Kim Seokjin punya 1001 cara untuk membuat orang lain melakukan keinginannya. Dia manipulatif. Akal busuknya sering kali memanfaatkan sumber daya manusia yang menurut lelaki itu berpotensi menjadi kesempatan, peluang emas, atau harta karun yang siap membawa si pemuda Kim ke puncak tertinggi rantai makanan serta siap meluluhlantakkan peradaban manusia. Untuk peluang emas, harta karun, juga dampak setelahnya, tidak jelas sekali, bukan? Super konyol. Aha, Seokjin juga seorang penjilat. Bermulut manis, suka merayu, kemudian selalu diakhiri dengan senyuman bak casanova. Mungkin hanya pada Ayah dan Ibu, dia menunjukkan raut wajah aslinya.
Dari kalimat terakhir yang kukatakan, apakah kalian bisa menarik kesimpulan yang janggal? Oke, sepertinya ini akan biasa saja buat kalian, tetapi tidak denganku. Belasan tahun aku hidup, aku masih tidak menyangka seseorang yang kusebut manipulatif dan penjilat itu memanggil dua belahan jiwaku sama persis denganku yang menyebutkan nama panggilan keduanya. Ayah dan Ibu. Iya, kami bersaudara. Lebih tepatnya, Kim Seokjin adalah kakak kandungku.
Hah. Lihat sekarang. Seokjin tengah tertawa-tawa bersama Ibu. Entah kata apa yang pagi ini dia lontarkan sampai Ibu menanggapinya dengan suara yang membahana ke suluruh penjuru ruang makan. Benar-benar, peribahasa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya agaknya sangat akurat bagi Seokjin. Tetapi khusus pada kasus Kim Seokjin, peribahasanya berubah menjadi buah jatuh menggelinding mendekati akar pohon. Semakin dekat.
Jika kalian melihat Seokjin dan Ayah berdiri bersandingan, kalian pasti akan langsung mengutarakan jika Seokjin bakal memiliki wajah sama persis dengan Ayah jika dia sudah lebih berumur, pun mengatakan kalau mereka barangkali dua orang yang sama namun salah satunya terjebak dalam dimensi yang berbeda karena saking miripnya. Gurat wajah, tinggi, proporsi badan, hingga selera berpakaian keduanya serupa.
Lantas andaikata kalian berada di satu ruang lingkup yang sama dan secara tidak sengaja harus mendengar percakapan antara Seokjin dan Ibu, aku bertaruh atas semua koleksi action figure edisi terbatas milikku, kalian pasti akan berpikir jika keduanya memiliki gen yang sama.
"... Dia bersumpah akan membolos setiap ada jadwal kuliah pagi dan masa bodoh dengan nilainya. Soojin bilang dia bisa mengulang tahun depan."
"Kalau mau bergunjing lihat-lihat dulu, dong. Kira-kira ada orangnya atau tidak." Aku menarik kursi dengan malas kemudian mendudukinya. Mengambil segenggam permen cokelat dan mulai mengunyahnya satu-persatu.
"Memang semenakutkan apa hantunya?" Ayah mendongakkan kepala dari kertas-kertas yang berserakan di atas meja makan. Demi melihat wajahku yang merah padam mendelik pada Seokjin yang kini tengah tersenyum-senyum, Ayah menghentikan kegiatannya menulis sesuatu.
Aku tidak lantas menjawab. Mengingat-ingat air muka datar Taehyung yang memandangku selama bermenit-menit. Kalau dipikir secara logika, pemuda itu jelas bukan hantu. Rupanya yang sedikit menawan tidak bisa disejajarkan dengan hantu yang identik dengan anatomi wajah yang tercecer dan darah dimana-mana. Memang aku saja yang bodoh karena mengadu pada Seokjin dalam keadaan panik saat itu.
"Tidak sampai membuat jantung copot, sih. Omong-omong, tumben Ayah sudah pulang, restorannya ditutup lebih cepat?" tanyaku berkilah.
"Restoran masih buka, bakal tutup seperti biasa. Ayah sengaja pulang cepat karena kakak pertama Ayah akan menginap di sini."
"Oh?" Aku membulatkan mulut. Rasanya sudah lama rumah ini tidak dikunjungi sanak saudara. "Paman Donghae?"
Ayah mengangguk, sekarang kembali menulis sesuatu. "Tidak masalah bukan kalau malam ini Soojin tidur bersama Ibu? Paman Donghae akan tidur bareng Ayah dan anak laki-lakinya tidur dengan Seokjin."
"Tentu tidak, dong!" Aku berseru sembari memeluk pinggang Ibu yang tengah menata lauk di meja makan. "Tapi, bukannya Paman Donghae tidak punya anak?"
"Punya. Kau saja yang tidak tahu." Seokjin tiba-tiba masuk dalam obrolan.
Aku berdecak menanggapinya.
"Sepertinya ada suara mobil di luar, mungkin itu mereka." Ibu bersuara.
"Biar aku yang memeriksa." Seokjin berjalan menuju pintu depan, lantas membiarkan pintu tetap terbuka saat dia berlari untuk membuka gerbang.
Samar-samar aku mendengar mereka bercakap-cakap tentang kabar, tidak menyangka Seokjin tumbuh menjulang tinggi dan sebagainya. Ayah cepat-cepat membereskan semua berkasnya dan meletakkannya di ruang kerja bersama kemudian menyambut mereka di ambang pintu.
Jantungku hampir lompat ke dasar perut begitu melihat sosok yang tengah membungkuk sopan pada Ayah adalah seseorang yang membuatku memilih bolos kuliah tadi pagi.
Kim Taehyung?
Hamdalah akhirnya bisa lanjutin ini lol
Pengennya sih buat lebih dari 1k+ words perchapternya tapi kini aku menyadari kalau aku akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk itu so yeah semoga aja bisa rajin apdet walau pendek
And please kindly hit the vote and leave some comments uwu 💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Strange in His Gaze » Kim Taehyung
FanficAku punya kelebihan yang tidak banyak orang memilikinya, yaitu dapat membaca pikiran orang lain lewat sentuhan tangan dan tatapan mata. Selama 18 tahun aku hidup, aku menggunakannya untuk kepentinganku dan Seokjin--Ibu dan Ayah tidak tahu kalau aku...