~ Dia Salva ~

27 9 21
                                    

— karena aku hanyalah diriku. Dan kamu adalah dirimu. Atau karena aku dan kamu dan kita beda —

Special tag : GhibahWriters

Kini dia berada di perpustakaan. Tempat dimana keheningan tercipta.Tempat dimana ia bisa mendapatkan ketenangan.

Bel berbunyi, Salva berdiri dan menaruh buku yang tadi ia baca di raknya. Dia memakai maskernya lagi dan keluar kembali ke kelasnya.

Dia berjalan sambil menunduk sepanjang koridor, meskipun bel masuk telah berbunyi tapi disepanjang koridor masih banyak orang-orang yang berkeliaran.

Dia baru mendongak saat sepasang sepatu dengan brend ternama yang berhenti tepat dihadapannya, sepasang matanya melihat 5 orang perempuan dengan pakaian minim berdiri dihadapannya.

"Halo mupas," sapa cewek dihadapannya yang dia tau namanya Dara.

"Mupas apaan Ra?" kali ini cewek yang memakai bondu kuning yang bertanya.

"MUKA PAS-PASAN!" Dara mendorong bahu Salva memakai telunjuk nya. "kenapa pake masker? Malu ya lo punya muka melepuh!" Dara menghentakan masker Salva hingga karet nya putus.

Salva mendesis. "Mau lo itu apa sih? Belum puas lo permaluin gue di depan umum?" kini kesabaran Salva hampir habis.

"Belum. Lo itu pantes, pantes buat di permaluin!"

"Mungkin gue dan lo emang gak sederajat. Tapi apa hak lo buat bully orang-orang yang lebih bawah dari lo? Lo pikir karena ini sekolah bokap lo, lo bisa bully kapan aja? Nggak. Ra gak cuman lo yang pingin hidup bahagia."

Amarah Dara sudah sampai puncak. Tangannya sudah melayang ke atas mau menampar Salva. Salva sudah memejamkan matanya tapi tangan Dara tidak menyentuh pipinya sama sekali.

Tangan dara terhenti diudara. "Ra disini banyak orang, kalo lo tampar si mupas, orang-orang bakal punya bukti buat lapor ke guru." teman satu gengnya Dara langsung berbisik. Dan setelah itu mereka ber 5 langsung berbalik dan pergi.

Salva kini bisa bernafas lega. Entah kenapa geng Dara selalu saja mengganggunya.

Salva melanjutkan jalannya lagi, tetapi tujuannya sekarang ke kantin, dia mau membeli masker karena masker yang tadi ia pakai sudah putus ditarik Dara.

Setelah membeli masker Salva cepat-cepat pergi ke kelasnya. Tapi langkahnya melambat saat potongan peristiwa itu terlintas dipikirannya.

"Mah, mamah udah makan?" tanya Salva pada mamahnya yang sedang berbaring ditempat tidurnya.

"Revan. Hahahaha. Revan nikah lagi. Lagi. Lagi." Revan itu nama papah Salva. Papah Salva menikah lagi dan membuat mamah Salva depresi berat.

"Nek, Mamah udah makan?"

"Udah Sal, tapi belum nenek kasih obat" balas neneknya dari bawah.

"Ya udah, Mamah minum obat dulu ya."

"Revan... Salva... Hahahaha. Papah kamu brengsek Salva... Hiks." kali ini Mamahnya tiba-tiba menangis.

Salva yang melihat Mamahnya menangis jadi ikut menangis. "Mamah, Mamah jagan gini terus dong Mah... Sekarang Mama minum obat ya, biar Mama cepet sembuh."

"Ohh Mama sembuh, Mamah sembuh yeayyyy huuu huuu Mama sembuhhh." Yuni—Mamah Salva—bertepuk tangan.

"Iya Mamah sembuh, sekarang buka mulutnya yaaa, aaaaa." Salva menyodorkan sedok obat ke mulut Mamahnya, Yuni membuka mulutnya lebar-lebar menerima suapan dari anaknya.

SalvaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang