Pemuda itu tak bisa bergerak, tubuhnya yang sakit dibiarkan meringkuk di atas aspal. Pandangannya kabur, tidak peduli lagi dengan perkelahian yang terjadi di sekitar.
Beberapa menit kegaduan mulai berangsur hilang. Ia masih memejamkan mata erat, mempersiapkan diri kalau-kalau ada pukulan berikutnya yang harus ia terima. Tapi daripada pukulan yang menyakitkan, tepukan lembut pada bahu kiri menyadarkannya.
"Kau tidak apa-apa?"
Suara itu begitu menenangkan, ia memberanikan diri membuka mata. Seorang pemuda luar biasa manis menatapnya dengan senyum lebar ramah. Menilik dari seragamnya, ia bernama Arthit dan seorang kakak kelas.
"Kalau kau tidak suka, kau bisa mengatakannya. Kalau kau tidak ingin, kau bisa menolaknya. Hidupmu ada ditanganmu sendiri, bukan pada orang lain. Jangan biarkan orang lain menyakitimu hanya karena kamu mimilih untuk jadi dirimu sendiri."
Nasehat itu mengubah persepsinya. Usapan ringan ia dapatkan dari Arthit di rambutnya yang basah karena keringat. Ia meringis, saat jari Arthit tidak sengaja menyentuh luka di pelipis.
"Maaf," Arthit meniup luka itu perlahan, jaraknya begitu dekat sampai ia bisa mencium parfum dari tubuh kakak kelasnya itu. Tidak menyengat, lembut, membuatnya terbuai.
"Ai'Ryu akan melaporkan mereka semua ke kepala sekolah."
Arthit menatapnya dengan paras yang patut dipuji. Senyumnya menyejukkan, perangainya mampu menghancurkan sisi acuh dalam dirinya. Hanya dalam waktu kurang dari lima menit, Ia tahu bahwa ia telah jatuh hati pada pemuda ini.
Pemuda lainnya datang dari kejauan. Lencana OSIS tersemat di dada. Ia tidak terlalu memperhatikan, Atensi Arthit di hadapannya jauh lebih menyita perhatian.
"Siapa namamu?"
Pertanyaan dari Sang Ketua OSIS tidak diindahkan. Arthit yang menatapnya dengan bingung terlihat menggemaskan.
"Hey, siapa namamu?" merdu suara Arthit kini yang ganti bertanya.
Sudut bibir yang robek tak menghentikannya untuk tersenyum.
"Aoy"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Khaofang tidak pernah menduga bisa bertemu Kongpob kembali setelah sekian lama. Terakhir kali mereka bertatap muka terjadi saat upacara kelulusan lelaki itu. Khaofang masih ingat bahwa ia dengan malu-malu menyerahkan sebuket bunga kesukaan dan mengucap selamat untuknya. Perasaan gadis itu masih sama, rasa suka itu masih tumbuh di dalam hati, jarak dan kenyataan bahwa Kongpob sudah memiliki orang lain nyatanya tidak bisa memangkas habis cintanya.
Pelayan muda datang membawa pesanan. Dua cangkir kopi hitam, dan dessert pilihan masing-masing.
"Aku tidak tahu kalau P'Kongpob suka kue-kue manis," ucap Khaofang, tak lepas memperhatikan potongan kue cokelat yang tampak manis dan lembut dengan whipcream dan taburan kacang almond di piring milik Kongpob.
KAMU SEDANG MEMBACA
APOGEE
FanfictionKONGPOB X ARTHIT. Menghilangnya Arthit setahun silam, memaksa Kongpob berhadapan dengan ranah kehidupannya yang kelam. Arthit Rojnapat. Siapa dia sebenarnya? Inspired by Kaoru Igarashi's work and Tetsuya Nakashima's Kawaki 🌿