--Olivia,
Aku sudah terbiasa dengan bisikan-bisikan di belakangku, bila mana aku menoleh yang kuterima hanya ada tatapan-tatapan benci yang seakan ingin menusuk leherku sewaktu-waktu.
"Dia sudah nggak perawan."
"Masih SMA aja sudah begituan."
"Dasar jalang."
"Pantas, bajunya saja ketat-ketat semua."
"Ya gimana, dianya juga ngundang."
Tentu saja aku berbohong kalau aku tidak peduli dengan apa yang mereka ucapkan. Ucapan mereka benar-benar menorehkan satu luka mendalam di otakku yang membuatku selalu menangis tiap malam hari.
Ini semua memang salahku. Aku selalu membenci diriku ketika mengingat tangan laki-laki brengsek itu menggerayangi tubuhku. Aku menangis sekeras-kerasnya, harga diriku terasa seperti terinjak-injak. Ah, mereka pasti bilang 'tahu apa aku tentang harga diri'.
Aku mengambil satu tablet citalopram dari botol buram yang berada di atas meja kamar. Kamar ini selalu kosong, tetapi bisikan-bisikan itu enggan pergi. Mereka diam-diam mengelabui telingaku dan menancapkan mata pisaunya ke dalam bagian otakku. Ucapan mereka terlalu tajam, ucapan yang tidak diundang yang memperkeruh pandanganku menatap masa depan yang sudah terlanjur suram.
Segera kuminum tablet merah muda yang ada di tanganku, kemudian kureguk segelas air yang tersedia di sebelahnya. Setelah mengambil napas panjang, aku merangkak kembali ke atas kasur dan menyelimuti diriku dengan selimut tebal. Astaga, entah berapa lama lagi aku harus mendekap di bawah selimut ini dan mengurung diri dari sinar matahari di luar sana.
Aku takut. Takut untuk melangkahkan kaki melewati batas pintu kamar. Takut mereka kembali bersuara dan mengusir kewarasanku hanya dengan kata-kata. Aku memejamkan mata, mencoba kembali berperang melawan musuh-musuh kegelapan yang berada di sela-sela sel saraf otakku. Mencoba untuk tertidur dan tidak mengacuhkan mereka-mereka yang merayu dan menyembah kematian.
"Eh, lihat dia, katanya diperkosa pacarnya."
"Kalau sama pacarnya berarti mau sama mau dong. Playing victim doang paling."
Aku menghela napas, jari-jariku menegang. Kepalaku seperti memutar kembali memori mengerikan itu. Hingga beberapa jam kemudian aku melangkah di bawah cahaya. Melepas semua suara itu sebelum akhirnya jatuh ke dalam kegelapan dan penyesalan.
Kudengar tangis keluargaku sekejap sebelum menghilang, bersama bisikan sialan itu.
YOU ARE READING
Mereka Bilang
Short StoryMereka bilang dunia ini tentang hitam dan putih. mungkin mereka lupa tentang adanya abu-abu. --- Hanya sebuah gabungan kata-kata dan wujud dari abnormalitas pemikiran dan persepsi. Forursmile.2018