RINDU YANG PERTAMA

6 0 0
                                    

Dia hanya seorang gadis desa, namun semangatnya dalam mencari ilmu mengantarkanya hingga ke kota impianya. Solo, ya, kota yang menjadi tujuan para pencari ilmu. Isfiyatul Aisyah, gadis yang baru saja tamat SMA ini pertamakali menginjakan kakinya di kota Solo.

"Ta, ini bener kan stasiun Balapan?" tanyanya pada sahabatnya. Ita, sahabat seperjuangan dari SMAnya dan sama-sama tinggal di asrama.
"Iya Aisy,  tadi Mba Muna udah sms ko. Berarti kita tinggal nunggu jemputan Mba Muti." Jawab Ita dengan raut meyakinkan.
"Ya udah lah, kita sabar ya.. Ehh ta, apa itu Mba Muti?" Jari Aisy menunjuk ke sebrang jalan.
"Assalamu'alaikum.." Ucap seorang berjilbab lebar, lengkap dengan penutup mukanya.
"Wa'alaikumussalam.." Jawab Aisy dan Ita serempak.
"Ma Sya Allah.." Aisy membatin. "Mba Muti yah?" Ucapnya lantang.
"Iya.. Ini Aisy dan Ita?" Lembut suaranya bagai sutra.
"Iya mba.." Jawab Ita dengan keramahanya.
"Yo langsung saja kita ke asrama, kalian pasti udah cape" Ajakan Mba Muti sambil merangkul bahu mereka.
"Iya mba.." Jawab Aisy di iringi lesung di pipi kananya.

###

Mata sipit memandang ke seluruh sudut ruang. Tempat yang akan mereka singgahi. Aisy merebahkan badanya di lantai yang beralaskan kasur tipis berwarna ungu.
"Keras, ahh sudah biasa" Batin Aisy menggerutu.
Badan yang merasa lelah berhasil mengunci dua mata, dua telinga, fikiran dan melumpuhkan seluruh anggota badan. Namun, tak melalaikan saat suara adzan berkumandang. Aisy segera bangkit dari tempat tidurnya dan memposisikan dirinya di depan kamar mandi.

Hari tak akan terasa sempurna, tak akan menenangkan hati, bila tak di awali dengan menghadap Illahi.
"Ya Robb, lancarkanlah urusanku" Ucapnya sambil mengangkat kedua tangan. "Ahh, seperti dalam mimpi" Lanjutnya sambil meng geleng-geleng kepala.
Hari demi hari yang di lewati tak akan lengkap jika tak berta'aruf dengan kawan baru. Aisy mencoba menghafal nama kawan-kawan barunya itu.

###

"Maa.. Berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum." lakunya terlihat tergesa-gesa. Mencium tangan ibunyapun dengan tergesa-gesa.
Putih, kurus, tinggi, penampilan rapih. Ya... Pantas jika di sebut sebagai pak guru. Yusuf, sudah 6 tahun mengajar di SMP sejak ia lulus dari SMAnya.

Bola matanya melirik kesana-kemari, lalu berhenti dan memandang ke arah jalan.
Menarik kedua sudut bibir dan membatin "Udah lama ngga ada kabar dari Aisy. Ahh mungkin Aisy akan mendapatkan orang yang lebih baik dari pada aku. Ilmunya jozz, hafalanya mantap, semangatnya dalam mencari ilmupun tetap saja menggebu. Semoga kamu sukses Aisy."
Hati tak bisa berbohong, 6 tahun dan selama itulah rasa untuk Aisy masih tersimpan. Meski kadang bimbang, mengapa mencintai siswanya sendiri. Ya.. Aisy adalah siswanya, menjalin hubungan saat Aisy masih SMP dan Aisy memutuskan saat ia masuk ke asrama di SMAnya.
Tangan kananya masih memegang dagu, bibirnya masih tersenyum, matanya belum juga berkedip.
"Pak.." Tegur Iman, patner kerja Yusuf. Suaranya telah meleburkan lamunan Yusuf.
"Oh iya, kenapa Pak Iman?" Yusuf menatap wajah Iman dan tersenyum.
"Pasti nglamunin Aisy. Udah si lamar aja, Aisy kan udah lulus SMA." Kata Iman sambil meledek.
"Ah Pak Iman ini, Aisy masih lanjut kuliyah Pak."
"Iya ta?"
"Kabar-kabarnya sih gitu."
"Ya udah, sabar kalo gitu" Nasehat Iman sambil menepuk pundak Yusuf. "Eh, ada surat yang harus di kirim ke SMA Jeruk nih Pak, daripada melamun, mending anterin ge, barangkali di sana ketemu Aisy kan.." Ledek Iman lalu pergi.
"Eh, ngledek." Jawab Yusuf dengan suara lantang.

##
"Ehh Pak Yusuf" Sapa ratih pada guru SMPnya dulu. "Pak Yusuf pasti mau jenguk Mba Aisy" Ledek Ratih.
Yusuf hanya tersenyum mendengar Ratih.
"Pak, Mba Aisy sekarang di Solo loh. Aku kira mau nikah sama Pak Yusuf."
"Mba Aisy mau persiapan ilmu dulu."
"Cieee tahu banget.." Ratih terus meledek.
"Udah-udah." Tegur Yusuf. "Pak Guru mau ke kantor dulu." Sambil melangkah masuk ke kantor.
Ratih tertawa sambil memandang wajah Dewi yang ada di sampingnya.
"Dew, kamu masih punya nomer hpnya Mba Aisy kan?"
"Ya masih, emang kamu ngga punya?" Jawab Dewi sambil mengangkat alis kananya.
"Hpku baru diganti, nomer temen-temen ngga ada, termasuk nomer Mba Aisy." Ratih tersenyum sambil menyandarkan kepalanya di bahu Dewi. "Minta ya Dew.." Ratih merengek seperti anak kecil.
"Iya ini aku kasih, tapi jangan macam-macam ya, kasian Mba Aisynya." Jawab Dewi dengan halus sambil memberikan nomernya.
"Iya janji In Sya Allah." Ratih mengambil nomernya dan mencatatnya. "Jazzakillah Khoir.. Aku mau langsung sms nih."
"Wa iyyaki." Tersenyum sampai matanya menyipit. "Eh aku masuk dulu ya ke kelas." Sambil beranjak.
"Oke.. Bayy..." Ratih melambaikan tangannya."Ah aku mau sms." Ratih berbicara di dalam hatinya.
(Ratih) Assalamu'alaikum. Mba Aisyah, ini Ratih..
(Aisyah) Wa'alaikumussalam. Ehh Ratih..
(Ratih) Apa kabar mba..? :)
(Aisyah) Alhamdulillah baik, kamu sendiri?
(Ratih) Alhamdulillah baik juga. Ehh mba...
(Aisyah) Kenapa Ra?
(Ratih) Mba Aisyah, aku kira Mba mau menikah, ternyata sekolah lagi. Tadi Pak Yusuf kesini loh, aku bilang Mba Ratih sekarang di Solo.
Hp Ratih tak berbunyi lagi, ternyata Aisy tak membalasnya.
"Ah. Mba Aisy sekarang kalau aku bahas Pak Yusuf dia ngga respon, apa udah ngga suka lagi yah." Batin Ratih menggerutu.

###

"Ah, bahas dia lagi. Aku kan rindu..  Tapi, nggak-nggak" Aisy menggeleng-gelengkan kepalanya, diambilah sebuah buku kecil dan pena, aisy mulai berpuaisi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KAMU DALAM PUISIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang