Happy Reading!^^
.
.
Sekitar enam puluh zombi berjalan sempoyongan di pelataran belakang sekolah dan taman, tapi jumlah itu sama sekali tidak menunjukkan seluruh kekuatan. Ada sejumlah kelompok lain di taman itu. Mereka seperti makhluk buas yang memiliki reaksi cepat pada suatu bunyi. Satu embusan saja, bisa menarik perhatian mereka.
Secara keseluruhan terdapat tidak kurang dari tiga puluh personel Sniper 06 dan Sniper 08 yang tersebar di penjuru halaman dan lantai atas.
Sebagian besar merupakan pria berusia antara 16 hingga 18 tahun, tapi tak sedikit juga para gadis ikut berkumpul. Agen-agen yang siap dan kompeten untuk melaksanakan perintah para senior. Di antara para anggota yang lebih tua banyak yang ekspresi wajahnya memancarkan kebuasan khas prajurit. Entah bagaimana, pemandu akademi melatih mereka sampai seperti itu.
Selama ini mereka begitu kokoh dan tidak terkalahkan sehingga pemikiran adanya kemungkinan pembalasan telah hilang dari benak mereka. Sekalipun begitu, gagasan itu menimbulkan kegentaran bahkan pada orang yang paling nekat di antara mereka.
Disampingnya, setelah kira-kira dua puluh menit berlari, sekitar tiga orang membeku sesaat setelah kedua kakinya secara sempurna menapak pada ambang pintu ruangan berukuran besar yang berada di ujung koridor. Gadis berambut ikal— Anneth melihat genangan darah merembes dari bawah pintu. Ketika dia masuk, lantai benar-benar tergenang oleh darah. Seseorang tergeletak di pojok ruangan, dan beberapa zombi membungkuk di atasnya darah berlumeran mengenai seragam lusuh mereka diiringi suara kecipak mulut yang terdengar menjijikan. Punggungnya yang pucat menghadap ke arah Anneth dan rekannya. Gadis itu tidak tahu apakah dia memanggil namanya atau mengumpat, yang jelas, kawanan itu tiba-tiba menoleh ke arahnya, potongan-potongan daging berjatuhan dari mulutnya. Zombi itu berdiri, dan perlahan berjalan ke arah dia.
Mengangkat pistol dan diarahkannya ke jantung salah satu kawanan itu, Anneth mendecak kesal. Lalu dia mengarah ke kepalanya. Untungnya, zombi-zombi itu langsung terjatuh.
Disamping lain, pria berkacamata bulat—bernama Ansel menembaskan parang ke arah zombi-zombi lainnya. Segera mengambil kantong plastik berukuran besar yang diberikan Anneth, lalu meraup berbagai makanan dan air mineral secara acak.
Gerakannya mendadak terhenti saat telinganya menangkap suara isakan terdengar seperti sejenis jeritan yang sengaja ditahan. Ansel mencari asal suara, lalu pandangannya jatuh pada sebuah meja putih persegi panjang yang terletak di sudut dinding. Dia mendekat dan berlutut di bawah kaki meja, mendapati gadis yang sedang terisak ketakutan. Pria itu menarik tangan lawannya agar tak menutup telinga.
"Hei," gadis itu menjerit, jeritan yang didorong oleh kepanikan, rasa sakit yang menyebar dari tubuhnya seolah menghentikan detak jantung dia, membekukan darahnya, menghancurkan pikirannya. Gadis itu mencoba untuk mendorong Ansel agar menjauh dari tubuhnya. Dia menderita demam tinggi, dan dia gemetaran. Mengerang ketika Ansel mencoba menggerakkan lengannya. Ada bekas gigitan di lengan kanannya. Ketika memeriksanya lebih lanjut, Ansel menyadari bahwa luka itu bukan bekas gigitan hewan. Dilihat dari radius luka dan bentuk bekas gigi, dia tampaknya digigit manusia.
"Berapa lama kau mengalami luka gigitan ini?"
"Beberapa saat yang lalu."
Tanpa perhitungan, Ansel segera mengambil parang dan langsung menebaskannya pada pergelangan tangan gadis itu. Rasa nyeri begitu memilukan menghantam dadanya. Air matanya mengalir deras saat dia mencoba menahan jeritan kesakitan. "Tidak apa-apa, okay. Kau tak akan menjadi zombi." Ansel kemudian melilitkan kain untuk menghentikan pendarahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Injection
FantasyJebakan, kekacauan, peringatan awal di sekolah. Apa yang sebenarnya terjadi? - Tanggal debut 09-02-19