Perjalanan mereka melewati sepanjang pantai Pleasure Bay menawarkan akses ke air. Banyak pengunjung akan memanfaatkan suasana santai dan piknik. Jika tidak, berhenti di Sullivan yang terkenal dan memiliki burger atau ikan dan kentang goreng. Top it off dengan es krim kerucut di mana-mana musim panas. Ternyata benar, pemandangannya memang sangat bagus. Fahrania tidak menyesal ikut. Yang tidak disukainya hanya pada pria itu, Ben.
"Wuihh... Bagus kan, Kak?" tanya Reifan senang melihat dari balik kaca mobil. Fahrania menimpalinya dengan gumaman.
Mobil Ben masuk ke area resort miliknya. Pemandangannya lebih indah. Fahrania tertegun saat memandanginya. Taman dan pantai. Dalam hatinya sangat senang namun ia tidak pernah menunjukan perasaan itu pada siapapun kecuali keluarganya dan itu hanya di rumah.
"Kak! Ini bagus sekali. Kak Reifan tidak pernah mengajakku kesini. Dasar jahat!" omel Nuria saat hendak turun. Fahrania melepaskan sabuk pengamannya dan menyusul Nuria. Mereka semua sudah keluar dari mobil. "Aku bisa pake bikini, yeyy!!" ucap Nuria senang. Sontak Fahrania memelototinya. Bibir adiknya langsung mengerucut.
"Tidak! Memangnya ini di rumah, Nuria!" Fahrania mencoba menginggatkan.
"Tapi disini kan sepi.. Tidak ada siapa-siapa," timpal Nuria tidak senang. Bola mata Fahrania bergerak melirik tertuju pada Ben. "Tapi.." ia menunduk tidak bisa berkata-kata kembali.
Ben berdehem, "kalau mau pakai bikini tidak apa-apa."
"Tidak!" Fahrania yang menjawabnya dengan penuh penekanan. Nuria sebal lalu pergi menjauh ke dekat pantai bersama Reifan. Mereka bermain air.
"Kamu kalau mau pakai juga tidak apa-apa," celetuk Ben.
"APA?!" wajah Fahrania berubah garang.
"Disini tidak ada siapa-siapa lagi kecuali kita."
"Dan kamu orang lain." Fahrania mengatakannya dengan tajam.
"Sebentar lagi tidak," ucap Ben santai.
Dahi Fahrania mengerut dalam, apa maksudnya? Otaknya langsung bekerja lalu menatap Ben dan Nuria bergantian. "Awas kalau kamu macam-macam!" ancamnya.
Ben mendengarnya, "padahal aku sebentar lagi akan menjadi bagian keluarga mereka. Tentu saja dengan menikahi si gadis dingin ini," ucapnya dalam hati dengan percaya diri. "Tidak akan, tenang saja." Ben memastikan itu. "Hanya denganmu," lanjutnya pelan.
"Tunggu," Fahrania meminta waktu Ben untuk bicara. "Berapa kamar di resort ini? Aku tidak mau menganggu Nuria. Jadi aku mau kamar sendiri. Dia pasti butuh tempat untuk belajar."
"Tiga, Nuria dan Reifan tidur di kamar masing-masing. Dan kamu sama aku." Mata Fahrania melebar. "Bohong, aku bercanda," Ben segera meralatnya. "Ada empat kamar. Masing-masing dapat satu kamar. Apa itu cukup membuatmu tenang?" tanyanya. Ia hampir melakukan kesalahan dengan candaannya. Fahrania tipe gadis yang pemikirannya selalu serius. Tidak mengerti apa itu lelucon.
"Baiklah," ucapnya seraya menghela napas lega.
"Biar aku tunjukan kamarmu," Ben berjalan terlebih dahulu. Ia membuka kunci resort. Memang tidak begitu luas dalamnya. Tapi pemandangannya luar biasa indah dan tamannya luas. "Ini kamarmu dan sebelahnya kamarku." Ben membuka lebar pintu kamar untuk Fahrania yang terdapat balkon yang langsung menuju kolam renang dan pantai. "Aku harap kamu suka,"
Fahrania tidak menjawabnya. Ia fokus pada laut yang ombaknya berlomba-lomba sampai ke tepi pantai. Sorot matanya yang tenang terpancar kebahagiaan. Ben menatapnya dari sisi kiri. Pria itu terpana dengan kecantikan Fahrania. Ingin rasanya ia mengelus wajahnya yang putih dan bersih. Pipinya yang tembam. Dada pria itu menjadi berdesir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Is Beating (GOOGLE PLAY BOOK)
Ficção GeralSUDAH TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK!! Broken home membuat Fahrania tidak percaya dengan yang namanya menjalin kasih dengan pria. Ayah kandungnya mencampakkan ibu dan dirinya demi wanita lain. Rasa benci itu tertanam dengan sendirinya, kecuali satu p...