1

30 4 0
                                    


Abi senang karna hari ini ibunya pulang kerumah setelah sebulan menjadi asisten rumah tangga di salah satu perumahan elite di Jakarta, gadis mungil itu terus saja menampilkan senyum manisnya sampai ia mendengar suara ketukan didepan pintu rumahnya.

Tok

Tokk

Ketukan itu terdengar tidak sabaran, Abipun berlari kecil untuk melihat siapa yang datang.

"Paman?" Abi menyudutkan tubuhnya di daun pintu.

"Mana ibumu!" Pria dihadapannya itu menatap gadis itu nyalang.

"Iii.. bu belum pulang paman,"

"Bohong! Aku mendengar dari seseorang ibumu akan pulang hari ini!" Suara intonasi pria itu semakin tinggi, karna mendengar kebohongan yang terucap dari mulut gadis mungil dihadapannya.

"Tapi, Abi jujur ibu belum pulang paman."

"Lantas untuk apa makanan sebanyak itu, jika kau hanya sendiri dirumah ini. Kau tidak mungkin menghabiskannya sendiri bukan?" Pria yang bernama Rudi Hartono itu memincingkan matanya curiga, sambil menunjuk kearah meja makan yang tersedia berbagai hidangan masakan dengan piring yang hampir memenuhi meja makan kecil tersebut.

"Ee... Anuu aku ehmmm itu aku habis buat eksperimen belajar memasak dengan menu yang baru paman. Ini juga aku niatnya mau bagi-bagi ke tetangga, eh keburu paman datang kesini." Ucap Abi sedikit gugup karna sedari tadi Rudi terus menatapnya curiga.

"Apa aku bisa menjamin jika yang kau ucapkan adalah kebenaran?" Rudi terus memincingkan matanya curiga, ia sudah kebal dengan segala bualan yang dibuat gadis itu, yang bertujuan agar ia tidak dapat bertemu pujaan hatinya yaitu Rasti ibu Abi.

"Aku jujur paman, aku sedang men--"

"Assalamualaikum." Ucap seseorang.

"Ibu!"

"Rasti!"

Mereka berucap berbarengan dengan langkah tatih Ibu beranak satu itu, karna ia menenteng tas besar yang membuatnya agak kesulitan berjalan.

"Kenapa mas ada disini?" Pertanyaan itu membuat Rudi terdiam sejenak memikirkan alasan yang tepat.

"Aku hanya ingin memastikan keponakan ku baik-baik saja saat kau tidak disini Rasti." Wanita setengah paruh baya itu tersenyum lembut. Sedangkan Abi berdecih pelan saat mendengar semua ucapan penuh kebohongan dari pamannya itu. Dan tak lama setelah itu tas besar itu berpindah pegangan menjadi ketangan Rudi. "Terima kasih." Rasti tersenyum begitupun Rudi.

Yang dapat Abi rasakan, sifat Rudi berubah saat ada ibunya.

"Seperti yang kau lihat saat ini. Aku baik-baik saja kan?" Rudi nelangsa melihat senyum manis wanita yang sampai sekarang masih dicintainya, seakan kenyataan menamparnya kembali pada masa lalu.

Dimana kebahagiaannya direngut begitu saja oleh abang kandungnya sendiri yang pada saat itu menikahi kekasih tercintanya Rasti dengan alasan dia mencintai kekasihnya dan berniat untuk menikahinya, hati Rudi remuk seketika, saat semua keluarganya mendukung penuh niat Randi abangnya tersebut. Ditambah dengan pernyataan bahwa abangnya Di-diagnosa terkena kanker darah stadium akhir yang menurut dokter dipastikan umurnya tidak akan lama lagi dan itu benar-benar terjadi, disaat pernikahan mereka berjalan tiga bulan Randi menghadap Sang ilahi yang bertepatan sehari sesudah Rasti dinyatakan hamil anaknya.

Dan disinilah ia, kembali untuk memperjuangkan cintanya.

"Syukurlah, kalau kau baik baik saja."
Rasti tersenyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang