Setiap orang memiliki cara menikmati hidup mereka masing-masing. Aku dan kamu contohnya, kita berbeda. Misalnya saat bahagia, kamu tertawa sedangkan aku terdiam. Aku hanya memahami, kiranya apa yang tersembunyi dibalik tawa itu?
👑👑👑
Ceffy menggeleng kecil saat melihat keadaan kamar Praga saat ini. Ranjang berantakan, bungkus snack bertebaran, dan satu bungkus tisu yang entah kenapa hanya tinggal wadahnya di nakas. Kernyitan tercetak jelas di kening Ceffy, Praga tertidur dalam posisi bersandar pada kepala ranjang, sementara laptop menyala dalam pangkuannya.
"Fy, dia tidur?" tanya Ino di sampingnya, mereka memang kesini dengan tujuan awal mengajak Praga latihan.
"As you see."
Saga berdecak, "pinter iya. Tinggal ngurus kamar aja gak bisa. Ck, aneh."
Ceffy melangkah ke ranjang pemuda itu, ia terduduk, memeriksa apa yang Praga lakukan. Ia tersenyum samar melihat layar menampilkan halaman yang memuat pembelajaran lengkap tentang permainan piano. Ia yakin, keinginan Praga menjadi seorang pianist memang tak dapat ditutupi, meskipun pemuda itu berusaha menyembunyikannya.
"Ra," panggilnya pelan. Namun, tak ada respon.
"Raga," panggilan terakhir membuat Praga terbangun.
Praga menguap pelan, lalu mengucek mata. Ditatapnya linglung sosok Ceffy, lalu beralih menatap Ino dan Saga di ambang pintu kamar.
"Oh, lo bertiga," ucapnya serak.
"Kecapean?"
Praga menggeleng, "gak. Cuma ngantuk."
Saga melipat tangan di depan dada, "harusnya sebelum tidur beresin kamar dulu. Gak tahu kan lo, tidur sama nyamuk?"
Ino berdecak, "emang nyamuk tidur bang?"
Saga menoleh, lalu memukul pelan tangan Ino. "Maksud gue, Raga tidurnya sama nyamuk. Bukan berarti nyamuknya tidur juga, bege!"
Ino menyengir, Praga melihatnya jengah. Ia terdiam dalam beberapa detik, lalu setelahnya menutup laptop cepat. Ia tak sadar ada Ceffy di sampingnya. Apa dia tahu?
"Kenapa?"
Praga menggeleng, "gak apa-apa."
Ceffy bangkit, "gue udah tahu."
Praga mendelik tak suka, "lo ngintip ya? Bintitan lo."
Ino berdecak, "lo nontonin bokep? Wah, Fy. Mata lo tercemar."
Praga menghela napas syukur, setidaknya dua orang sahabatnya tak mengetahui apa yang dia kerjakan. Ia menatap sosok Ceffy, matanya berbinar penuh pengharapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fairy And The Crazy Prince
Fiksi Remaja"Kenapa lo panggil gue peri?" "Karena lo cantik." "Sesederhana itu?" "Gak juga. Terus kenapa lo panggil gue pangeran gila?" "Kalau itu, memang dasarnya lo gila." "Segila-gilanya gue, gue gak akan permainin cinta." "Really?" "Certainly. Dan, meskipun...