satu

30 0 0
                                    

Menjadi si bungsu dari sebuah keluarga terkadang harus bisa sabar. Apalagi jika jarak usia yang cukup jauh, yaitu 12 tahun. Dan inilah aku, Dannisa putri salsabila, putri paling bontot dari keluarga ini.
"Nissa....", barusaja terdengar di telingaku suara bunda memanggil. Aku pun bergegas menemui beliau dikamar.
"Ya, bun. Ada apa?" Aku sudah berada dikamar sederhana bunda. Aku bukanlah anak orang kaya yang mempunyai rumah dan fasilitas serba wah. "Nissa akan berangkat sebentar lagi bun. Apa bunda nggak papa Nissa tinggal?" Tambahku. Aku melihat senyum lemah diberikan bunda. Bunda sakit sejak 6bulan lalu. Kami punya sebuah toko kelontong kecil-kecilan. Dan mengurus toko itu sekarang menjadi pekerjaanku. Dulu ibu yang melakukannya. Tapi sekarang sudah tak lagi bisa. Sehingga aku memutuskan untuk mengurusnya. Ketiga kakakku sudah berkeluarga, dan tinggal di kota lain. Meski masih sering mengunjungi aku dan bunda.
"Nissa, bunda nggak papa kok sendiri dirumah." Bunda meyakinkanku. "Kamu kerja aja ya. Sekarang berangkat. Nanti kesiangan buka tokonya"
Aku menatap bunda, entah kenapa rasanya hari ini aku sangat tidak ingin meninggalkan bundaku ini. Entah lah... aku segera menepis fikiran buruk yang muncul difikiranku dan mengangguk. Meraih tangan keriput bunda yang selama ini telah merawat kami sejak bayi. "Nissa pergi bunda. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam"

####
Waktu berlalu. Aku masih melayani pembeli ditoko ketika suara tante Mia tetangga sebelah rumah memanggilku. Aku mulai merasa tak nyaman lagi.
"Nis..., kamu pulang sekarang ya nak"
Aku melihat raut sedih diwajahnya. Membuatku semakin sesak nafas. Otakku langsung menyebut satu nama, Bunda.
"Bunda kenapa tante?" Sahutku sambil segera meraih tas selempangku dan menutup toko.
"Kita pulamg dulu"

###
Kakiku bagai jelly ketika sampai dirumah nendapati banyak orang dirumahku. Firasat buruk sudah merasuk dalam otakku. Aku melangkah menuju kamar bunda. Disana ada beberapa orang asing yang tak kukenal.
"Nissa... , kemarilah sayang"
Suara bunda menyadarkanku. Menghapus segera air mata yang menitik dipipiku dengan punggung tangan. Aku lega ibu baik-baik saja. Seraya tersenyum aku memeluk bunda. Hanya bunda yang kumiliki selain ketiga abangku. Ayah sudah berpulang saat aku masih sekolah menengah atas.
"Nis, bunda dan alm. Ayah dulu pernah berjanji dengan om Hendra. Temannya alm. Ayah kalau akan menjodohkan putri kami dengan anak om Hendra."
Aku terperangah mendengarnya. Bukan maksud ingin membantah. Aku adalah anak penurut. Tapi informasi barusan membuatku shock. "Kamu sudah cukup dewasa Nissa. Dan ibu sudah semakin lemah."
Besok kamu akan segera menikah dengan anak om Hendra dan tante Rini, Rafka."
Aku ingin mengelak tapi melihat wajah bunda yang semakin pucat membuatku membatalkan niatku. Tiba-tiba aku merasakan usapan dirambutku.
"Iya sayang, kamu akan menjadi bagian dari keluarga kami"
Aku beralih menatap wanita paruh baya disampingku. Wanita yang masih tampak cantik di usianya yang tak lagi muda.

###
Aku masih merasa semua ini seperti mimpi. Aku tak menyangka akan menikah secepat ini. Tanpa mengenal siapa yang menjadi suamiku. Aku telah mengungkap keberatanku pada bang Arkan, abang sulungku. Tapi dia hanya mengatakan tidak baik melanggar janji yang telah disepakati oleh kedua orang tua kami. Aku mengeluh kenapa harus aku? Kenapa bukan mereka saja yang menikah dengan putri dari om Hendra. Dengan bodoh dan egoisnya aku melupakan kalau abang-abangku ini telah beristri dan memiliki anak, apalagi setelah diperkenalkan dengan anak-anak dari om Hendra. Ternyata Rafka anak pertama mereka. Dan adik perempuannya masih anak SMA.

Ketukan pintu kamarku menyadarkan lamunanku. Terdengar suara pintu terbuka. "Nis, ayuk kedepan. Sekarang kamu sudah sah berganti status jadi istri." Kak Anna, istri bang Arkan sudah mengamit lenganku. Sekali lagi aku melihat pantulan diriku dicermin. Mengenakan hijab sewarna dengan kebayaku, putih bersih. "Ya Allah, mudahkan jalanku dari sini." Aku membatin.
Berjalan mengikuti kak Anna sampai halaman depan rumahku. Dalam waktu yang luarbiasa pendek sekarang halaman yang biasa lengang, sekarang ada sebuah tenda berdiri. Dengan hiasan bunga dan dekorasi berwarna putih dan merah muda. Satu kata indah.
Aku duduk disamping bang Rafka, ya sekarang pria ini adalah suamiku. Pria yang tampan, dengan postur tubuh tinggi dan tampak begitu gagah dimataku. Apa aku pantas disandingkan dengannya. Rasanya aku jadi rendah diri sekarang. Dia mengulurkan tangannya untuk kusalami. Aku menyambut tangan itu, terasa bagai tersengat listrik saat bersentuhan. Kucium punggung tangannya, dan dia mengecup dahiku. Jantungku berdetak dengan cepat. Tak pernah aku sedekat ini dengan seorang pria. "Selamat datang istriku," dan dsinilah sekarang hidupku berubah.
#####

Hai... aku baru belajar mangalurkan sesuatu yang ada dalam fikiranku. Typo mungkin. Minta masukan juga buat kedepannya supaya juga bisa menghasilkan karya seperti para senior.
Salam kenal.

Cinta Tulus Untuk NissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang