LIMA PULUH EMPAT

9.2K 1.1K 241
                                    

Dewa memegang pipinya yang habis ditampar Yangti dengan tangan kanannya karena tangan kirinya masih digunakan untuk menggenggam erat tangan Manda. Disekanya sudut bibirnya dengan jari telunjuknya. Ia sedikit merintih. Ada sedikit darah tertempel di ujung jarinya.

Yangti berbalik memunggungi Dewa dan Manda lagi. Tangannya ia lipat di depan dada. Pandangannya mengarah ke depan.

"Buat apa kamu ke sini?"

"Buat penuhi panggilan Yangti yang meminta kamu untuk datang ke sini?"

"Yangti sudah terlanjur kecewa sama kamu."

"Cucu kesayangan Yangti, yang selalu Yangti turuti permintaannya sekarang lupa sama Yangti."

"Kamu lupa? Siapa yang dulu bantuin kamu buat dapat ijin papa dan mamamu untuk menyusul Zacky sekaligus nerusin sekolahmu SMA di Jakarta?"

"Asal kamu tahu saja Wa, waktu itu Yangti juga berat buat ijinin kamu hidup sendiri di Jakarta. Tapi Yangti nggak tega lihat kamu yang tiba-tiba berubah jadi berandalan setelah kamu ditinggal Zacky ke Jakarta agar kamu bisa dikeluarin dari sekolah dan nyusul Zacky."

"Dan sekarang, begini balasan kamu ke Yangti. Nikah ndak kasih tahu Yangti. Ndak undang Yangti buat hadir di pernikahan kamu?" Yangti menaikkan nada suaranya lebih keras.

Yangti menghembuskan nafasnya kasar.

"Kamu lupa kalau kamu itu masih punya eyang di Jogja. Kowe lali le? Eyangmu iki isih urip loh le." Suara Yanti melemah. Bahunya sedikit bergetar karena menahan tangis. Yangti tampak menyeka air matanya.

"Bukan begitu maksud Dewa, Yang."

"Diam kamu." Bentak Yangti. Manda berjengkit kaget.

"Maaf." Dewa menunduk.

"Yangti ndak butuh permintaan maaf kamu."

"Sekarang terserah mau kamu. Yangti sudah ndak peduli lagi sama kamu. Toh kamu juga ndak menganggap eyang ada kan?"

"Terserah kalau kamu masih mau tetap disini atau balik ke Jakarta lagi sekarang, Yangti ndak peduli lagi."

Yangti pun langsung melangkah meninggalkan Manda dan Dewa tanpa melirik mereka barang sebentar.

Tak lama kemudian Yangkung menghampiri sepasang suami istri yang masih berdiri berdiam dengan tangan masih saling menggenggam satu sama lain.

"Begitulah Yangtimu."

Tautan tangan Dewa dan Manda terlepas lalu mereka berbalik menatap pria paruh baya yang masih terlihat gagah di usianya yang sudah menginjak kepala tujuh.

"Yangkung sebenarnya sudah membujuk Yangtimu berulang kali tapi nihil hasilnya. Yangtimu tetap dengan sifat keras kepalanya."

"Yo wes. Kamu obatin dulu itu luka mu."

"Manda." Manda mendongak menatap Yangkung.

"Kamu minta sama Tarti es batu dan kotak p3k buat ngobatin lukane Dewa."

"Baik Yangkung."

Manda melangkah memasuki rumah mencari art yang dimaksud Yangkung tadi.

Yangkung berjalan mendekat ke Dewa.

"Kamu yang sabar ya le. Kasih Yangtimu waktu sebentar buat nenangin dirinya." Ucap Yangkung sambil menepuk bahu Dewa.

"Yo wes masuk sana. Biar lukamu itu segera diobatin sama istrimu." Dewa mengangguk kemudian melangkah masuk ke dalam rumah.

Waktu berlalu begitu cepat namun masalah yang sedang terjadi antara Yangti pun belum usai juga. Seharian ini Yangti lebih memilih berdiam mengurung diri di kamar dari pada duduk mengobrol sama Dewa seperti yang biasa mereka lakukan jika Dewa berkunjung ke Jogja.

KETIKA MANDA KETEMU WANDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang