Dea pov
Langit semakin gelap. Tubuhku terasa letih karena terlalu lama keluyuran. Meluncurkan Jazz milikku melewati kompleks perumahan Dafa. Pulang. Mandi air hangat. Tidur. Membayangkannya saja sudah membuatku ngiler. Sudah kangen peluk guling dirumah.
Setelah berbicara dan sedikit memberi ancaman untuk Rena akhirnya aku bisa bikin dia diam dan ketakutan. Bukan aku sok galak atau gimana, aku hanya ingin mempertahankan hubungan kami. Aku, Gea, dan Dafa harus tetap seperti ini. Entah sampai kapan akan seperti ini, yang pasti bukan sekarang. Akan ada waktunya suatu hari nanti.
Saat pikiranku melayang nakal ke bayangan tubuh indah Dafa, aku merasakan ada sesuatu yang mengganjal. Seperti menabrak sesuatu namun aku tak melihat siapapun didepan sana. Walaupun tidak ada tapi aku tetap turun untuk mengecek apapun, siapa tau mobil lecet nabrak macan atau singa.
Angin malam terasa menusuk saat aku membuka pintu disisi kananku. Aku tetap turun walaupun terasa dingin seperti ini. Jalanan sepi, tak ada siapapun. Rumah pun tidak ada. Aku Melihat sekeliling mobil, depan, belakang dan aku tak menemukan apapun, kecuali... Motor bobrok. Kok ada motor bobrok nyangkut di bawah mobil? Siapa juga yang naruh? Tadi kan ga ada? Jangan jangan aku nabrak tadi. Tapi kok ga kerasa yah? Mungkin karena keasikan mikirin Dafa. Trus orangnya dimana? Nah lo?
"Lo gila?" Teriak dari belakangku. Siapa?
Aku berbalik mendongak menatap orang yang ada di belakangku. Dia itu tinggi makanya aku harus pake mendongak dulu kalo mau lihat dia. Rambut gondrong dan kucel. Kok kaya gembel?
"Apa?" Aku tetap mendongak menunggu dia menjawab pertanyaanku.
" 'Apa' lo bilang? Lo udah nabrak gue dan lo bilang apa?"
"Oh?" Oh jadi dia yang aku tabrak? Pakaiannya kucel sampe sobek di bagian yang terluka. Pipinya juga ada goresan dan apa itu? Warna merah di kepala kirinya. "Gue ga tau." lanjutku.
"Dasar anak kecil! Cepet anter gue ke Rumah Sakit! "
"Iya! Iya! " Aku mengerucutkan bibirku. Gembel ini galak banget namun aku tetap membantunya, berjalan ke kursi penumpang sedangkan aku ke kemudi. Oh. Baru kali ini aku nabrak orang. Dan jantung aku terasa mau loncat. Gimana kalo dia mati? Aku ga mau dosa. Tolongin Dea mommy.
"Anak kecil harusnya ga bawa mobil. Jadi ga gini! " mungkin pikiranku terlalu ngayal. Gembel ini ga mungkin meninggal. Orang galak gitu. Suaranya aja toa.
"Iya om bawel. Lagian gue bukan anak kecil."
"Lo anak kecil."
Sial. Gue udah 17 dan gue bukan anak kecil. Walaupun 17 baru beberapa minggu lalu sih.
»
Dokter keluar. Suster keluar. Aku sekarang di Rumah sakit dan Katanya pasien udah selesai di obati. Aku udah hubungi bengkel langganan untuk ngambil motor bobrok tadi, dan aku kini mengikuti suster untuk mengurus administrasi. Katanya suster dia harus rawat inap. Kepalanya perlu di ronsen besok untuk menghindari hal yang tidak di inginkan. Aku emang nakal tapi aku tidak akan lari dari tanggung jawab.
Dan diisinilah aku sekarang. Duduk di samping ranjang. Tampan juga setelah wajahnya di bersihkan. Dia sedang duduk di ranjang dengan punggung bersender nyaman, memandang ke jendela kaca yang menampilkan pemandangan kelap kelip kota.
"Anak kecil mesum. Ngapain lo liatin gue terus? Ga pernah liat cowok cakep ya?" Dia bicara tanpa menoleh. Apa iya dia bisa baca pikiran orang?
"Sepertinya otak lo rusak gara gara gue tabrak."
Kini dia menoleh ke arahku yang duduk di sampingnya. Dia menyeringai licik. Aku hanya tersenyum melipat kedua tangan di depan dada.
"Lo kenapa masih disini anak kecil?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (Not) Teaser #Laluna1
Romance18++ Dea Arasya mencintai Dafa Pandu Winata kakak iparnya, bahkan berani meminta diajarkan cara mencium dan bercinta. Tak peduli Gea Arasya kakaknya akan membencinya. Tak peduli orang akan menganggapnya perempuan hina. Tak peduli masalah yang akan...