ketika mendengarkan penjelasan mengenai mitologi Yunani oleh seorang pria yang cukup tampan meskipun tak lagi muda, di name tagnya tertulis 'Thomas Smith' atau biasa dipanggil Mr. Thomas.

Namun tak semua murid di sana hampir mati mengenaskan di sana karena bosan, setidaknya dari 32 murid masih ada 2 murid yang dengan serius mendengarkan penjelasan Mr. Thomas. Salah satunya adalah siswi yang duduk di bangku terdepan dekat pintu, dia juga memakai name tag yang bertuliskan 'Irina Wilson'. Sementara yang satunya lagi adalah siswa yang duduk di pojok belakang dekat jendela,

"Psst... Crimson, nanti pulang sekolah denganku ya,"

pinta seorang siswa pada lelaki di pojok tadi, yap namanya Crimson.

"Jhonny!"

tegur Mr. Thomas pada siswa yang berbicara tadi, sementara orang yang sebenarnya diajak berbicara oleh Jhonny tadi hanya diam.

Tik... Tik... Tik...

Terdengar bunyi rintikan hujan turun, yang dari suaranya seperti semakin lama semakin deras saja. Namun hujan itu disambut dengan senyuman bahagia oleh para siswa, kecuali 2 makhluk bernama Irina dan Crimson. Setidaknya hujan mampu menyamarkan dongeng nina bobok dari Mr. Thomas, dan suara hujan juga dapat menenangkan pikiran mereka setelah otak mereka bekerja keras, namun bukan anggapan 2 makhluk yang notabane nya adalah rival abadi dalam rangking paralel itu tentunya.

Tak lama senyuman mereka minus Irina dan Crimson mengembang semakin lebar dikarenakan bel pulang telah berbunyi. Sementara raut kekecewaan semakin nampak di paras cantik Irina.

"Tidak pulang, Rin?"

tanya gadis berambut putih pada Irina.

"Aku tidak membawa payung, lagipula aku ada piket, kau duluan saja, Shiro, sepertinya aku tak dapat menonton Angel Beats di T7 hari ini,"

jawab Irina, sementara gadis bernama Shiro itu hanya menghela napas saja, sebenarnya ia bisa saja menunggu Irina, namun ia harus ke rumah sepupunya yang bernama Rea, dan tentunya kini kalian tahu apa yang membuat Irina kecewa karena meskipun notabanenya adalah siswi peringkat 1 paralel yang tentunya berotak encer dan rajin, ia sangat menggemari anime meskipun yang sudah lama tamat dan ia tonton berapa kalipun dan tentunya sangat kecewa saat tidak dapat menontonnya.

Sementara sekarang, Irina melaksanakan piket bersama 5 orang lainnya,dengan sedikit berat hati, namun jika kelas bersih kita juga nyaman belajar bukan? Setidaknya mungkin itulah yang dipikirkan Irina saat ini.

"Nee~ Irina, kami pamit dulu kami harus segera pergi les," pamit salah seorang murid yang piket.

"Ya," jawab irina singkat dengan sedikit tidak ikhlas, tentu saja. Sekarang ini hanya tinggal dirinya di kelas sementara kondisinya juga belum benar-benar bersih.

"Yasudahlah," gumamnya

Beberapa menit kemudian

"Hh.. Akhirnya selesai, namun percuma saja hujan belum reda, sekolah sudah sangat sepi, kecil kemungkinannya masih ada anak lagipula Ekskul juga diliburkan hari ini," ucap Irina sambil duduk di kursi untuk melepas penat.

"Krieet... Bruk..." tiba-tiba salah satu kaki kursi yang didudukinya patah.

"Ittai... Sial, berat badanku tidak terlalu berat juga, tidak mungkin salahku, meski tak nampak tanda-tanda dimakan rayap." gumamnya setelah terkaget karena terjatuh dari kursi tadi.

Ia pun membawanya ke gudang bawah tanah.

Ketika hendak keluar, ia tak sengaja menemukan sebuah buku tua yang sangat tebal, lalu dibawanya kembali ke kelas XI-I. Sembari menunggu hujan reda, ia mulai membuka buku itu. Ia tentu saja tak mau ambil resiko menembus hujan karena letak rumahnya sangat jauh, dan tak dapat ditempuh dengan kereta cepat.

Beberapa kali Irina membolak balikkn beberapa lembar kertas namun tetap sama, tak ada isinya. Hingga ia berhenti di sebuah halaman bertuliskan huruf Yunani kuno. Beruntung ia dapat membacanya, entah belajar dari mana. Mungkin jika tulisan itu diterjemahkan berbunyi,

'Kegelapan tak akan menang melawan cahaya, namun cahaya akan bersinar lebih terang di kegelapan, dimensi di dunia ini tak hanya satu, dengan ini kuemban tanggung jawab besar memegang salah satu kunci dimensi, menjaga kedamaian di tiap dimensi, dan tak akan membiarkannya termakan kegelapan ego mereka sendiri.'

Harus Irina akui, kata-katanya tak terlalu puitis namun tentu saja mengandung makna.

Tiba-tiba saja setelah ia membalik halaman berikutnya, telunjuk tangan kanan Irina seperti tertusuk dan meneteskan darah, salah satu tetesannya tepat mengenai bagian tengah sebuah simbol di halaman buku itu. "Sriing....." muncul cahaya putih kebiruan yang sangat terang sehingga harus membuat Irina menutup mata sebentar tepat di buku itu. Setelah cahayanya sedikit meredup, muncullah sebuah kalung kristal berwarna Biru berbentuk segi enam dan sebuah benda mirip Alethiometer.
Irina mengambil kedua benda itu dan seketika buku itu kembali menutup, dan di sampul tuanya muncul tulisan timbul 'Diastateis tis Pixydas'

Holaaa.... Maafkan author yg kurang berpengalaman menulis cerita ini :v, gimana ceritanya? Alurnya lambat kah? Bosen kah? Banyak typo? Tapi semoga suka lah ya...

Jaa ne~
Salam manis
Lian :)

DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang