Aku menopang daguku dengan tangan sambil menatap keluar jendela mobil, memperhatikan kepingan salju yang terlihat jelas karena pancaran lampu jalan. Aku memperhatikan dengan takjub ketika melihat kepingan salju itu turun dengan perlahan ke tanah lalu setelahnya aku langsung mengalihkan perhatianku ketika aku mendengarkan radio mobil yang tiba-tiba dinyalakan dan beberapa saat kemudian aku mendengar seseorang yang duduk di sampingku bernyanyi mengikuti lagu. Aku tertawa ketika dia bernyanyi seolah dia adalah penyanyi propesional.
Aku kembali mengalihkan perhatianku ketika mendengar ponselku berbunyi yang menandakan bahwa ada satu pesan masuk. Aku langsung merogoh saku mantel yang aku pakai lalu mengeluarkan ponselku, membuka kunci ponselku lalu langsung membaca pesan yang ternyata dikirim oleh salah satu sahabat dekatku.
"Apakah kau ingat Bom?" tanyaku kepada Donghae, kekasihnya yang saat ini sedang menyetir. Kami sedang menuju ke apartemenku.
"Bom?" katanya sambil mengecilkan suara radio. "Apakah dia yang menemanimu saat kau mengunjungiku di Jepang?" tanyanya lagi yang langsung aku balas dengan gelengan kepala.
"Bukan, itu Hyooni." Kataku sambil mengangkat kepala lalu menatapnya dengan sedikit merenggut, dia sangat pelupa. "Dia sahabatku sejak SMA. Kalian pernah bertemu saat dia mengunjungi apartemenku beberapa bulan yang lalu."
"Oh yang itu, aku ingat sekarang." Katanya sambil mengangguk lalu menatapku sekilas."Kenapa dengan dia?"
"Bom menikah minggu depan di Jeju. Dia memintaku untuk menjadi pengiringnya." Kataku sambil tersenyum lebar. "Dia juga memintamu datang." Kataku lagi.
"Minggu depan? Tanggal berapa? Aku takut tidak bisa." Katanya sambil melihatku lagi. "Kau tahu aku harus ke Jepang minggu depan." Tambahnya lagi yang membuatku langsung kecewa karena aku ingat tanggal Bom menikah sama dengan keberangkatannya ke Jepang.
"Aku baru ingat bahwa kau harus ke Jepang, sepertinya aku harus berangkat sendiri."
"Mianhae." Katanya degan raut meminta maaf.
"Tidak apa-apa. Lagipula kau memang tidak bisa." Kataku walaupun aku memang sedikit kecewa.
"Tapi kau tidak apa-apa jika sendirian?" tanyanya yang terdengar sedikit khawatir.
"Tidak, lagipula nanti aku ingin menghabiskan banyak waktu dengannya sebelum dia menikah." Kataku lagi berusaha untuk meyakinkan Donghae.
"Syukurlah kalau begitu. Nanti aku akan menemanimu membeli hadiah pernikahan untuknya, kau boleh memberikan apapun, aku kan membelikannya." Katanya sambil tersenyum lega.
"Ani, tidak usah.Aku punya uang kok."
"Aku merasa bersalah jadi setidaknya aku bisa melakukan itu untukmu." Katanya tegas yang kemudian aku balas dengan anggukan.
Saat aku akan bilang terimakasih tiba-tiba aku mendengar ponsel Donghae berbunyi. Dia langsung mengangkat ponselnya yang sudah tersambung ke mobil. Aku mendengarkannya dengan seksama dan langsung mengerutkan keningku ketika mendengar bahwa dia harus segera datang ke tempatnya bekerja karena ada suatu masalah yang terjadi di sana.
"Kau harus pergi ke kantor?" tanyaku langsung ketika dia menutup panggilannya.
"Apakah kau tidak apa-apa jika aku menurunkanmu di halte depan? Kau tidak apa-apa jika naik taksi? Aku harus segera kesana." Katanya dengan sangat merasa bersalah. Aku langsung merenggut lalu memalingkan wajahku keluar jendelan.
"Babe, jangan seperti itu. Kau tahu bukan bahwa ini bukan kehendakku." Katanya lembut, dia melepaskan salah satu tangannya dari stir mobil lalu menggapai tanganku. "Mianhae." Katanya lagi sambil meremas tanganku. Aku masih cemberut dan tidak membalasnya.