"Ali bangun Li!" Prilly masih saja bersikeras membangunkan Ali yang terbaring lemah di ranjang pasien seraya mendorong Ali dengan beberapa suster yang menyambutnya setelah ambulance tiba di rumah sakit. Pintu ruangan IGD pun dibuka. Prilly respek ingin masuk jua.
"Maaf, Ibuk tidak boleh masuk." Tahan seorang suster perempuan lalu di tutupnya pintu ruangan itu. Prilly masih saja tak percaya hal ini bisa terjadi dalam sekejap mata. Dilihatnya ke bawah, ternyata gaunnya sudah mulai kering karna darah Ali yang membanjir tadi. Tanpa sadar sedari tadi ia sudah menangis. Riasan wajahnya sudah terbang kalai. Prilly tak memikirkan lagi dengan penampilannya sekarang. Yang ia pikirkan sekarang ini adalah Ali. Tidak ada siapapun selain Ali. Pintu ruangan itu terbuka lagi. Prilly pun spontan melihat ke dalam melihat keadaan Ali. Tapi Ali dibawa kembali keluar ruangan.
"Sus, Ali mau dibawa ke mana?"
"Pak Ali kami pindahkan ke ruang ICU buk,"
"Apa! ICU?!" Prilly tak menyangka kondisi Ali bisa separah ini.
"Maaf buk, kami permisi." Suster itu bergegas pergi.
"Bisa saya bicara sebentar? Ibuk wali nya Pak Ali kan?" Dokter yang menangani Ali tadi pun mengejutkan Prilly yang masih tidak percaya ia bisa terjebak dalam situasi ini. Wali? Prilly baru saja akrab dengan Ali beberapa jam yang lalu. Nomor Ali saja ia tak punya. Tidak ada yang ia tau tentang Ali selain nama panjang Ali. Kenal saja tidak dengan orang tuanya. Lalu bagaimana ia bisa mengabarkan bahwa Ali masuk rumah sakit.
"Saya hanya teman nya Dok."
"Bisa saya minta tolong kabarkan kepada orang tua Pak Ali?" pinta Dokter.
"Saya tidak kenal, dan tidak mempunyai nomor telepon mereka." Dokter itu mengerutkan keningnya heran. Teman seperti apa yang tidak mengenal orang tua dari temannya sendiri.
"Hmn, baiklah. Suster kami nanti akan mencari informasi. Terima kasih. Saya permisi." Pamit Dokter. Prilly pun memilih untuk melihat Ali yang dipindahkan ke ruang ICU. Sekarang jam dua belas malam. Dan Prilly tak ada niatan untuk mengabari Bundanya atau pulang. Hawa rumah sakit itu mulai dingin dengan gaun yang sedikit terbuka dibagian bahunya. Sudah hampir satu jam dan orang tua Ali belum kunjung juga datang. Entah karna suster belum menemukan informasi atau karna orang tua Ali tidak mempunyai waktu. Mana mungkin saat anak sendiri dalam keadaan sekarat orang tuanya tidak mempunyai waktu. Lagian ini sudah malam, waktu untuk apa yang digunakan malam-malam begini jika dengan alasan sibuk. Prilly pun berusaha menepis pikiran-pikiran negatifnya. Matanya terasa berat, hawa dingin tengah malam ini dihiraukannya karna rasa kantuknya bisa mengalahkan hawa dingin yang mulai menusuk tulang-tulangnya. Saat Prilly mulai benar-benar tidur, didengarnya hentakan kaki seseorang berlari.
"Ali!" Teriak wanita paruh baya yang memakai hijab itu. Prilly pun terlonjak kaget tersadar kembali dari tidurnya. Wanita itu pun melemas lalu menangis kejang melihat Ali sang anaknya terbaring lemah tidak sadarkan diri dengan beberapa alat yang menjelajahi tubuh Ali. Prilly pun tak tau harus berbuat apa dan mengatakan apa. Dibantunya wanita itu untuk berdiri lalu memposisikan duduk di kursi besi yang ada di dekat pintu ruangan ICU Ali.
"Kamu pacarnya Ali?" akhirnya setelah benerapa menit terjebak dalam kediaman pun wanita paruh baya itu membuka pembicaraan terlebih dahulu.
"Bukan Tan." Prilly menggeleng cepat.
"Nama kamu siapa?" Suaranya terdengar serak habis menangisi Ali.
"Prilly tan." Jawab Prilly dengan senyuman.
"Prilly, saya Tari. Mama Ali." Prilly pun mengangguk paham.
"Mama tiri Ali lebih tepatnya."
"Mama tiri?" ulang Prilly.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYBOY | TAMAT [✔]
FanfictionPrilly Melrosse terjerat cinta dengan seorang Playboy yang awalnya ia sangat membenci pria itu. Tidak pernah terlintas dipikiran dan dihatinya ia akan mencintai pria playboy. Yang ia tau pria itu suka mempermainkan banyak hati perempuan yang membuat...