4.Kuletakkan cola dingin itu ke meja dengan berusaha keras tidak berdecih saat kulihat lewat sudut mataku, Manendra memegangi dada perempuan yang berada di pangkuannya tapi tatapannya tertuju padaku. Dia benar-benar definisi penjahat kelamin di era modern, laki-laki sepertinya seharusnya dikurung dalam lingkungan pernikahan agar merasa jera.
"Silahkan." lirihku malas.
"Terimakasih, Elaksi." ucap Manendra melirik name tagku, nada suaranya yang disertai desahan diakhir kalimatnya membuatku mual karena dia menggoda dengan cara murahan.
Dua perempuan yang berada di samping kanan kiri Manendra tampak menatapku sinis. Seolah dengan kemeja putih dan rok span yang kupakai bisa menyaingi kemolekan mereka berdua. Tanpa mau pikir panjang aku tersenyum kecil dan melangkah pergi, meninggalkan si pemilik karaoke dengan psra wanitanya. Aku akan kembali pada pekerjaanku.
Jam dua belas lebih sekian aku sudah berada di jalanan dengan naik sebuah motor matic yang kubeli bekas dari seseorang. Kusalip beberapa mobil yang lelet melebihi seekor siput, mengabaikan rambu-rambu lalulintas yang berwarna kuning yang tandaya aku harus pelan-pelan. Rasa ingin pulang dan tidur di kasur dengan mimpi bersama idola akam jadi hal yang sempurna setelah ini. Maka kuputar gas motor di tangan kananku dalam-dalam, menembus dinginnya malam yang kekat.
Aku membelokan motorku ke basement apartemen, lalu berlari kecil menuju tangga dan naik ke lantai dua dimana kamarku berada. Ditengah perjalanan aku berpapasan dengan seorang laki-laki dan perempuan yang tengah berciuman di koridor apartemen. Sebenarnya ini bukan sekali aku menemukan hal seperti ini, tapi sebagai warga negara yang merasa bodo amat dan acuh tak acuh, aku tidak pernah mempermasalahkannya. Karena aku merasa itu bukan urusanku.
Kutekan password apartemen yang digitnya hanya empat, masuk dengan sempoyongan dan mendudukan diri di sofa tanpa mau melepaskan sepatu atau berganti baju terlebih dahulu. Laptopku yang masih berada di meja tampak terlihat menggiurkan untuk disentuh, jadi aku duduk tegak. Membuka laptop yang kubeli beberapa tahun lalu dari seorang perampok. Kubuka email dengan sekali tekan pada shortcut nya, dan tak lama muncul hampir lima pilihan pesan email tak terbaca. Daniel mengatakan aku harus bertindak cepat, dan dia mengirim beberapa berkas lagi. Aku meninggalkan pesan Daniel, beralih pada pesan dari mantan teman, yang sudah jadi musuhku sekarang. Sebenarnya dia rivalku sejak dulu, dan kami tidak pernah akur. Dia mengirimiku pesan yang isinya apa aku bisa bertemu dengannya dalam waktu dekat. Cih, mau apa dia, jelas aku tidak punya waktu untuk meladeni pembual macam dirinya. Dengan dongkol aku kembali ke percakapanku dengan Daniel di email, membuka berkas yang dia kirimkan.
Mungkin berkas itu hanya berukuran seratus tiga belas mega bite, tapi isinya cukup banyak hingga membuat mataku mengabur seketika. Daniel ada benarnya jika aku memang harus segera dan tidak terlalu mengulur waktu dalam kerjaku kali ini.
Berkasnya berisi kontrak bahwa aku bekerja di MN's karaoke hanya dua minggu, atau event. Dan Daniel juga mengirimkan sebuah pesan singkat bahwa aku boleh membunuh siapapun yang menghalangi jalanku. Kusunggingkan senyum miring, ini akan jadi pekerjaan yang menyenangkan.
∆∆∆
Besoknya, aku bangun sekitar jam dua belas siang dengan nyawa yang masih tercecer. Kulirik jam beker di nakas yang menunjukkan bahwa aku harus ke MN's karaoke sejam lagi atau aku akan di depak oleh si senior kurang ajar bernama Ema. Aku mengerang sambil merentangkan badanku, lalu bangkit berdiri dengan malas. Menyeret kakiku yang terasa berat ke kamar mandi, menggosok gigi dan mencuci muka. Praktis, tidak usah mandi karena aku punya belasan botol parfum yang masih banyak isinya.
Keluar dari kamar mandi aku meraih kemeja putih di dalam lemari, memakainya bersama rok span kemarin. Laku memandang bayanganku sendiri di depan cermin rias di sebelah nakas, aku merasa buruk dengan muka lecek dan menyedihkan. Kuhela nafasku, kemudian berjalan ke meja rias. Mengambil sebuah eyeliner dan maskara. Mataku jelek sekali jadi aku hanya perlu mempertegas mataku ketimbang memakai lipstik atau bedak.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH [MOVE TO DREAME]
Acción20+ ( Mengandung adegan kekerasan, kata-kata vulgar, scene sensitif berupa pembunuhan, psychopath scene dan kissing scene) Elaksi Gayatri Hemaprhaba adalah yang dipuja puja sebagai pembunuh ulung. Tapi saat dia bertemu psychopath ulung bernama Manen...