Rapuh
Cerpen karya Gina A.Darmawan
"Aku merindukanmu matahari yang selalu menerima gelapnya diri,
Maaf telah meninggalkan perih luka untukmu.
Tapi jika boleh Semesta mengizinkan bahwa tak bisa kubohongi hati ini,
Ia masih amat sangat mencintaimu hampir seluruh waktu habis terpikir kenang
Dan hampir seluruh waktu habis mengelaborasikan bagaimana kabarmu saat ini. Tiara, sudahkah kamu menemukan orang yang pantas untuk kau cintai?"
Itulah isi surat yang ia kirim melalui denyut hati. Tiga tahun lamanya kita berlabuh cinta bersama di masa putih abu-abu dan pada akhirnya ia memutuskan untuk berbelok arah tak mau melanjutkan pergi bersama. Kisah kita bukan hanya tentang cerita bahagia, bukan hanya dia yang sering menyanyikan lagu cinta bersama petikan gitar yang merdu dan menggejolak hati, bukan hanya dia yang sering mengeluarkan tutur kata cinta bersama setangkai mawar plastik yang katanya tak akan pernah mati.
Dia adalah Rizky laki-laki berperawakan tampan yang amat menyukai gitar dan basket. Kelas kita hanya dibatasi oleh dinding, sangat berdekatan. Sewaktu Pra-MOS untuk pertama kalinya Rizky menatapku dan tanpa ku sadari dia ternyata memperhatikan setiap langkah dan senyuman yang keluar dari bibir tipisku. Wah, ternyata saat itu ia telah terhipnotis olehku sampai-sampai Rizky mencari tahu tentang siapa diriku, berusaha mendapatkan nama lalu nomor handphoneku. Kita ternyata mengambil jurusan yang sama, dan dia terus menanyakanku pada Memei sahabat sekaligus tetanggaku yang kini sekelas dengannya. Dengan semangat dan tidak menyerah dia terus mendekatiku, memperhatikanku setiap kali ia bersandar di tiang pintu kelasnya dan melemparkan senyum malu-malu.
Sampai kemudian aku kalah, aku kalah terhadap sikapnya yang begitu manis padaku. Dia mengajakku untuk menjalani kisah bersama kurang lebih saat baru seminggu duduk di bangku SMA, aku mengiyakannya meskipun menurut pandangan orang lain dia adalah anak nakal dan lebih parahnya lagi kita berbeda kepercayaan. Ya, begitulah cinta, menurut pandangan orang selain buta ia juga tuli, tapi menurutku cinta adalah soal hati dan hati sesungguhnya tak memiliki mata maupun telinga. Aku sudah terlanjur luluh padanya, apa salahnya jika mencoba dan membantunya untuk menjadi lebih baik.
Sebulan kami menjalani hubungan dan Rizky mengundangku untuk pertama kali ke rumahnya, dengan malu-malu wajah berseri merah dan jantung berdegap-degup tak karuan, aku pun masuk. Aku duduk di sofapanjang bersama Agnes dan Lia yang turut ikut menemaniku dan Rizky langsung saja memperkenalkanku pada keluarganya dan aku disambut ramah oleh keluarganya. Kata ibunya aku adalah wanita pertama yang ia bawa di rumah, aku hanya tertawa manis dan menyembunyikan suasana hati yang meletup bagaikan tengah berpesta kembang api saat ibu Rizky mengatakan hal itu.
Setiap bel istirahat Rizky langsung bertamu ke kelasku, seakan tak peduli apa yang terjadi di sekitar, Rizky selalu melemparkan banyolannya padaku dan tawa selalu saja menghisasi pipi tembemku ini karenanya. Kami sering pulang bersama, menikmati senja di ujung kota selama perjalanan ke pertokoan depan tempat di mana aku harus naik angkutan umum. Rumah kita berjauhan, dan waktu itu Rizky belum memiliki SIM.
Saat awal memang sangat bahagia, tapi semakin lama semakin banyak kita beradu argumen tentang masalah kecil yang berlalu-lalang lalu diperbesarkan. Wali kelasku yang sering melapor tentang Rizky pada ibu dan pastinya ibu dan sebagian keluargaku jadi tak menyukai Rizky dan mereka berlomba-lomba menyerangku, padahal keluarga Rizky telah menyukaiku. Rizky selalu menenangkan, menyeka air mata dan bersedia untuk bertahan sesulit apapun keadaan. Aku bisa melihat keseriusannya padaku.
Dia sering mendapat banyak masalah di sekolah. Ruang BK seakan telah menjadi rumahnya datang terlambat, lompat pagar, bolos, adu tonjok, merokok di toilet pojok sekolah tempat andalan kawanannya berkumpul saat mata pelajaran berlangsung sudah menjadi rutinitasnya saat itu. Itulah masalah-masalah kecil yang berlalu-lalang, yang tak kusukai darinya dan membuat amarahku memuncak. Tapi sayangnya,dia adalah orang yang tak pernah lelah membujukku, meminta maaf berhari-hari dan sampai membuaatku jenuh mendengarnya. Tapi, walaupun dia bermasalah di Sekolah dia dan timnya yang nakal tak lupa untuk menyumbangkan prestasinya dalam bermain basket. Mereka sering diutus mewakili sekolah dan kembali dengan membawa penghargaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Senja
RomanceSenja... Laru lara Dalam diam tertanam jingga Merah merona langit barat Menjelang hayat sang surya Samar cahaya terindah Merusak ritme hembusan Lesung pipit mencuat Setengah berbayang bentuk rupawan Kontraksi antar dimensi Di bawah baskara Hari bers...