Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah kenaikan kelas.
Pagi ini, tepat pukul 3 pagi Elisa terbangun dari tidurnya. Lagi, lagi, dan lagi, setiap kali ia terbangun ia selalu mendengar teriakan ayahnya yang selalu memaki-maki bundanya itu. Orangtua Elisa selalu bertengkar di dapur. Dan kamar Elisa tepat di atas dapur. Mau tidak mau ia harus selalu mendengar makian yang keluar dari mulut ayahnya dan tangisan-tangisan bundanya itu. Sependengaran Elisa, bundanya tak pernah membalas makian ayahnya. Bunda selalu diam dan menangis. Bunda rela dipukul, ditampar, dan diberi umpatan-umpatan kasar oleh ayahnya. Bunda tidak pernah melawan.
Untuk pertama kali, pada hari ini, Elisa memberanikan diri turun ke dapur. Elisa memberanikan diri untuk membela bundanya.
Satu persatu anak tangga dituruninya. Sampai akhirnya, Elisa sampai di depan ayah dan bunda nya yang masih saja bertengkar."Yah.., Bun" ujar Elisa lirih. Ayah dan bundanya langsung menatapnya. Elisa sebisa mungkin menahan airmata yang sebentar lagi akan meluncur bebas di pipinya. "Buat apa sih ayah sama bunda berantem terus?"
"Apa urusannya sama kamu? Hah! Ini urusan orang dewasa, buat apa kamu ikut campur!" bentak ayah Elisa. Jujur saat ini nyali Elisa mendadak ciut. Tapi, ia harus tetap memberanikan diri untuk berbicara.
Elisa berjalan mendekat, mendekap sang bunda tercinta. "Yah, bunda itu salah apa sama ayah? Kenapa ayah sampe setega ini sama bunda? Bunda rela ayah pukul, ayah tampar, tapi selama ini apa salah bunda yah" ucap Elisa, pertahanannya sudah runtuh, airmata itu telah mengalir bebas di pipi Elisa.
"Cukup Lisa! Ayah bilang sekali lagi, ini bukan urusan kamu! Sekali kamu ikut campur, kamu akan tanggung sendiri akibatnya!" ucap ayah Elisa dengan sangat marah. "Tapi yah, bunda gak salah. Bunda......", belum sempat Elisa melanjutkan, tangan kekar ayahnya langsung menampar pipi Elisa dengan keras. Pipi Elisa sampai memerah.
"Kamu itu benar-benar ya Lisa!" ujar ayah Elisa dengan api yang menyala-nyala di kedua matanya. Elisa menangis. Elisa menangis di pelukan bundanya. "Sudahlah sayang, tidak usah membela bunda, ini sudah pukul 5, lebih baik kamu bersiap untuk berangkat ke sekolah" kata bunda Elisa dengan lembut sambil mengusap kepala Elisa. Elisa mengangguk. Meninggalkan ayah dan bundanya lalu menuju kamar.
Sesampainya di kamar, Elisa menata kamarnya terlebih dahulu. Setelah itu baru Elisa menyiapkan seragam sekolah dan segala keperluan sekolahnya.
Elisa bergegas mandi. Ketika ia mandi, pipinya terasa perih. Bekas tamparan ayahnya yang bercampur dengan air showernya sungguh membuat ia meringis.Selesai mandi, ia bersiap untuk ke sekolah. Elisa bukan tipikal cewek yang suka dandan. Tapi untuk kali ini, ia memakai bedaknya untuk menutup memar di pipinya. Setelah selesai dengan memarnya itu, Elisa menyisir rambutnya. Ia menggerai rambutnya, berjaga-jaga untuk menutup memarnya bila bedak itu pudar atau sebagainya.
Elisa sudah siap berangkat ke sekolah. Ia melirik keluar rumahnya lewat jendela kamarnya. Mobil Senja sudah sampai di depan rumahnya. Elisa selalu berangkat bersama Senja menggunakan mobil milik Senja yang dikendarai oleh supir Senja. Biasanya pukul 6.10 mobil Senja sudah terparkir rapi di depan rumah Elisa. Dan saat ini juga sudah pukul 6.15. Elisa segera bergegas turun. Ia mencari orangtuanya. Sayangnya, Elisa tak menemukan ayah maupun bundanya. Ia lalu berlari keluar rumah menuju mobil Senja.
Sampai di mobil Senja, Elisa mengetuk kaca mobil Senja dan bergegas masuk. Senja yang melihat Elisa langsung bertanya, "Kenapa Sa? Berantem lagi?". Elisa hanya menjawab pertanyaan Senja dengan senyuman dan menyuruh Pak Dani -supir Senja- untuk melanjutkan perjalanan ke sekolah.
"Yang sabar Sa, ini udah masuk kelas 11, kurang-kurangin lah nangis. Gak usah terlalu mikirin ortu lo yang berantem terus. Ada saatnya hidup lo buat seneng-seneng dan ada saatnya juga hidup lo buat mikirin masalah-masalah itu" ujar Senja menenangkan Elisa. Elisa tersenyum kemudian berkata, "Tadi gue ditampar ayah. But, its okay, Nja. Gue bakal ikutin usulan lo. Gue bakal fokus dulu di kelas 11 ini. Setiap sabtu sama minggu gue bakal nginep di apart bang Riko. Nenangin pikiran. Lagi pula bentar lagi OSIS mau ngadain pensi dan teater mau ngadain penpro. Kalo ada pensi otomatis ada musik, dan pasti gue juga disuruh tampil. Lo juga, jangan mikirin cogan mulu. Pikirin OSIS juga. Tu mata ijo mulu setiap liat cogan". Setelah Elisa berkata seperti itu Senja langsung mengerucutkan bibirnya dan membuat Elisa tertawa terbahak-bahak.
"Elo mah gitu Sa, ya lagian cewek mana sih yang matanya gak ijo ngeliat cogan" ucap Senja membela diri. "Eh, gue engga tuh, apa lo" jawab Elisa sambil menjulurkan lidahnya.
"Udah-udah neng, ini sudah sampai di sekolah" ucap Pak Dani. Jarak dari rumah Elisa ke sekolah memang dekat, cukup 10-15 menit saja jika mengendarai mobil atau motor dengan kecepatan sedang.
"Yaudah pak, kita berdua masuk dulu ya pak. Bapak hati-hati di jalan" ucap Senja diikuti dengan Elisa yang mengangguk-anggukkan kepalanya. Pak Dani tersenyum lalu menjawab, "Iya neng, neng juga yang pinter sekolahnya. Assalamualaikum". "Waalaikumsalam pak" ucap Senja dan Elisa bersamaan.
Senja dan Elisa turun dari mobil. Dalam hati Elisa berkata, "Semoga hari ini menyenangkan Elisa! Gak usah pikirin kejadian tadi! Semangat Elisa!"
🥀🥀🥀
Hallo gaiss👐
Part satu amburadul gitu ya keknya :v
Ditunggu vomment nya ya gais
Kritik saran yang membangun juga ditunggu :))
Di share ke temen temennya juga bolehh :'vI luv u❤
-aul❤

KAMU SEDANG MEMBACA
UNEXPECTED
Teen FictionBercerita tentang seorang gadis bernama Elisa Aqeela Putri. Elisa yang memiliki masalah besar di rumahnya hingga Riko (abangnya) sampai pergi dari rumah itu. Elisa yang hanya memiliki beberapa orang yang dapat membuat ia jauh lebih merasa bahagia ke...