(10) - Maaf

32 5 7
                                    

Sandi merasa sedikit bersyukur karena liburan akhir tahun dimulai dari hari ini. Dengan begitu, Sandi dapat mengurung diri sepuasnya di kamar, dan keluar jika hanya ingin makan. Sandi sedang ingin sendiri, meskipun itu adalah hal yang Sandi takuti.

Sandi perlu membenahi suasana hatinya. Ia kehilangan rencana untuk menyikapi hari-harinya di sekolah nanti. Yang jelas Sandi sudah kehilangan semangat untuk menjalani masa-masa sekolah.

Jam baru menunjukkan pukul dua siang. Hari terasa lama sekali berlalu karena Sandi hanya duduk termenung sambil ditemani lagu-lagu Jonas Blue. Sejatinya, Sandi tetap tak suka bersama sunyi.

Sendiri dan sunyi adalah perpaduan yang kelam bagi Sandi.

"Nggak selamanya membantu orang lain jadi bermanfaat, tapi bisa juga dimanfaatin."

"Sia-sia kalo udah nggak ada ikhlas di dalamnya... Coba jujur sama diri lo sendiri, Lo tulus membantu atau ini cuma bentuk tindakan untuk menarik perhatian?"

"Simpel aja, setiap orang sebenernya emang sendirian kan? Minimal pernah ngerasain sendirian. Bahkan takut merasa sendiri. Kayak lo."

"Bukannya lagi menolak keadaan? Kalo sebenernya ucapan gue cukup menyadarkan lo dari kebohongan yang lo ciptakan untuk mengelabuhi diri sendiri?"

"Kenapa lo sebegitu maunya terlihat baik di depan semua orang? Bukannya itu munafik?..."

Perkataan-perkataan Wara kembali berputar di otak Sandi tanpa ingin berhenti. Air matanya kembali menetes meski tanpa isakan yang memilukan seperti kemarin. Semua ucapan Wara terasa pas, namun Sandi tak ingin mengakui bahwa asumsi Wara mendekati kata benar.

Siapapun tidak akan mengerti mengenai luka yang susah payah ia pendam biar mati.

Tak berselang lama, terdengar suara bel berbunyi. Siapa? Tidak biasanya ada yang datang ke rumah. Sandi dan Tante Diva termasuk orang yang hampir tidak pernah menerima tamu.

Sebelum keluar, Sandi mencuci muka terlebih dahulu dengan cepat agar lebih segar. Lalu, tanpa menaruh rasa curiga, Sandi membukakan pintu.

Sandi terpaku. Di depannya ada orang yang sangat ingin ia hindari selamanya. Ya, yang datang bertamu adalah Wara. Seharusnya Sandi menutup pintunya kembali, atau memakinya. Tetapi Sandi hanya mampu terdiam tanpa sanggup menggerakkan tubuhnya juga mulutnya. Hanya kedua mata mereka yang terkunci dengan pandangan penuh arti.

"Maaf...," ucap Wara dengan pelan dan juga singkat. Khas Wara sekali. Bedanya, nada suaranya tidak sedatar biasanya.

Sandi cukup terpana, namun respon yang ia lakukan hanyalah dengusan yang cukup terdengar oleh telinga Wara.

"Maaf...."

"Buat apa?" ujar Sandi akhirnya. Keduanya tetap pada posisi yang sama, tanpa ada yang ingin mundur ataupun maju.

"Semuanya... Semuanya yang menyakiti lo."

Sandi tersenyum tipis. "Lupain aja. Asal lo jauh-jauh dari gue."

Hanya itu. Sandi tidak akan membalas Wara dengan memaki ataupun hal kasar lainnya. Buat apa? Sandi tidak suka balas dendam.

Wara maju selangkah. "Semua ucapan gue ke elo itu impulsif. Gue nggak pernah sekalipun kayak gitu ke orang lain. Tapi setiap liat lo... Gue sangat tau rasanya diingini karna sebuah alasan," ujarnya memberi jeda. "Maafin gue yang selalu beropini tanpa permisi."

Sandi memilih menunduk. Sandi benci dirinya yang akhir-akhir ini melemah. Menangis adalah hal terakhir yang ingin Sandi lakukan. Sandi sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah menangis, seberat apapun masalahnya. Sampai Wara datang dan mengobrak-abrik kehidupan Sandi dengan mengingatkannya pada luka lama.

"Lo harusnya nggak usah ikut campur, War...," ucap Sandi dengan suara yang tercekat. Susah payah ia menahan air matanya yang akhirnya luruh juga.

Tanpa permisi, Wara membawa Sandi ke dalam pelukannya dan mengucapkan kata maaf berkali-kali.

"Lo nggak tau apapun yang udah gue lewati."

"Maaf."

"Lo nggak akan ngerti kenapa gue lakuin ini semua, sampai lo mikir gue bodoh, munafik, atau apapun itu."

"Maaf."

"Lo juga nggak akan paham, karena lo nggak pernah terluka."

"Gue paham, San... Karena gue juga lagi terluka...."

Setelah Wara mengatakan itu, Sandi merasakan basah di bajunya. Basah yang berasal dari air mata Wara.

***

Jumat,
25 Januari 2018

SANDIWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang