BPD [myg].neli

109 11 95
                                        

Pesanaan atas nama Dylan a.ka Neli dylan_0106
Maaf kalau tidak sesuai ekspetasi
Next cerita abis gue UPM ya.

***

Selama ini, aku selalu berpikir bahwa hidupku itu harus membuat banyak orang bangga.

"Yoongi, jangan lupa latihan basket untung pertandingan besok."

Sosok lelaki jangkung berkulit putih itu tersenyum ambang pada sosok dosen kampusnya yang menyapanya barusan. Lelaki tersebut adalah Yoongi, Min Yoongi. Sulit untuk menyebutnya sebagai lelaki biasa.

Yoongi lebih menyerupai dewa, dengan kecerdasan di atas rata-rata, juga kemampuan fisiknya yang melebihi batas manusia. Dosen-dosennya lebih suka menyebutnya anak emas kebanggan Kampus Suran.

Musik, Olahraga, Bahasa, Matematika, ia menguasai semuanya hanya dengan sekali lihat. Seolah-olah, otaknya mengolah seluruh potensi yang ada dalam diri manusia. Tapi, mau bagaimanapun, itu adalah satu-satunya kehidupan yang Yoongi tahu.

"Yoongi! Kita belum latihan tahu!" pekik seorang gadis yang tiba-tiba masuk ke ruang musik tempat Yoongi duduk saat ini.

Sebetulnya, saat ini pening mulai merasuki dirinya. Tapi rasa pening itu ia hiraukan karena kehadiran Yongbin—kekasihnya. "Maaf tapi aku harus latihan basket sekarang," ujarnya lemas.

Gadis itu memilih diam. Mungkin tak lagi dapat berkata apapun oleh pilihan yang Yoongi buat minggu lalu. Lelaki itu berniat mengikuti semua lomba yang diadakan di kampus lain. Lomba debat, lomba speech, lomba spell, lomba matematika, dan bahkan lomba basket, terakhir ... lomba menari salsa dengan gadis itu sendiri. "Yoongi, kumohon jangan terlalu keras dalam berlatih," ingat Yongbin saat Yoongi mengecup dahinya sebelum berpamitan dan pergi dari ruang musik.

Sekali lagi. Yoongi hanya ingin membuat semua orang bangga padanya. Hanya ingin ia menjadi yang terbaik dari yang terbaik. "Kalau tidak jadi yang terbaik, kau sama saja seperti sampah!"

Adalah kalimat yang tak pernah sama sekali dilupakan oleh Yoongi yang diucapkan oleh ayahnya sendiri.

Sejak pagi, ia sudah berlatih pidato hingga jam 9, lalu setelah itu ia berlatih musik hingga sekarang, dan saat ini, ia harus langsung ke ruang olahraga untuk latihan basket. Rasanya seperti ... seluruh kehidupan Yoongi dipertaruhkan di dalam lomba ini.

Ia terus menerus mengatakan pada dirinya sendiri kalau ia baik-baik saja padahal ... mungkin tidak.

***

Keringat membanjiri seluruh tubuh Yoongi. Rasa lelah sudah menggerogoti tubuh. Pikirannya sudah penuh oleh hal-hal yang ia hapalkan sejak pagi tadi. Tapi, tangannya sejak tadi masih asik mendribble bola hingga memasukan bola tersebut ke dalam ring tanpa meleset sama sekali.

Padahal, kampus sudah sepi. Langit sudah gelap. Malam telah datang. Udara mulai melarut dengan hawa dingin yang mengancam tubuh siapa saja, tapi Yoongi tetap di sana, sendiri dengan permainan bolanya. Seperti tak memiliki rasa lelah. Hanya memikirkan soal perkataan ayahnya tentang menjadi yang terbaik atau sampah.

"Ya! Kalau tidak jadi yang terbaik, kita hanyalah sampah!!"

Ia mengernyit sendiri. Menengok ke kiri, lalu ke kanan. Ruangan yang ia pijaki sudah sepi sejak pukul 5 sore. Dan di tempat ini, hanya ada ia sendiri dengan pintu ruangan tertutup. "Apa aku dengar sesuatu tadi?" ujarnya sendiri.

Hah, mungkin saja karena rasa lelahnya. Mungkin Yoongi butuh tidur saat ini untuk menghadapi hari esok soal lomba-lomba yang akan dihadapinya.

***

Req Story - BTS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang