Happy Reading!
.
.
Chicago
Pada awal musim semi...
Bel terakhir berbunyi, menandakan jam pelajaran sekolah berakhir. Penghuni seisi kelas terlihat lega. Mengerang saat meregangkan otot, sekedar melepas penat aktivitas. Mereka mulai berkemas, siap-siap untuk pulang. Termasuk pria berkacamata— Felix Groundey yang segera menutup buku dan merapikannya. Dia sempat melirik jam tangan yang melilit dipergelangan tangan. Jam 5 sore. Semoga dia tak terlambat.
Sebuah tepukan dipundak membuat Felix sedikit terperanjat dan refleks mendongak. Pria manis- Jonathan Paula mengulas senyum, "Sob, aku duluan." Katanya pergi ke luar kelas. Felix hanya membalasnya dengan anggukan.
"Groundey, duluan ya!" sahut yang lainnya melambai tangan.
Felix kembali mengangguk.
"Jangan sendirian di kelas, nanti dibelakangmu ada hantu hahaha." Tawa Sona Everdeen yang semula terdengar menggaung, kini berubah hening seiring hilangnya tubuh gadis itu dibalik pintu.
Suasana kelas mendadak sunyi. Suara seperti benda digeser menimbulkan gema, Felix beranjak bangkit menyusul murid lain. Dia melebarkan langkahnya melewati gerbang sekolah. Bersyukurlah karena jarak rumah dan sekolahnya hanya dua kilometer. Jadi, Felix tak perlu mengeluarkan uang untuk naik transportasi umum.
Setelah beberapa menit berjalan kaki, akhirnya Felix dapat melihat teras rumahnya dengan sebuah papan persegi berukuran 4 x 2 meter bertuliskan "Rumah ini dijual" tertancap di pekarangan depan . Dia mengedarkan pandangannya melihat sekeliling rumah, dugaannya benar. Dengan perasaan bingung, Felix masuk ke dalam untuk mencari seseorang. "Mom? Dad? Apa kalian didalam!?" teriaknya.
"Felix, kau sudah pulang!"
Suara renyah tampak menggaung dari arah dapur. Felix memutar bola mata dan tersenyum, kepala seorang wanita paruh baya nampak menyembul dibalik pintu untuk menatap kepulangannya. Terlihat mangkuk berukuran besar dipeluk wanita itu. Felix lantas berlari kecil menghampiri.
"Bagaimana dengan sekolahmu hari ini?" tanya wanita yang kini berdiri membelakangi Felix tanpa menoleh. Berpakaian kaos tipis dengan celemek berwarna orange melilit pinggangnya. Rambut hitamnya digulung rapi.
"Seperti biasa, tak ada yang menarik dan membosankan. Kecuali berkumpul bersama teman," Mrs. Adden tersenyum mendengar jawaban Felix. Tangannya bergerak lincah mengaduk adonan pancake.
"Mom, Apa kita benar-benar akan pindah ke New York? Aku sudah nyaman tinggal disini dan..., bagaimana dengan teman-temanku? Aku tidak ingin mendapatkan teman baru di sana. Merepotkan," lanjut Felix menggeser kursi dan menghempas pantatnya disana. Diteguknya segelas air putih yang disediakan di atas meja makan hingga tandas.
"Tentu setelah kita pindah ke New York, kau akan bersekolah di sekolah baru. Mom sudah mendaftarkanmu di SMA Eagle. Murid-muridnya terbilang ramah. Jadi, kau tidak terlalu kesulitan berbaur dengan mereka. Ingat, Felix. Ini lumrah bagi murid baru. Kaupun juga awalnya kesulitan mencari teman di SMA lamamu." Wanita paruh baya itu kini beralih membalikkan adonan pancake yang berada dikompor.
"Tapi..."
"Fe, kalau nenekmu tidak sedang dirawat di rumah sakit... Kita mungkin tidak akan pindah," potongnya cepat. Wanita itu segera meletakan pancake matang dipiring, lantas berbalik membawanya pada Felix. Felix tersenyum menerima sodoran.
"Thanks," katanya langsung melahap.
"Setelah selesai, mandi dan ganti baju. Lalu bantu Dad mengemas barang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Injection
FantasyJebakan, kekacauan, peringatan awal di sekolah. Apa yang sebenarnya terjadi? - Tanggal debut 09-02-19