Terbangun karena deringan telepon tengah malam seperti saat ini, bukanlah hal yang mengagetkan bagi Wisnu, salah satu dokter bedah di sebuah rumah sakit terkemuka. Seratus persen jam kerjanya ia berikan untuk para pasiennya. Apalagi saat ini, di usianya yang menginjak tiga puluh dua tahun, ia masih belum berumah tangga. Jam kerjanya yang cukup padat mengharuskannya siap kapanpun ia di butuhkan.
Begitu telinganya menangkap deringan di ponselnya, matanya seketika terbuka. sedetik kemudian di raihnya benda pipih yang ia letakkan di nakas samping tempat tidurnya itu kemudian menggeser layar dan menempelkannya ke telingannya.
"Ya, hallo?"
"..."
"Oke, saya berangkat sekarang"
Setelah mematikan sambungan telepon dari rumah sakit tempat ia bekerja, Wisnu segera bergegas kekamar mandi dan lima menit kemudian ia sudah keluar dengan wajah segar.
Setelah mengganti baju dan meraih ponsel juga dompet, di jejalkannya barang-barangnya itu ke dalam tas kerja yang setia menemaninya.
Hal terakhir yang di lakukannya sebelum meninggalkan apartemen adalah meraih kunci mobilnya. Dengan berlari kecil di susurinya lorong panjang menuju lift untuk segera turun ke basement tempat ia memarkir mobilnya.
"Darurat, pak Wishnu?" pak Sapto,salah seorang petugas keamanan yang sedang berjaga malam menyapanya.
"Iya pak, biasa"
"Hati-hati pak, sekitar lima puluh meter dari kantor pajak di depan sana ada pohon tumbang karena hujan dan angin satu jam yang lalu. Sepertinya sampai sekarang masih belum di singkirkan. Lebih baik pak Wisnu putar arah saja kalau ke rumah sakit" pak Sapto menjelaskan.
"Oke, pak. Makasih banyak. Saya putar arah aja kalau gitu"
Wisnu pun segera memasuki mobilnya dan memacu kendaraannya meninggalkan apartemen. Di lihatnya jam di pergelangan tangannya, hampir jam satu dini hari.
Jalanan tampak lengang meskipun beberapa kendaraan masih terlihat melintas. Masih butuh waktu hampir empat puluh lima menit agar Wisnu bisa mencapai rumah sakit yang ia tuju.
Beberapa saat yang lalu salah satu dokter jaga di rumah sakit tempat ia bekerja menghubunginya karena ada sebuah kecelakaan. Sebuah bis yang oleng menghantam pembatas jalan yang akhirnya terguling. Beberapa korban luka berat juga ringan di larikan kerumah sakit tempat Wisnu bekerja. Sebenarnya sudah ada rekan sesama dokternya yang bertugas malam ini, akan tetapi jumlah korban yang lumayan banyak--Wisnu juga belum tahu pasti berapa jumlahnya--membuat pihak rumah sakit menghubunginya untuk membantu menangani.
Beberapa kali lampu merah menghadang perjalanannya. Ia berdecak tak sabaran. Yang di fikirkannya adalah keselamatan para korban kecelakaan itu. Ia takut jika tak segera mencapai rumah sakit secepatkan akan berdampak buruk bagi mereka.
Kekesalan Wisnu tak segera sirna karena setelah sepuluh menit ia mampu melajukan mobilnya, kembali perjalanannya terhenti akibat kereta api yang melintas.
Begitu palang pintu kereta api terbuka segera dipacu mobilnya. Sepertinya tak masalah jika dia mengebut di pagi buta seperti saat ini. Selain lalu lintas yang sepi, jalan yang ia lalui juga terang dan tampaknya tak ada lubang ataupun kerusakan.
Kesialan tampaknya masih enggan menjauh dari Wisnu karena baru beberapa menit ia menambah kecepatan mobilnya, hujan deras seketika mengguyur. Jarak pandang yang terbatas mengharuskannya kembali menurunkan kecepatan mobilnya.
Untungnya begitu memasuki gerbang tol, hujan mulai sirna tergantikan oleh gerimis. Wisnu segera meraih sebuah kartu yang ia letakkan di dash board sambil menjalankan mobilnya perlahan. Sebuah mobil di depannya masih tak bergerak di palang pintu tol. Ia pun kembali berdecak sebal kemudian meraih kantung plastik berisi kopi kemasan kaleng yang ia letakkan di jok belakang. Saat baru saja tangannya selesai membuka pengait minumannya dan kemudian mengarahkan ke mulut untuk di minum, sebuah ketukan di kaca mobilnya mengagetkannya. Dan begitu ia menoleh, ASTAGANAGA!
Seorang kuntilanak berdiri tepat di samping mobilnya. Kaleng kopi yang sebagian isinya sudah masuk kemulutnya seketika tersembur keluar. Membasahi kemeja, celana juga roda kemudi di depannya.
"Ya Allah! Ampuni hamba jika lalai. Delapan tahun hamba bekerja di rumah sakit belum pernah hamba bertemu kuntilanak ataupun suster ngesot di sana. La ini kenapa kok ada kuntilanak yang nyetop hamba di pintu tol?" Wisnu berulang-ulang menempelkan kedua telapak tangannya sambil mengangkatnya tinggi-tinggi di dahinya.
Terlalu sibuk dengan ketakutannya ternyata tak membuat makhluk yang masih berdiri di samping mobilnya menyingkir. Malah makhluk itu mengetuk kaca mobil semakin kencang.
Wisnu pun membuka matanya yang sempat ia pejamkan karena berharap makhluk itu hanyalah ilusinya belaka. "Ya ampun kok masih belum pergi sih" Wisnu mengeluh. "Apa aku punya dosa sama itu kuntilanak?"
Wisnu memberanikan diri mengusap kaca jendela mobilnya yang tertutup rintik gerimis. Memperhatikan makhluk itu sekali lagi. "Eh, Kok kayaknya kuntilanaknya cantik?" akhirnya setelah membaca doa berkali-kali ia menurunkan kaca mobilnya. Ia akan hadapi kuntilanak itu dengan gagah berani.
"Maaf, mas ganggu. Boleh saya pinjam kartu e-tollnya? Punya saya ternyata saldonya sudah habis."
WHAT! Jadi kuntilanak jaman sekarang canggih juga ya, pake mau pinjam kartu e-toll segala.
Dengan sedikit gemetar Wisnu mengamati sosok yang masih berdiri di samping pintu mobilnya. Tubuh wanita itu terlihat mulai basah tersiram rintik hujan. Sepertinya memang seratus persen manusia. Yah meskipun ia terlihat sedikit berbeda. Wajahnya sembab seperti habis menangis cukup lama. Rambutnya juga ia biarkan tergerai tak beraturan. Dan yang memang membuatnya begitu mirip dengan kuntilanak adalah dress tidurnya yang berwarna putih polos yang ia pakai. Untungnya di bagian leher dress itu masih dihiasi bunga-bunga kecil berwarna pink pucat memanjang hingga ke atas lengan, jadi tak terlihat begitu mengerikan. Oh ya, satu lagi, wanita itu juga tidak memakai alas kaki. Apa yang sebenarnya telah terjadi pada wanita ini? Kenapa terlihat begitu mengenaskan?
Cukup lama Wisnu terdiam mengamati perempuan yang ternyata berwajah begitu cantik itu. Meskipun kondisinya kacau tak sedikitpun mengurangi kecantikannya.
"Ehm.. Mas? Boleh kan saya pinjam?" Wisnu pun tersentak dari lamunannya.
"Oh, eh.. Iya iya silahkan" Wisnu tergeragap kemudian segera menyerahkan kartu e-toll yang di pegangnya.
"Terima kasih. Saya kasih di depan ya?" Wisnu pun mengangguk.
Perempuan itupun berlalu dari depan Wisnu dan memasuki mobilnya yang tepat berada di depan mobil Wisnu. Begitu mobil wanita itu sudah melewati palang pintu toll, ia menghentikan mobilnya kemudian turun dan menghampiri mobil Wisnu untuk mengembalikan kartu yang ia pinjam.
"Terima kasih banyak ya mas atas bantuannya, sampai jumpa lagi" tanpa menunggu jawaban Wisnu, wanita itupun berbalik meninggalkan Wisnu. Beberapa detik setelah mobil wanita itu berlalu dari hadapannya, seketika kesadaran menyergapnya.
"Duh, mbak kunti... Kita tadi belum sempat kenalan." Wisnu menyesali ketololannya karena masih begitu kaget menyadari apa yang baru saja terjadi.
"Bodoh! Wisnu, harusnya tadi kamu jangan ngiler dulu lihat mbak kunti. Jadi hilang deh kesempatan kenalannya" Wisnu memukulkan kepalanya pada roda kemudi berulang-ulang hingga terdengar suara klakson berkali-kali di belakangnya.
Sepertinya mobil di belakangnya sudah tidak sabar menunggu Wisnu yang sedari tadi diam tak bergerak. Segera di jalankannya mobilnya melanjutkan perjalanan ke rumah sakit. Tujuan yang seharusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE AT THE TOLL GATE
RomantikBerawal dari saldo e-toll yang tak mencukupi membawa dua orang asing akhirnya bertemu. Entah kenapa setelah pertemuan pertama yang tak di sengaja itu, pertemuan demi pertemuan tak di sengaja lainnya selalu memunculkan mereka sebagai tokoh utama.