Dia

544 97 107
                                    

Lucas menatap sendu laki-laki yang terlelap di sampingnya. Lampu duduk yang bersinar remang-remang mengaburkan detail rupa sosoknya, menyisakan siluet hitam sekadar untuk membedakan mana wajah, mana rambut, atau mana telinga. Sosok itu mendengkur pelan, sesekali mengigau dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh Lucas.

Perasaan takjub yang menyesakkan merambati hati Lucas. Benaknya jadi tergerak untuk mulai berkontemplasi. Laki-laki di sampingnya sangat mirip dengan dia yang telah tiada. "Bagaimana bisa dua manusia tanpa pertalian darah begitu mirip?" Lucas tahu, jawaban untuk pertanyaannya jelas bukan perkara reinkarnasi karena mereka sebaya. Mitos tentang setiap orang punya tujuh kembaran yang tersebar acak di berbagai belahan dunia pun tidak cukup terang untuk dijadikan jawab. Terlalu gila, menurutnya.

Sejak dia meninggalkan Lucas di kehidupan dimensi empat, tidak pernah Lucas sangka jika dirinya bisa kembali merasakan gelenyar hangat bernama cinta. Dan, laki-laki di sampingnyalah pemicu gelenyar itu.

Laki-laki itu menggapai-gapai tangan Lucas, suaranya serak saat memanggil Lucas dengan nama lahirnya. "Xuxi?"

"Sssh, tidur lagi, Yangyang."

"Kamu belum tidur, Xuxi?"

"Aku belum ngantuk. Sudah, kamu tidur lagi saja." Lucas mendekap Yangyang, lalu membetulkan selimut mereka yang tersingkap.

Lucas tersenyum getir. Parade déjà vu tak henti-henti mewarnai hari-harinya sejak bertemu dengan Yangyang. Dia juga sering terbangun tengah malam seperti Yangyang karena Lucas tak kunjung tidur. Dia juga memanggil Lucas dengan nama lahirnya—Xuxi.

*

Kembali bertemu dengan pagi cerah dan siang panas terik. Kehidupan sedang benar-benar hidup pada dimensi empat saat ini. Rumah tinggal yang didominasi oleh material kaca itu diserbu sinar matahari. Seluruh ruang menjadi benderang, lenyap sudah sisa-sisa keremangan tadi malam.

Di ruang tengah, Yangyang menatap layar laptop, dahinya berkerut-kerut saking serius. Hawa santai akhir pekan pertengahan musim panas tidak mempan untuk mengusir tabiat gila kerjanya. Jari-jarinya lincah mengetikkan kata kunci, pun berpindah-pindah dari satu jendela peramban ke jendela peramban lain yang menumpuk tak kurang dari dua puluh biji. Akalnya tercurah untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan gosip-gosip terkini terhadap harga saham agensi hiburan yang diincar kliennya.

Lucas baru pulang dari latihan rutin mingguan klub tenis yang ia ikuti. "I'm home!"

Yangyang menyisihkan laptopnya. Bunyi berisik kantong plastik yang dibawa Lucas membuatnya bergegas menuju teras.

Si pialang saham menyambut Lucas dengan senyum semringah. Diabsennya barang bawaan Lucas yang tidak banyak, hanya tas tempat raket tenis dan satu kantong plastik berisi kotak-kotak take out dari sebuah restoran masakan China. Mengetahui pesanannya tidak ada, senyum semringahnya luntur seketika. "Semangkanya mana?"

"Kosong. Aku sudah putar-putar Seoul, sold out semua."

"Jus semangka kotakan nggak ada juga?" Mata Yangyang mulai berkaca-kaca. Ia sedih karena Lucas tidak membawa pulang buah kesukaannya.

"Nangis? Yangyang nangis?" Lucas menggoda Yangyang. Pacarnya itu selalu kelewat sensitif dan tidak segan-segan bertingkah dramatis jika sudah menyangkut semangka. Sama seperti dia.

Yangyang tidak menggubris Lucas. Diambilnya plastik berisi take out dari tangan Lucas, lalu beranjak ke dapur untuk memindahkan isinya ke piring. Lucas mengekor, tak lupa melepas sepatu olahraganya terlebih dahulu dan menggantinya dengan sandal rumah.

[LuYang/LuMark] DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang