Dua

15 0 0
                                    

Gerimis masih turun sejak malam. Aroma tanah tercium diindra penciumanku.
Aku duduk didepan sebuah gundukan tanah, makam bundaku.
Sesaat setelah aku telah menjadi istri, bunda tiba-tiba terjatuh. Saat diperiksa oleh dokter bunda sudah tiada. Aku sangat terpukul dengan kejadian ini.

"Ikhlaskan bundamu sayang. Sekarang bunda sudah tenang, tak akan merasa sakit lagi." Ibu mertuaku menenangkanku yang masih terisak sambil memelukku.
"Hari ini kami akan membawa Nisa pulang kerumah kami, nak Arkan, nak Arfa." Tambah mama.
Aku menatap beliau lalu mas Rafka suamiku. Ia hanya mengangguk singkat padaku.
Mas Rafka menghampiri aku dan mama lalu meraih tubuhku untuk dipeluknya.
"Nisa adalah istri saya bang, sudah menjadi tanggung jawab saya untuk menjaga Nisa." Tegasnya pada kedua abangku. Mereka mengangguk.
"Ya, kami sudah melepaskan Nisa untukmu saat kau menunaikan akad kemaren" bang Arfa menyahut. Ia mengelus kepalaku yang tertutup pasmina berwarna putih.
"Sore ini kami akan berangkat"

####
Mas Rafka membawaku kesebuah rumah dengan halaman cukup luas. Rumah bertingkat dua dengan warna cat biru muda.

"Ini rumah kita, ayo masuk!" Mas Rafka sudah membuka pintu rumah. Aku mengikuti dibelakangnya.

"Mas, papa sama mama kenapa belum sampai?" Aku bertanya karena merasa heran hanya kami sudah sampai kerumah. Kami memang berbeda mobil saat pergi tadi.
Dia duduk di sofa yang ada diruang tamu. Menyenderkan tubuhnya, pasti lelah setelah hampir dua jam lamanya menyetir.

"Pulang kerumah papa lah. Memang kemana lagi?" Dia tersenyum. Senyum yang sangat manis. Aku terpaku sesaat, sejak kemaren baru sekarang aku melihat senyum itu.
"Ini rumahku pribadi, sekarang sudah jadi rumah kamu juga." Jelasnya. Aku hanya ber oh saja. Tiba-tiba aku tersadar jika mama papa tidak disini berarti sekarang aku cuma berdua dengan mas Rafka saja ya? Astaga astaga aku jadi langsung kikuk.

"Nis, ayo mas tunjukin kamar kita." Suara mas Rafka menyadarkanku. Kulihat dia sudah berjalan menaiki tangga sambil membawa koperku yang berisi beberapa helai pakaianku. Dia yang meminta tak usah membawa banyak barang. Jadi aku hanya membawa baju saja.
Kuikuti langkah mas Rafka naik kelantai dua. Dia membuka kamar dengan pintu berwarna kuning gading. Masuk kedalam dan dihidangkan dengan kamar yang luas. Tiga kali lebih besar dari kamarku dulu. Di tengah kamar ada tempat tidur berukuran king. Dipojok kanan ada lemari besar dengan empat pintu. Sebuah pintu yang aku kira adalah pintu kamar mandi. Ada jendela menuju balkon yang langsung menghadap kebagian samping rumah. Aku terkesima, tak menyangka jika pria yang aku nikahi bukan pria biasa. Tentu saja bukan? Aku hanya gadis dari keluarga yang bukan orang kaya. Ini sungguh menyanjungku,menjadi istri dari pria yang tampan juga mapan.

"Mas mau mandi dulu. Kamu bisa keliling dulu liat-liat isi rumah ini." Suara mas Rafka mengagetkanku. Aku pun mengangguk mengiyakan kata-katanya.

###
Aku berjalan mengelilingi isi rumah ini. Aku tak habis fikir rumah sebesar ini hanya dihuni dia sendiri saja sebelumnya, sekarang berdua denganku. Langkahku sampai pada area belakang, mataku dimanjakan oleh dapur yang terlihat rapi. Kitchen set, kulkas dua pintu. Aku membuka kulkas memeriksa isinya. Mungkin ada sesuatu yang bisa kumasak untuk makan malam.
"Adanya cuma telur dan sosis ya?" Tanyaku pada diri sendiri. "Oke, masak nasi goreng saja kalau begitu."

Aku mulai kegiatan dapurku dengan memasak nasi dahulu. Sambil membersihkan bagian dapur yang agak berdebu. Mungkin karena ditinggal selama tiga hari jadi agak kotor. Setengah jam aku berkutat didapur. Sekarang aku sudah menghidangkan dua piring nasi goreng sosis diatas meja makan.
Suara langkah kaki terdengar,
"Kamu masak Nis?"
Aku jadi gugup, "Maaf mas, aku fikir nggak masalah kalau masak makan malam buat kita. Maaf kalau Nisa lancang mas." Aku menunduk dan meremas jari tanganku.

"Hei... calm down. Gak masalah kok" dia meraih tanganku. Dan mendudukkan ku dikursi sebelahnya.

"Ini rumah kamu juga kan? Jadi kamu berhak ngapain aja. Gak papa kok"

"Iya mas."

"Mas gak nyangka aja kalau kamu bisa masak. Yuk makan, trus kamu istirahat. Pasti capek kan?"

Aku hanya mengangguk. Ya Tuhan, bagaimana hatiku tidak berteriak senang jika suamiku semanis ini.

Cinta Tulus Untuk NissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang