1. Menyebalkan ?

177 14 5
                                    

❤Sesibuk apapun kita jangan sampai melupakan kewajiban sebagai seorang hamba, karena kasih sayang-Nya sungguh tiada batasnya❤


Nampak gurat lelah dari wajah Rara yang masih bergelung dalam selimut tebalnya, seolah enggan untuk mengakhiri tidur dan menjalani aktivitasnya hari ini.
Humaira Syifa Rahman, seorang mahasiswi semester akhir yang kini sibuk menyusun skiripsinya.
Setiap malam ia sering duduk di meja belajar ditemani secangkir kopi disisinya.
Sering mengorbankan waktu tidurnya dan lebih memilih berkutat dengan buku-buku tebal dan sebuah laptop yang terpampang nyata di depannya.
Begadang untuk menyicil skripsi adalah rutinitas baru bagi gadis itu. Putri bungsu dari pasangan Rahman dan Fika itu baru beranjak ke ranjang king sizenya ketika jam dinding menunjukkan pukul 2 dini hari.
Cahaya mentari yang menembus tirai jendela kamar bernuansa biru putih itu membuat sang pemiliknya mengerjapkan mata menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Namun Rara seperti tak peduli dan membalikkan tubuhnya berniat untuk melanjutkan tidurnya.
Triingggggg

Ketika ia baru saja ingin menutup matanya kembali, suara jam beker yang berdering membuat Rara tersentak dan segera melihat ke arah jam dinding diatas nakas.
"Mampussssss, 20 menit lagu gue akan terlambat masuk kelas" Rara panik ketika melihat jarum jam di angka 8 lewat 40 menit.
Seakan menyadari dosen yang masuk adalah salah satu dosen dari jajaran dosen kille, Rara langsung berlari mengambil handuk dan menuju kamar mandinya secepat yang ia bisa.
Terdengar suara pintu ditutup dengan keras oleh pemiliknya, tak berselang lama terdengarlah suara gemiricik air yang berjatuhan dari shower.
5 menit kemudian pintu kamar mandi itu terbuka dan terlihatlah Rara yang grasak grusuk mengambil pakaian dari lemarinya dan kembali memasuki kamar mandi untuk memakainya.
Setelah keluar dengan pakaian lengkap untuk pergi ke kampus, Rara duduk di depan meja rias untuk menyusun rambutnya, tak lupa juga ia memoleskan sedikit bedak tabur dan lipbalm di bibirnya unyuk menyamarkan kepucatan di wajahnya. Rara pun segera mengambil tasnya dan menuruni tangga dengan cepat.
Rara pun mendudukkan tubuhnya dikursi yang biasa ia tempati, disisi kirinya duduk Bunda tercintanya. Menyadari formasi yang tak lengkap di meja makan, Rara pun heran kemana kedua kakanya itu.
"Bun, Ka sama Ka Kevin kemana? Tumben mereka gak sarapan bareng" Rara mengunyah roti selai kacang itu sambil berbicara dengan kesusahan.
Bunda dan Ayah terkekeh melihat kelakuan putri bungsu mereka, putri kecil mereka yang mereka didik dengan penuh kasih sayang sekarang telah tumbuh menjadi remaja yang berwajah imut dengan bulu mata lentik di matanya.
Namun mereka sering sedih ketika melihat anak mereka belum siap menutup auratnya, bukan pakaiannya tetapi hijabnya. Entah apa yang membuat mereka lalai dalam mendidiknya sehingga anak itu tidak mau mengenakan hijab.
Sudah berulangkali mereka mencoba membujuk anaknya agar mengenakan hijab, tapi jawaban anaknya selalu sama, yakni dirinya belum siap.
Mereka juga sebisa mungkin memantau pergaulan Rara dari jauh bahkan dua kakaknya juga sering ikut bersamanya ketika ia pergi bersama teman-temannya. Bukannya tak percaya, hanya saja mereka ingin memastikan bahwa Rara akan baik-baik saja. Namun mereka bersyukur, anak itu tidak terpengaruh dengan pergaulan bebas di luar sana.
"Inikan sudah jam 8 lewat dek, mana mungkin mereka masih di rumah" Ayah menjawabnya sambil terkekeh dan gerak gerik Rara yang tak lepas dari matanya.
"Ya Allah adek lupa, adek juga hampir telat Yah Bun karena bangun kesiangan. Untung aja tadi adek udah sholat subuh" Rara menepuk jidatnya dan segera menghabiskan secangkir susu hangat yang telah disiapkan Bundanya. Rara pun segera menyalimi kedua orang tua nya dan segera berlari untuk menuju pintu utama.
Rara bersyukur ketika mobilnya sudah dipanaskan dan berada dihalaman, setidaknya itu akan membantunya sedikit lebih cepat sampai dikampus.
Rara pun dengan cepat memasuki mobilnya dan menginjak pedal gasnya dengan kecepatan yang bisa dibilang tidak biasa.
Sekali lagi Rara melirik jam tangan yang melingkar indah di pergelangan tangannya, tidak lebih dari 10 menit wakti yang tersisa tapi Rara yakin sebentar lagi ia akan memasuki pekarangan kampusnya.
Mobil putih Rara memasuki area kampus, tepatnya parkiran. Ia melihat mobil Nina telah terparkir rapi tak jauh dan letak mobilnya ini. Secepat mungkin Rara turun dan berlari menuju kelasnya karena 5 menit lagi kelas akan dimulai.
Brukkkkk
Rara merutuki dirinya sendiri karena tak hati-hati ketika berlari, naasnya kini ia menabrak seseorang. Dari sepatunya, nampak orang yang ia tabrak adalah laki-laki. Sebuah pantofel mengkilat membuatnya meneguk ludah dengan susah payah, ia yakin orang itu bukanlah mahasiswa sepertinya.
Ia menyibakkan rambutnya ketelinga sebab tadi ia membiarkan rambut panjangnya itu tergerai bebas. Ia ingin berdiri, namun ketika ia mencobanya, ia meringis melihat sebuah memar dan luka di kaki nya yang mengeluarkan sedikit cairan merah. Ini pasti karena ia terjatuh setelah menabrak orang itu.
"Are you okey ?" suara itu membuat Rara spontan menoleh ke sumbernya.
"Ohh I'm okey, saya juga minta maaf telah menabrak anda. Saya harus pergi sekarang" Rara mengucapkannya dengan cepat ketika ia melihat tampang orang itu yang sepertinya mengkhawatikannya namun anehnya orang itu sama sekali tak membantunya untuk berdiri tadi.
Rara kembali berlari menuju kelasnya, samar-samar ia mendengar orang itu mengucapkan hati-hati dari kejauhan.
Akhirnya setelah menahan air mata yang siap menetes kapan saja, Rara sampai di tempat tujuannya dengan tepat waktu.
"Lohh kamu kenapa Ra? Astagfirullah, kami kok sampai berdarah gini? Ini pasti sangat sakitkan?"
Rara menghela nafas, ia baru saja mendudukkan tubuhnya dikursi. Sekarang ia harus mendengar segala macam pertanyaan yang keluar dari mulut sahabatnya itu. Nina Alfatunnisa, seseorang yang sudah ia kenal ketika mulai sekolah di taman kanak-kanak.
"Kamu minum dulu Ra, sepertinya kamu sangat lelah" Nina menyodorkan sebuah botol minum yang selalu ia bawa dari rumah.
Rara pun dengan senang hati menyambut tawaran sahabatnya itu, rasanya ia ingin pulang sjaa karena rasa sakit di kakinya. Namun sepertinya ia tidak akan melakukan itu, mengingat besarnya perjuangannya demi menginjakkan kaku di kelas hari ini.
Rara pun meneguk air dari botol itu hingga menyisakan setengahnya, ia pun ingin menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Namun terhenti ketika dosen memasuki kelasnya dan membuat keadaan kelah menjadi senyap seketika, tak ada lagi suara anak-anak yang ribut bermain game online. Kemudian Rara segera membenahi duduknya juga menelungkupkan kepalanya dilipatan kedua tangannya, Nina pun juga sudah kembali ke kursinya yang tepat berada disamping kananya.
Rara heran, kenapa yang masuk juatru Pak Arif? Padahal sekarang adalah jadwalnya Pak Anton. Ia melihat itu sekilas dan kembali pada posisinya tadi.
Haisssss, jangan-jangan Pak Anton gak masuk nih
Memikirkan kemungkinan yang bisa saja terjadi, membuat Rara menekuk wajahnya karena bete. Padahal ia telah berjuang mati-mati an untuk masuk kelas Pak Anton. Suara Pak Arif di depanpun membuat Rara terpaksa mengubah pandangannya kedepan.
"Selamat pagi semua" Pak Arif membukanya dan berdiri di tengah-tengah depan kelasnya.
"Sebelumnya saya ingin mengabarkan bahwa Pak Anton tidak bisa mengajar kalian hari ini karena istri beliau sedang melahirkan".
Terdengar suara bisik-bisik anak lain yang merencanakan ingin jalan-jalan karena kelasnya kosong hari ini. Tapi berbeda dengan Rara, ia merasa kesal karena Pak Anton tak masuk. Demi masuk kelas dosen killer itu ia rela membuka matanya secara terpaksa dan tidak menghabiskan sarapan, ditambah lagi kakinya yang memar dan lecet.
"Pak Anton tidak akan masuk selama 10 hari kedepan, dan jadwal kalian akan diganti oleh dosen baru. Jadi tunggu ya, kemungkinan beliau akan masuk se-
"Assalamualaikum" suara salam mengintrupsi semuanya, seolah di aba-abai untuk memandang ke arah pintu. Namun itu tidak berlaku pada Rara, ia masih saja menelungkupkan wajahnya dimeja ketjka ia mendapat kepastian dari apa yang dikabarkan Pak Arif tadi.
Tapi ia juga penasaran siapa itu karena merasa pernah mendengar suara tersebut. Dengan malas akhirnya ia perlahan mengangkat kepalanya ke arah pintu, alangkah terkejutnya ia melihat seseorang yang berdiri disana. Ia tak dapat menutupi ekspresi terkejutnya.

❤❤❤

Haiiiii, aku kembali tapi bukan buat lanjutin ceritanya. Aku akan revisi cerita ini, alur yang berbeda pastinya.
Terus baca Adek Rara yah, dan jangan lupa untuk vote dan komen😄😄

Pemilik HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang