Empat

14 0 0
                                    

Author pov

Suasana pesta sangat ramai. Nisa sedang berbincang dengan 3wanita. Mereka adalah pasangan dari sahabat Rafka.

"Gak nyangka aja lho ya si Rafka malah duluan nyusulin Adam nikah." Vania si gadis cantik dengan tubuh bak model membuka suara.

"Gak salah lah pilihan om Hendra ma tante. Cantik dan anggin gini" Soraya menimpali

"Kalian berlebihan banget mbak.., aku nggak seperti yang kalian bilang" Nisa merasa aneh saja ketika para pasangan teman suaminya ini terus memuji.

"Gak usah sungkan gitu ah, Nis..
Sekarang kamu udah jadi bagian dari kita. Anggap aja saudara sendiri, ya gak Van?"

"Heemh..."

"Eh, Nis rencana mau honeymoon kemana?" Pertanyaan dari Sofia hanya dijawab gelengan dari Nisa.

Dia bingung mau menjawab apa. Walau seminggu ini mereka tinggal dirumah yang sama tapi Nisa selalu ditinggal lembur saat malam. Sang suami akan kekamar saat Nisa sudah terlelap. Selalu seperti itu setiap harinya. Meski di siang hari suaminya selalu bersikap hangat. Kadang juga menunjukkan kemesraan didepan keluarganya. Tapi malam hari akan menjadi sosok yang berbeda.

Nisa tak tau apa yang ada difikiran sang suami. Dia juga tak berani bertanya mengenai hal ini. Meski egonya sebagai istri terluka.

Apa boleh buat mungkin memang begini takdir hidupnya. Setidaknya suaminya masih memperlakukannya dengan baik.
"Gak tau deh Sof, mas Rafka juga lagi subuk sibuknya"

Setelah beberapa jam akhirnya pesta sudah berakhir. Nisa duduk disebuah sofa sambil memijit kakinya.  Karena tak terbiasa dengan high heels jadilah sekarang kakinya lecet.
Sekarang mereka ada di sebuah kamar hotel tempat pesta tadi.
Karena merasa lelah Rafka memutuskan nginap aja untuk malam ini.

"Capek ya?" Nisa mengangkat wajahnya menatap Rafka.

"Lumayan mas, gak biasa pake heels kayak gini" sahutnya sambil mengangkat heels ditangannya.
"Maaf ya mas kalau aku agak kampungan gak bisa pake heels"
Nisa menunduk karena ditatap dengan intens oleh Rafka.

Rafka mengangkat dagu Nisa dengan telunjuknya. Tersenyum pada sang istri.
"Mas suka kamu apa adanya gini. Gak usah merasa grogi sama mas"

Nisa merasakan jantungnya berdebar keras. Mereka belum pernah dalam posisi seintim ini.
"Sudah satu minggu kita menikah, Nis. Tapi kamu masih terasa jauh dari mas."
Nisa menghela nafas, "maaf mas.."

"Bukan salah siapa siapa. Kita hanya perlu saling beradaptasi dan memahami"
Nisa hanya mengangguk sambil menatap wajah suaminya.

Rafka mengelus pelan pipi Nisa, entah sudah seperti apa kondisi jantung keduanya.
Menarik Nisa masuk dalam dekapannya. Mereka terdiam menyelami perasaan asing yang hadir.

"Nisa... mas mungkin bukan suami yang sempurna. Tapi mas ingin berusaha menjadi yang terbaik untuk rumah tangga kita." Rafka mengusap pelan punggung Nisa. Membuat Nisa jadi merinding dengan usapan itu.

"Sekarang bolehkah mas membuka kerudungmu ini?. Bukankah seorang suami boleh melihat keseluruhan dari istrinya?"

Nisa merona mendengar ucapan suaminya. Ia melerai pelukan Rafka dan melepas kerudung yang memang selama seminggu tak pernah dibuka didepan Rafka.

"Cantik" gumam Rafka begitu melihat sang istri mengurai rambutnya. Nisa menunduk karena merasa malu.

"Jangan menunduk! Lihat kemari" jarinya meraih dagu Nisa mendekatkan wajah mereka berdua. Rafka mengecup lama kening Nisa, kedua kelopak matanya, terus merambat kepipi. Nafas keduanya sudah memberat.

"Bisakah kita sempurnakan pernikahan kita, Dannisa istriku?"

Tersenyum dan mengangguk singkat.
"Tentu mas. Jadikan Nisa istrimu seutuhnya."

Rafka pun mulai mengecup bibir istrinya dengan lembut dan perlahan. Semakin lama semakin intens dan dalam.
Dan semuanya mengalir dengan sendirinya menjadi satu berbaur dengan dingin dan heningnya malam.

Yeeyy.... akhirnya mereka udah resmi jadi pasangan yang sesungguhnya..
Manis manis aja dulu kita..

"

Cinta Tulus Untuk NissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang