11.00 WIB
Bertemakan atas-bawah putih, restoran cepat saji yang ku kunjungi kali ini seperti halnya perkumpulan mahasiswa baru.
Sejauh mata memandang, yang kulihat hanya teman sebaya dengan dresscode yang hampir menyerupaiku, putih-putih ditambah almamater sebagai identitas sebuah universitas.
Aku dan 3 temanku hanya tersenyum penuh arti. Melihat pemandangan ini, tentu saja sedikit memalukan. Terlebih, beberapa orang terlihat menikmati makanan meski dengan nametag yang miliki warna yang kontras di mata yang melihat.
"Heran deh ya, mereka masih aja pake nametag di sini. Gak sadar atau memang takut ketemu seniornya di luar ya?" Riska berbisik, meratapi wajah mahasiswa baru lainnya.
"Aku pikir begitu sih, tapi kan ini di luar kampus. Bukan hak senior lagi." Rini menyahut tak kalah berbisik, menyaksikan antrian yang sekarang dipenuhi para mahasiswa baru.
Aku yang sedari tadi mendengar, hanya mengikuti arah pandangan mereka. Tak ada tanggapan dariku. Aku kembali fokus ke makanan yang telah tersaji, berusaha tenang meski dengan hati yang tak karuan.
Handphone-ku berdering sekilas.
Panggilan tak terjawab : Bang Atma
Ah, Bang Atma. Abang kelas sewaktu ku SMP yang kini bermetamorfosis menjadi seniorku di kampus. Sebuah pertemanan yang akrab, berhubung aku pernah terlibat skandal dengan teman-temannya terdahulu. Tak lebih, ia masih sama menyebalkannya seperti senior yang ku kenal 6 tahun yang lalu.
Aku kembali menghubunginya, sepertinya ada sesuatu yang penting hingga ia harus menelpon.
"Woi ceroboh! Nih binder beserta kotak pensil ketinggalan di kelas. Aku tunggu di lantai 2. Gimana sih barang segede ini bisa ketinggalan."
Aku melotot heran, apa iya?
Ku mencari segala isi yang berada di dalam tasku, benar. Binder dan kotak pensil kesayanganku ketinggalan di kelas. Bodohnya haha."Nia, nanti temanin aku ke kampus bentar ya? Binder aku ketinggalan." Rengekku kepada Nia membuat ketiga temanku menoyor kepalaku dengan gemas. Ceroboh, sedikit mengenai sifat dari lahir yang sulit ku hilangkan hingga kini.
....
13.00 WIB
Setelah menunggu dengan waktu yang cukup lama, seniorku akhirnya tiba di waktu pulang. Setidaknya aku tidak pernah memasang wajah terbaik untuk menyapa mereka. Aku sudah tak ingin rapi atau sekedar terlihat bersih. Aku hanya ingin binderku kembali.
"Assalamualaikum." Ucapku sopan dengan wajah yang sedikit ku paksakan kalem. Aku mengaitkan lengan kananku ke Nia yang berada di balik punggungku.
"Waalaikumsalam. Nah ini dia orang yang paling ceroboh. Sini masuk." Hangat bang Atma mengubah seketika sikapku.
"Ya Allah, untung abang ketemu nih. Kalau enggak duhhhh mau nulis dimana hahahaa. Abang ketemu dimana? Makasih loh yaaa?" tawa ku berderai dengan sesekali memukul bahu bang Atma dengan gemas.
Nia yang melihat sikapku yang tidak tahu lokasi, memilih undur diri keluar dari kelas. Sedangkan beberapa senior yang menatapku heran, membuatku menghentikan sikapku yang berlebihan.
"Bukan aku yang nemuin. Ada senior, udah pulang sih kayaknya." Mata bang Atma mencari keberadaan sosok berhati malaikat tersebut.
Sedikit kecewa tidak bisa bertemu, aku memutuskan untuk titip saja terima kasih itu kepada yang menemukan. Bang Atma tersenyum mengisyaratkan agar aku bersikap biasa saja.
"Kalau gitu, aku pulang ya bang. Makasih sekali lagi, mari abang kakak semuanya." sedikit anggukan menutup pembicaraanku bersama Bang Atma.
"Eh, Yas?"
"Iya?"
"Nametag dan pin jangan lupa dipake."
Ah, kampret. Aku lupa mengenai peraturan yang mengharuskan mahasiswa baru mengenakan nametag dan pin sebagai identitas.
Aku menatap sekilas bang Atma yang tersenyum geli. Sepertinya dia tahu aku mati kutu setelah peringatannya tersebut.
"Ah, iya. Ada bang dalam tas, makasih hehe".
____
Aku menarik Nia menuju ke parkiran kampus. Sembari mengais tas agar bisa kutemukan barang yang telah diperingatkan.
Mata dan tanganku terus terpaku ke dalam tas yang tak kutemukan nametag dan pin.
Seperti lupa diri bahwa kakiku terus melangkah, ku lihat Nia mundur menghentikan langkahnya. Aku yang terus menggerutu secara tak sadar ku menabrak sesuatu yang 'tinggi'?Untung saja aku tidak terjerembab ke belakang. Hanya saja terkejut karena yang kutabrak adalah sosok yang sedikit 'menakutkan'.
Aku tersenyum ketir melihatnya yang sama terkejut setelah kutabrak. Ia adalah Rama, senior 2 tahun di atasku. Ia si 'tukang marah' yang berwajah menyeramkan disaat kampus sedang penerimaan mahasiswa baru. Ditambah lagi rambut sebahu, semakin bertambahlah level keseraman seniorku yang satu ini.
(Hehe, kalau abang itu baca. Jangan marah ya)Sepersekian detik terdiam
"Duh maaf bang. Saya tadi sumpah gak liat ada abang di sini."
Mataku telah terpejam sesaat kutatap mimik wajahnya yang sulit kuartikan. Setidaknya aku sudah bersiap dibentak atau dicaci Bang Rama.Namun, bukannya mendapatkan cacian, ekspreksi bang Rama setelahnya justru senyuman. Ia seperti menahan tawa setelah melihatku sedang ketakuan.
Aku yang seperti dikerjai melirik sekilas Nia yang masih terpaku melihat kejadian yang menegangkan. Ternyata Nia juga tak bisa mengalihkan perhatian.
"Maaf ya bang. Maaf." dua telapak tangan ku satukan layaknya orang yang sedang minta ampun.
Ah, akhirnya. Anggukan kecil berhasil ku tangkap dari raut wajah seniorku.
"Makasih bang, makasih hehe."
Perlahan namun pasti, langkahku teratur menuruni tangga. Aku harus segera pergi.
Sayangnya, 3 langkah berikutnya aku kembali diteriaki, "Nametag dan pin pake!"
"Duh iya bang. Ada nih di tas hehe." langkah kaki ku percepat ketika bang Rama mengikutiku ke bawah.
Sebab aku tak benar-benar menyimpan benda keramat itu. Aku lupa dimana aku menyimpannya selama 2 hari ini.
"Mana nametag-nya?" tatapan tajam bang Rama mengecilkan nyaliku untuk menjawab. Aku memutuskan untuk segera melarikan diri menghindar dari pandangannya.
___________________________________________________
Hai! Like! Comment!kritik dan saran juga kunantikan ^_^

KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif
Fiksi RemajaSebuah hadiah. Dariku untukmu yang selalu mencintaiku dengan harus.