Part 8 : A Dreamer and A Ghost

167 4 0
                                    

Weislan menelan ludahnya. Ia tidak percaya bahwa Lola memiliki saudara kandung. Tetapi, ia harus memastikannya. " Kau pasti berbohong! Lola tak pernah memberitahuku kalau ia mempunyai saudara! " ujar Weislan sambil beranjak berdiri dari tumpukan jerami yang telah menimbunnya sejak tadi.

Hantu yang barusan mengaku bahwa ia adalah adik kandung Lola hanya terdiam di tempat ia berdiri, memandangi Weislan yang sedang membersihkan pakaiannya yang tertempel beberapa helai jerami yang berwarna kuning cerah. Namun Weislan tidak mempedulikannya. Ia hanya ingin segera keluar dari gudang penyimpanan jerami yang sempit dan sesak ini, lalu ia akan bertanya kepada orang- orang suku Fera tentang bagaimana suasana di distrik 5 yang dapat terlantar begitu saja.

Ketika Weislan melangkahkan kakinya ke pintu kayu gudang jerami, ia merasa ada sesuatu yang kurang beres. Nampak sesosok bayangan hitam besar di hadapannya. Ketika aku menoleh ke belakang, ternyata sudah Ada seekor Fylga yang nampaknya sudah bersiap untuk menyantapnya sebagai makan siangnya.

" Ghehehehe... " Seringainya seraya mulutnya meneteskan air liur yang menjijikan tepat di depan mata Weislan.

Lantas Weislan mengeluarkan pedangnya untuk membunuhnya, tetapi dalam tempat sempit seperti ini sangat tidak memungkinkan untuk bertarung dengan makhluk tersebut.  Gudang jerami  tersebut sama luasnya seperti luas sebuah kamar anak kecil.

Ketika Weislan terlamun memikirkan hal tersebut, hantu gadis kecil yang tadi langsung berteriak kepadanya.

Tiba- tiba pandangan Weislan gelap seketika.

***

Weislan POV

Ketika aku membuka mataku, hanya terlihat beberapa daun hijau yang masih segar berguguran. Rupanya aku masih berada di tengah hutan Deaopo. Sepertinya tadi aku hanya bermimpi karena tertidur di tengah perjalanan. Berarti ada kemungkinan suku Fera tinggal di sekitar hutan ini.

Sebenarnya aku tak terlalu tahu banyak tentang suku Fera. Mereka adalah sebuah suku yang sudah hidup lebih dari ratusan tahun. Ayahku memang berasal dari suku Fera, namun ia tak pernah berbincang- bincang dengan ibu ataupun denganku menggunakan bahasa Viaolju. Ayah juga meninggal sebelum mencapai umurnya yang ke 100. Walaupun begitu, ibu menganggap ayah adalah seorang pria yang berjasa dalam melindungi kerajaan Xaverisk.

" Yak, sepertinya aku harus melanjutkan perjalananku daripada menunggu orang- orang dari suku Fera datang. "

Aku pun beranjak berdiri dari bawah pohon rindang yang kutiduri barusan, namun tiba- tiba seseorang memanggilku dari belakang.

" Hei ! Cepat ! Kemarilah ! "

" Kau.. Bukannya kau yang waktu itu ? "

" Sudah jangan banyak bicara ! Cepatlah ! " Teriak sesosok gadis kecil berpakaian gaun putih yang berada tidak jauh dari tempatku berdiri. Akhirnya aku pun menuruti perkataannya dan berlari menuju tempatnya, lalu ia menarikku ke balik semak- semak berwarna hijau muda kekuningan.

" Diam. Jangan bersuara. " Sahut gadis kecil itu.

Aku hanya mengangguk- angguk kepalaku, pasrah dengan gadis kecil tersebut. Iya. Aku harus mengalah kepada anak kecil. M-E-N-G-A-L-A-H. Aku benci kata itu. Tak lama kemudian terdengar suara langkah- langkah kaki orang, yang dari suara hantaman kakinya, aku sudah tahu bahwa orang- orang yang sedang berjalan ada 3... Tidak. 4 orang, dan semuanya bertubuh besar- besar.

Ketika aku menoleh ke sampingku, gadis kecil tersebut sudah tidak nampak lagi. Ternyata ia mengamati orang- orang tersebut di atas semak- semak, melayang. Rambutnya yang berwarna chestnut berkibaran akibat angin yang bertiup kencang, disertai dengan berjatuhnya beberapa helai daun berwarna hijau segar.

Blood CrownWhere stories live. Discover now