Kuberi nilai 99 dari 100 untuk Kim Taehyung yang bersikap seolah tidak mengenaliku sebagai teman satu jurusan di kampus. Maksudku, Seokjin sudah heboh antara percaya tidak percaya sebab ternyata sepupunya dekat sekali dengannya dan aku pun sibuk menjawab pertanyaan dari Paman Donghae juga Ayah tentang sejauh mana aku mengenal Taehyung, tetapi pemuda itu hanya mengangguk-mengangkat bahu-dan berkata, "Wah benarkah? Aku tidak tahu. Dunia sempit sekali, ya?"
Kombinasi antara takut, kaget, kesal, lapar, dan bertemu dengan seseorang yang membuatku takut sekaligus kaget menyebabkanku lebih banyak diam setelah sesi tanya-jawab usai. Mendapat masalah bertubi-tubi dapat membikin mental lebih kuat rupanya. Siapa sangka tadi pagi aku memilih lari menuruni puluhan anak tangga dan menerobos masuk kelas Seokjin yang beruntungnya belum didatangi dosen untuk mengadu lalu malamnya malah duduk berhadapan dengan tersangka?
"Aku baru tahu kalau Taehyung tinggal di Seoul saat Ibunya menghubungi beberapa bulan lalu." Paman Donghae tersenyum lantas mengusap kepala Taehyung. "Setelah diberi alamat apartemen, aku langsung mendatangi dan memaksanya untuk tinggal bersamaku." Pria dengan senyum hangat tersebut kemudian tertawa kecil.
Paman Donghae sesekali melirik jam tangan lalu kembali pada obrolan dan menyuap makanan dalam porsi besar-besar. Baru kusadari jika pakaiannya sangat rapi dan belum saja aku menyimpulkan apa pun, Ayah sudah lebih dulu menyahut, "Kalau jadwal terbangnya malam, kenapa tidak mampir kemari dari siang hari? Hyung jadi tidak ada waktu untuk istirahat dahulu."
"Kami berangkat setelah Taehyung menyelesaikan kuliahnya hari ini."
Ayah melirikku, mencibir lewat tatapan bahwa anak gadisnya bahkan pulang lebih awal karena perkara hantu.
Aku memilih fokus pada makananku setelahnya sampai Ibu menepuk pelan pundakku, "Ada Soojin yang bisa membersihkannya, tenang saja."
Seokjin yang menyadari kebingunganku berkata, "Kami akan mengantar Paman Donghae ke bandara karena mobilnya akan ditinggalkan di sini. Kau bagian beres-beres meja makan."
"Aku juga mau mengantar Paman Donghae ke bandara!" Aku protes.
"Taehyung pasti lelah karena baru pulang kuliah dan tidak mungkin ditinggalkan sendirian di sini. Soojin temani Taehyung di rumah dan beri tahu di mana kamar Seokjin. Hanya sebentar." Ayah bangkit dari kursi dan bahkan sudah memegang kunci mobil.
"Terus kenapa Seokjin ikut? Seokjin juga baru pulang kuliah. Mending dia saja yang ditinggal di rumah."
"Seokjin bisa mengangkat koper dan barang lainnya, memangnya Soojin mau mengangkat koper berat?" Ibu mencoba memberiku pengertian.
"Mau!" Aku berseru. "Soojin juga bisa, kok."
"Aku yang tidak mau!" Seokjin menyahut dengan suara melengking. Dia sudah berada di ambang pintu depan sambil memeletkan lidah begitu aku menatapnya sengit.
"Soojin, tolong Paman, ya." Paman Donghae menggenggam tanganku dan menatapku dengan sarat memohon. Kepalanya berkata meminta padaku untuk tetap mau tinggal di rumah dan menemani Taehyung sebab pria itu tidak mau ada hal buruk terjadi pada putranya.
Apa yang perlu ditakutkan dari pemuda berumur 20 tahun yang ditinggal sendirian sebentar di rumah? Aku yakin Taehyung bisa menghajar maling yang mau mengutil barang di rumah ini kalau memang hal itu kejadian.
Aku benar-benar tidak boleh membiarkan rumah hangat ini nyaris terbakar karena Taehyung mencoba memasak ayam untuk anjing peliharaannya.
Uh, oke. Alasan itu cukup mengerikan.
Aku mengangguk. "Safe flight, Paman. Cepat kembali." Aku tertawa sebentar kemudian menghambur ke pelukannya. Sungguh, aku benar-benar berharap Paman Donghae cepat kembali dan membawa Taehyung pergi.
"Enam bulan termasuk sebentar, bukan?" Paman Donghae membalas.
Dan untuk kedua kalinya, jantungku hampir melompat ke dasar perut, lagi.
-----
Sesaat setelah mobil Ayah berlalu dan dengan keheningan aku membantu Taehyung membawa barang-barangnya ke dalam, aku dibuat kaget oleh Taehyung yang tengah menggendong seekor anjing sembari membuka keranjang kain--yang dilihat dari bentuknya juga ada bantal dengan gambar tulang di atasnya--untuk tempat tidur anjingnya.
Aku tidak dapat berkata-kata dan hanya menggeret koper Taehyung ke kamar Seokjin. Banyak sekali hal yang berkecamuk dalam pikiranku.
Sama halnya dengan Taehyung yang bersikap tidak mengenaliku, apakah dia juga bersikap demikian atas apa yang sudah terjadi tadi pagi? Atau dia benar-benar tidak menyadarinya karena dia mendadak bangun dari tidur? Aku tidak tahu kelanjutannya bagaimana, tapi siapa tahu Taehyung tadi pagi mengigau sambil membuka mata dan ketika aku pergi dia tertidur kembali?
Lalu ... Soal anjing yang sempat kukira sebuah kemoceng karena anjing itu pendiam sekali. Bagaimana reaksi Ibu yang sebal dengan hewan peliharaan? Apa Ibu akan memindahkan keranjangnya ke balkon luar? Atau mengatakan pada Taehyung untuk dititipkan saja di tempat penitipan hewan?
Aku melangkah ke ruang tamu dan mendapati Taehyung yang masih berkutat dengan keranjang kainnya. Anjing berwarna cokelat-hitam itu menunggu Taehyung di sampingnya sembari mengibaskan ekor.
"Eung ... Kalau kau sudah selesai, kau bisa langsung ke kamar Seokjin. Pintu kamarnya berwarna biru muda dan itu satu-satunya pintu yang berwarna berbeda di rumah ini."
"Baik."
"Mau aku bantu menyusun tempat makannya?"
Taehyung menghentikan kegiatannya kemudian menoleh padaku. "Aku tahu kita akan sering bertemu selama beberapa bulan ke depan. Tapi tolong, jangan dekat-dekat denganku."
Hmmm author notenya apa yaaaaa
Karna ini udah siang tapi aku belom mandi jadi selamat siang semuahhhhhhh semangat dua hari lagi weekend huehehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Strange in His Gaze » Kim Taehyung
FanfictionAku punya kelebihan yang tidak banyak orang memilikinya, yaitu dapat membaca pikiran orang lain lewat sentuhan tangan dan tatapan mata. Selama 18 tahun aku hidup, aku menggunakannya untuk kepentinganku dan Seokjin--Ibu dan Ayah tidak tahu kalau aku...