Dua.

145 8 18
                                    

karena manusia butuh kamuflase. Bunglon saja berkamuflase untuk menyesuaikan diri nya dengan lingkungan. Masa manusia saja tidak, bahkan kamuflase nya manusia lebih hebat dari bunglon. Jangan salahkan manusia ber-kamuflase, karena dengan cara kamuflase manusia itu tau, siapa yang layak untuk di klaim menjadi orang yang mengenal dirinya lebih dalam.

_-_-_-_-_-_-_-_

 
"Halo, gimana kabar kamu? Baik hmm?"

"Ia baik kok, kamu sendiri?" Jawab dari seberang.

"Baik kok. Gimana sama study kamu disana? Lancar?"

"Lancar semua kok, oh ya gimana sama study kamu juga disana?" Tanya dari seberang dengan nada yang sedikit khawatir. Ntah meng-klaim apa, yang penting resah.

"Baik kok, kamu tenang aja disana. Semangat. Aku tau kamu bisa, banggain aku, papah, dan mamah"

"Ia tenang Diga, itu semua pasti kok hehe". Kekeh orang itu dari seberang ada sedikit nada paksaan. Tapi, cowok itu tidak menggubris dan tidak peduli yang terpenting rasa rindu nya akan orang itu sudah terbalaskan dengan mendengar suara nya. "Udah dulu ya Diga aku mau masuk kelas dulu, udah ada guru nya. Di Indonesia sekarang udah malam kan? Sebaiknya kamu tidur. Jangan malam-malam. Bye good night" Lanjut dari seberang.

"Iya Giod night too. Simpan untuk nanti malam".

Cowok itu memutuskan sambungan telfon secara sepihak. Setelah itu merebahkan diri di kasur empuknya untuk melepas penat dan memikirkan semua rekaan ulang dari masalalu nya sampai sekarang. Mata nya menatap langit-langit, setengah kejadian di dalam hidupnya masih misteri, tentang takdir dalam hidupnya. Ia juga sudah lelah dengan kehidupan nya, orang tuanya, sandiwara tuhan, takdir. Seolah-olah takdir senang sekali mempermainkannya dan juga kehidupannya. Ia melihat kamar nya sendiri, memandang nanar, ia bingung mengapa mewarnai cat dindingnya dengan warna abu-abu dan hitam, begitu pun kasurnya juga berwarna abu-abu.

Semua nya, warna abu-abu dan hitam. Mungkin Tuhan sengaja memberikan ide ini padanya agar ia menyadari betapa kelamnya, betapa tidak jelas hidup nya tanpa kepastian, seperti abu-abu. Dan betapa hancur hidup nya, semua seperti tidak ada warna, hampa, hitam. Sedang asyik-asyik melamunkan kehidupan nya, ada seseorang yang meneriakinya dari bawah.

"Gardiga Arga Sanjaya!" suara perempuan itu, Veronica Angela Sanjaya, Bunda Arga.

Dengan Malas cowok itu turun kebawah, memasang muka datar. Ia hanya memakai t-shirt warna navy, celana pendek berwarna hitam. Dan seperti biasa rambut acak-acakan yang memberikan kesan plus dari wajah nya. Ketika ia sampai di bawah, ia melihat seorang wanita cantik, yang mukanya masih kelihatan muda walaupun ia cukup berumur. Sikap Arogannya tercetak jelas ketika ia mengangkat dagu nya dan meletakkan kedua tangannya secara silang di dada, dan sekarang wanita itu memakai piyama berwarna hitam, dan memakai sendal tidur berwarna putih. Melihat nya Arga, hanya menatap nya datar.

"Kenapa Bun? mau nyuruh Arga apa lagi?" Tanya Arga malas pada Veronica.

"Iya, tolong ya nanti kamu besok sehabis pulang sekolah datang ke acara jamuan makan malam, di hotel milik Bunda" Jelas Veronica santai sambil meletakkan kedua tangannya di dada.

"Maaf, Arga gak bisa, besok Arga ada acara Survei ke sekolah SMA 19" Ucap Arga yang menekankan kata 'gak bisa'.

"Tapi, kamu harus bisa ikut jamuan ini Arga!" Bentak Veronica.

"Bunda Egois" Lirih Arga, Lirihan nya sangat kecil sehingga tak bisa di dengar oleh Veronica, hanya dia dan tuhan yang tau apa yang sudah ia katakan. "I don't care bun, sebelum bunda bilang soal jamuan ini ke Arga, Arga duluan yang bikin jadwal besok ke SMA 19". Arga melanjutkan kata-kata nya, tangan nya mengepal kuat menandakan bahwa dia sedang menahan emosi. Veronica memang lah otoriter. "Arga naik ke atas dulu ya bunda, and Whatever mom" pamit Arga sambil membalikkan badan dan Segera menuju kamar-nya meninggalkan Veronica yang sedari tadi memanggil namanya.

     Di kamar Arga.

Arga melemparkan diri nya sendiri ke kasur empuknya dengan posisi 'Tengkurap' sambil menelungkup kan kepala nya ke bantal yang ada di depan muka nya. Perlahan-lahan Arga menutup kelopak matanya, dan mencoba untuk tertidur lelap. Yang cukup ia tahu dari kehidupannya sekarang, takdir nya tak se-indah yang ia bayangkan. Kadang tuhan tak adil ntah hanya dia yang merasakan atau manusia lain juga merasakan. Takdir baik kadang hanya sesaat seperti, pelangi.

kamuflase, itu yang selalu ia kerjakan.

_-_-_-_-_-_

Thanks💔

AntariksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang