Part 2. Gunung

74 2 0
                                    

     Tepat pukul 7 gerbang sekolah sudah ditutup, para murid yang telat diberi hukuman terlebih dahulu sebelum masuk ke area sekolah. Perasaan Frisca begitu tenang karna tidak melihat Zaenal dikelas pagi ini. Biasanya siswa yang terlambat akan boleh masuk ketika jam pelajaran kedua dimulai.

Dan sekarang jam menunjukkan pukul 7 lewat 15 menit, suara pintu kelas terketuk.

"Assalamualaikum Ibu guru," ucap Zaenal dengan cengiran khasnya. Ia berjalan ke meja guru untuk mencium tangan.

"Kenapa kamu boleh masuk?" Tanya Bu Nani dengan sedikit marah.

Zaenal membenarkan posisi rambut dengan tangan, "Bu, Hukum menjawab salam hukumnya apa?"

"Waalaikumsalam Zaenal Mahardika," jawab Bu Nani dengan senyum paksa.

Ia pun berjalan ke arah kursi tanpa perintah.

"Ada yang nyuruh kamu duduk?"

"Farid nyuruh saya duduk, 'sini sini' gitu katanya bu."

"Dasar oon!" Ucap Farid secara perlahan.

Mood Frisca seketika turun karna ia tahu bahwa Zaenal datang, dan itu artinya Zaenal akan mengganggunya. Melihat kejadian di depan, ia hanya bisa geleng-geleng kepala. Dasar wong edan.

"Kenapa telat?" Bu Nani bertanya lagi.

Zaenal berfikir sejenak, "Tadi saya habis bantu korban kecelakaan di jalan."

"Ibu-ibu?"

"Bukan."

"Lalu?"

"Semut. Telah terjadi kecelakaan beruntun, sehingga membuat kemacetan." Zaenal berkata seraya mengubah mukanya menjadi tatapan sedih.

Bu Nani langsung bangun dari duduknya, "Keluar kamu!"

"Maaf, Bu. Saya kesini mau belajar untuk mengejar cita-cita saya. Kalau saya sukses itu semua karna ibu juga. Setelah saya sukses saya akan melamar pujaan hati saya bu. Ibu mau tau ga siapa orangnya?"

"Siapa?"

"Frisca-ku Sayang! Hahaha." Ucapan Zaenal sangat memancing gelak tawa anak kelas. Yang namanya disebut pun melempar tip-ex ke arah depan.

'aw!'

"Aduh, Bu! Saya belum nikah aja udah di aniaya. Nanti kalo saya nikah sama Frisca, biar saya yang aniaya dia dari malem sampe pagi."

"Heh kamu!" Kata bu Nani sedikit tertawa.

"Hahaha parah, si Zaenal ga ada otak," seru Farid yang tawanya sudah pecah sedari tadi.

Bu Nani memberi instruksi kepada Zaenal agar ia duduk dan mengikuti pelajaran pagi ini. Namun, bukan langsung duduk ke tempatnya. Zaenal malah menghampiri tempat duduk Frisca dan Lala, ia menarik tangan Frisca.

"Assalamualaikum Umi," ucap Zaenal mencium tangan Frisca, mungkin di ibaratkan seperti mencium tangan kedua orang tua.

Sontak karna ulah Zaenal, lagi dan lagi seisi kelas tertawa terbahak-bahak, yang melakukannya pun hanya tersenyum seri.

"Eh kambing, ngapain!" Tegas Frisca seraya menarik tangannya. Bu Nani hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kejadian itu.

"Kan Abi sebagai Imam yang baik harus hormat dan sayang sama istri, hehe."

"Malu dah gua punya temen kayak si Zaenal," tambah Farid.

**


Zaenal beserta ketiga temannya sudah lebih dulu duduk santai dibangku kantin. Mereka awalnya izin ke toilet 10 menit sebelum bel, tapi nyatanya bukan toilet yang menjadi tujuan, melainkan kantin.

"Eh, lu pada kalo suka sama cewe, pertama kali liat dari apanya?" Tanya Farid yang tengah memegang sendok cuanki.

"Matanya," sahut Alif.

"Senyumnya," kata Gaza menambahkan.

"Gunungnya," jawabnya singkat seperti teman-teman sebelumnya.

Alif, Gaza, dan Farid refleks melotot. Zaenal hanya tersenyum, kemudian melanjutkan makan untuk menghabiskan bubur ayam miliknya.

"Apasi? Salah ya gua? Gausah ngeliatin gua, ntar LGBT bahaya!" Alisnya naik sebelah, bingung dengan keadaan teman-temannya sekarang.

"Gak waras," sahut Alif dingin, ia hanya tertawa sebentar.

Farid menarik dan membuang nafas, "Nyesel gua anying nanya sama lu, E."

"Wah, jangan-jangan mantan lu gede made in Zaenal Mahardika ya?" Balas Gaza dengan tawanya yang hampir ditahan.

"Ngaco!" Sahutnya ngegas.

Zaenal melihat ke ujung kantin, ia menyipitkan matanya guna memastikan kalau siswi itu adalah Frisca. Dan ternyata benar, Frisca menuju kantin ditemani Bagas—ketua kelasnya.

Zaenal beranjak dari tempat duduk, ia berdiri dan ingin menghadang dua sejoli itu. "Bentar, cewek gua mau diambil pebinor," katanya lantas pergi.

"Bisa ikutan gila kayaknya gua temenan sama si Zaenal," sahut Gaza yang ikut memperhatikan Frisca dan Bagas.

Langkah kaki Frisca terhenti akibat Zaenal berdiri tepat didepannya. Pergelangan tangan Frisca sudah digenggam, dan ditarik paksa oleh cowok itu.

"Mau diapain istri gua?" Tanya Zaenal tengil, ia masih menggenggam pergelangan tangan Frisca.

Bagas tak menjawab, ia hanya diam seraya memperhatikan sikap Zaenal yang tidak jelas.

"Lepas, Jae!" Frisca mengerucutkan bibir, tangannya masih Zaenal.

"Bukan muhrim," sindir Bagas seraya menatap sinis ke arah tangan milik Frisca.

Zaenal berdehem, "Udah Muhrim maap maap ajani."

"Ngasal lu, Kampang!" Timpal Frisca yang mulai pasrah.

Bagas hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, lantas ia pun melangkahkan kakinya pergi.

"Dah sono, pergi dah lu. Jadi Hama tau kalo disini. Hahaha." Zaenal tertawa ngakak tanpa memperdulikan muka Frisca yang bertambah kesal.

Frisca pun membuka mulut, "Eh, Gas. Maaf ya."

Zaenal memotong, "Gausah minta maaf, Ca. Dia Cowok, inget teori cowok selalu salah kan?"

"Terus lo cewek?"

"Cowok lah, gapercaya? Mau liat?"

"Stress lo, kampret!"

*****

Maaf, telah hilang. Wkwk
Gak nyariin? Ah, kamu sama kek doi):

Ig: @fzyhftryh

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Kampret BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang