prolog

6 0 0
                                    

Aku mengikuti perempuan itu dengan hati hati. Aku takut jika ketahuan olehnya kalau aku ternyata sengaja mengikutinya. Diam-diam aku mengintipnya dari balik tembok sekolah. Aku mengernyitkan dahiku dengan heran. Mau apa dia kemari? Di belakang sekolah pula? Bukannya perempuan seperti dirinya seharusnya pergi ke perpus atau ke taman. Eh atau tidak kekantin.
Aku memicingkan mataku saat kulihat lagi perempuan itu duduk di bawah pohon sembari mengeluarkan sebuah buku bersampul hitam. Tapi kuyakin sepertinya itu adalah buku diary. Bentuknya saja sangat tebal dan mini. Aku mengeluarkan seluruh tubuhku dari balik tembok dan mencoba bersembunyi di pohon yang berada di sekitar perempuan itu. Aku penasaran dengan apa yang dilakukannya.

Tangan mungilnya mulai menari di atas kertas cokelat itu. Tatapannya seperti mengisyaratkan sebuah kesedihan,mungkin? Aku tidak terlalu jelas melihatnya. Wajahnya hanya terlihat dari samping. Rambut cokelatnya beterbangan seiring dengan kencangnya angin yang menerpanya. Aku terpaku dan membeku. Dia menangis sendiri. Tapi tangannya masih tetap menuliskan sesuatu di atas buku itu. Sekali lagi kutatap dirinya dengan lamat. Aku yakin perempuan itu sedang bersedih dan masalahnya mungkin sangat besar.

Ingin sekali aku mendekatinya dan merangkulnya. Tapi aku tidak mau mengganggu dirinya. Aku tahu kalau diantara kami tidak pernah ada kedamaian. Tidak lucukan jika aku mendadak memeluknya dan menenangkannya? Sebaiknya aku mengurungkan niatku. Aku juga sadar sudah terlalu jauh mengikuti gadis itu. Aku mulai beranjak dari posisiku dan hendak meninggalkan tempat itu diam-diam tanpa sepengetahunnya. Tetapi mendadak tubuhku kaku dan beku. Aku tahu kalau tanganku sebelah kiri di cekal oleh seseorang. Tetapi siapa? Setan? Masa iya, setan datang disiang bolong. Saat aku hendak berbalik tubuhku kembali kaku dan beku. Suara itu...

"Leon?"

***

LeoNellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang