Beyond Silence

5K 411 16
                                    

-2-

 

Tak pernah ada satu orang pun yang bilang padanya tentang cara agar dia bisa memahami Hinata. Tak jarang Neji dikejutkan dengan kehadirannya di ruangan paling depan rumah utama Hyuuga hanya untuk menantinya pulang. Ia berseri-seri menyambutnya, walaupun Neji tak selalu tampak sempurna dan lebih sering lagi terlalu kotor sepulangnya ia dari misi.

Hinata hampir selalu terlihat berdiri dengan membelai lembut perutnya yang kini sudah agak membesar, rambut panjangnya digulung, dan dia selalu beraroma rumah. Neji bisa segera menyadari penyambutannya karena aroma indah itu.

"Tadaima."

"Okaeri, Neji-san."

Hyuuga Neji membuang muka, tak mampu berhadapan dengan mahluk berkilauan atas nama Hyuuga Hinata; ketua klan dan juga wanita yang dicintainya.

Apa pun posisi mereka di dalam klan, Hinata selalu berjalan di samping Neji sebagai seorang istri. Untuk sejenak Neji berharap, dia tidak terlahir sebagai seorang Bunke. Untuk sekejap Neji berpikiran, mungkin hidupnya akan jauh lebih baik jika saja dia orang yang pandai mengutarakan segala macam rasa melalui kata. Yang kini bisa dia lakukan hanyalah berdiam, mengagumi tanpa pernah bisa mengungkapkan perasaannya pada Hinata. Dan kemudian perasaan takut akan tetap tinggal di dadanya.

Tiba-tiba langkahnya terhenti. Hinata tersadar dan kemudian berbalik, "Neji-san?"

Dalam hatinya, Neji merenung. Kata-kata bisa begitu mudah diucapkan, sesuatu yang tanpa jiwa, dan begitu tak berharga seperti udara.

Neji menatap Hinata, menyukai kecemasan yang tampak terang di matanya, dan menyisakan tempat yang luas untuk perasaan lain. Neji ingin, saat dia memandang sepasang mata yang serupa dengannya lain kali, ruangan luas di mata Hinata terisi dengan kasih sayang dan cinta hanya untuk dirinya; Neji si mantan Bunke yang menikahi ketua klan.

Sering, Neji berpikiran bahwa Hinata hanya bersimpati padanya saat dia setuju untuk menikah dengan Neji.

Neji tak pernah mengatakannya pada siapa pun, tapi dia yakin manusia bisa berubah. Begitu pula dengan perasaan seorang manusia. Karenanya Neji punya alasan untuk memercayai harapan di hatinya; suatu saat nanti rasa simpati Hinata terhadapnya akan berubah menjadi perasaan cinta.

Dirinya adalah perwujudan sempurna sebuah perubahan. Seorang jenius dari Bunke yang begitu membenci Souke justru berbalik menjadi seorang laki-laki Hyuuga biasa yang mencintai perempuan Hyuuga semacam Hinata. Perubahan besar ini merupakan pondasi paling dasar keberadaan Neji dalam rumah utama Souke, berbagi futon yang sama dengan sang ketua klan, bahkan menjadi pria yang akan menjadi ayah dari calon pewaris yang kini berkembang dalam rahim Hinata.

Tapi benarkah dia berubah? Bukankah sejak pertemuan pertamanya dengan Hinata, Neji telah mengaguminya? Tanpa tahu tentang kutukan setiap Bunke yang terjerat dalam tugas sebagai pelindung Souke, tanpa mengerti atau memahami sistem yang merugikan darah Hyuuga yang mengalir dalam dirinya hanya karena Hizashi lahir belakangan?

Benarkah hatinya berubah? Jujurkah Neji pada perasaannya selama ini? Kebenciannya pada Souke? pada Hinata?

Sebuah perubahan bukanlah permainan. Butuh waktu yang lama untuk mengubah perasaan benci menjadi sebuah cinta.

Di malam-malam seperti ini, saat keduanya berbaring di futon dalam temaram kamar yang diwarnai gelapnya warna biru malam, Neji kehilangan semua ingatannya tentang kebencian yang dulu memenuhi hatinya tanpa sedikit pun celah untuk mencoba mengerti.

Tanpa ada alasan yang jelas, dia membuat kesimpulan yang memojokkannya. Mungkin yang dia rasakan selama ini bukanlah kebencian, melainkan kekecewaan; sebuah kekecewaan karena kematian Hizashi tak bisa dicegah, karena yang bisa dilakukan Neji hanyalah menyalahkan orang lain. Itu selalu mudah untuk dilakukan, saat sesuatu yang sudah terjadi menimbulkan penyesalan, kekecewaan; selalu mudah untuk menyalahkan orang lain.

HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang