3

114 9 2
                                    

Senin, awal hari untuk memulai berbagai aktifitas. Ketika terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari, banyak orang yang dipenuhi kesibukan di awal pekan. Termasuk pria berusia 31 tahun yang sedari tadi masih setia menyampaikan motivasi kepada para mahasiswa pasca sarjana di auditorium yang sudah didekor sedemikian rupa.

Sesekali pria itu memberikan joke kepada audiance agar suasana tidak terlalu boring. Empat jam sudah waktu berlalu. Akhirnya. Tinggal waktunya untuk sesi foto bersama. Berbondong-bondong mahasiswi rela berdesakan demi bisa berfoto bersama para narasumber. Antrian tidak efektif lagi.

Ethan memberikan senyum terbaiknya di depan kamera, hingga gawai para mahasiswi yang meminta foto bareng.

Tidak ada hentinya para mahasiswi itu meminta foto bersama dirinya.

Astaga

Kaki panjang Ethan sudah pegal rasanya. Gigi nya pun terasa kering akibat senyum lebar andalannya. Ia sangat bersikap totalitas dalam melakukan sesuatu. Sudah menjadi makanannya sehari-hari pula untuk bersikap profesional.

Satu persatu para mahasiswi itu mulai meninggalkan ruangan. Ethan menghembuskan nafas lega. Dia berjalan keluar dari ruangan itu, menuju koridor.

"Wah Ethan, bagaimana kabar pengusaha muda kita? akhirnya setelah sekian lama kamu tidak menginjakkan kaki di kampus," ujar Professor McConnell. Pria botak itu tertawa sambil berjabat tangan dengan mahasiswa bimbingannya alias mantan mahasiswanya.

"Saya baik, Professor McConnell. Bagaimana dengan anda?" Ujar Ethan sambil tersenyum memperlihatkan sederet gigi putihnya.

"Seperti yang kamu lihat, ohiya bagaimana kalau dua cangkir kopi di cafetaria bawah?" Ajak Professor.

Masih ada 3 jam lebih sebelum meeting dengan investor hotelnya. Sepertinya boleh juga ajakan Professor McConnell.

"Ayolah..saya tahu pengusaha sepertimu sangat sibuk, tapi apakah kamu akan menolak free coffee dari dosen pembimbing mu?" Ujar pria tua itu sambil menaikkan alisnya.

"Hahaha..tentu saja tidak professor, mana mungkin saya menolak ajakan anda"

"Kalau begitu ayolah,"

Ethan mensejajarkan langkahnya mengikuti professor McConnell. Tidak akan lama, mungkin 1 jam saja cukup untuk membagi sedikit kisah pada dosennya.

****

Ethan sudah rapi dengan balutan jas hitam armany miliknya. Rambutnya juga sudah ditata dengan pomade agar nampak rapi. Seharian dia sudah cukup sibuk mengurusi berbagai macam pekerjaan yang berhubungan dengan persetujuan renovasi hotel miliknya.

Aureus Hotel.

Sama halnya dengan Aureus Apartement. Sebuah apartement klasik-modern yang dia dirikan lima tahun silam. Ethan memulai usaha properti ketika Ia masih menempuh di awal pendidikan master.

Awalnya dia hanya seorang penyewa sebuah kamar di apartement dekat kampusnya. Tetapi lelaki paruh baya sebagai pemilik Brown Apartement berencana menjual apartementnya, akibat lilitan hutang.

Saat itulah Ethan memutuskan untuk membeli apartement tua itu. Membeli berarti harus bertanggung jawab. Bukan hal yang mudah untuk membeli sebuah properti. Membutuhkan modal yang sangat besar. Ethan yang saat itu hanya seorang mahasiswa dan belum memiliki penghasilan yang pasti menggunakan seluruh uang tabungannya. Itu pun masih kurang, Etham pantang menyerah, Ia rela meminjam uang ke bank, teman-temanya juga mencari investor yang mau menanamkan modal.

Segala pahit manis perjuangan sudah Ia lalui untuk membangun usaha propertinya. Yang awalnya bernama Brown Apartement hingga menjadi Aureus Apartement.

Apartement & A BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang