Setunggal

18 7 7
                                    



Terjebak di antara ratusan manusia, benar-benar mengganggu alur proses pencernaanku. Ohh.., dan jangan lupakan bagaimana pusingnya kepalaku, melihat mereka hilir mudik di depanku dengan raut kebahagiaan tiada tara yang sangat jauh berbeda denganku. Aku bersumpah pada diriku sendiri tidak akan kemari lagi apapun yang terjadi. Tidak untuk apapun.

Mungkin ini terdengar sangat konyol, tapi sungguh. Aku pun tidak tahu, mengapa setiap kali aku berada di antara ratusan manusia atau berapapun itu ditambah keramaian juga, tubuhku sontak aneh. Mual datang, pusing bertamu, nafas yang sedikit sesak dan lainnya yang membuatku bingung aku harus mengatakan apa. Aku tahu aku konyol, tapi aku mencoba mengelaknya. Aku ingin sama seperti manusia yang lain, seorang manusia yang bisa berbaur dengan mudah dengan manusia lain.

Tapi aku? Ohh..., itu konyol! Aku bahkan kesulitan untuk melakukan percakapan dengan orang lain. Ehmm.., ada baiknya lupakan saja..,

Berbicara tentang banyak manusia di sekitarku dengan raut wajah bahagia, sedangkan aku menahan diri untuk bertahan dengan rasa aneh menderaku ini, aku sedang ada di sebuah taman bermain. Lebih tepatnya bukan aku, tapi kami.

Tentu saja kami, karena Bunda Mesa mengajak semua anak panti untuk liburan kemari. Aku sebenarnya menolak, tapi Bunda Mesa selalu punya cara untuk membuatku menyerah saat memberontak dan menurut dengan perkataannya. Untuk kali ini, beliau mengancam akan membakar semua novelku. Hal seperti itu tentu saja akan membuatku menyerah, bagaimana tidak? Ini novel berhargaku!!! Tidak tahukah Bunda Mesa, jika aku harus bekerja paruh waktu untuk mendapatkan uang dan membeli novel itu? Jadilah akhirnya, aku bertahan dengan rasa mual dan pusingku disini. Menatap kosong banyaknya wahana dengan jeritan masal yang terdengar.

Ini sudah satu jam lamanya aku duduk di bawah pohon rindang menunggu mereka untuk mengatakan 'ayo pulang' padaku. Tapi nyatanya tidak ada yang mengatakan itu, dan menyiksaku dalam situasi menyedihkan ini.

Jujur saja, aku tak melakukan apapun disini. Aku hanya duduk di tempat dimana awal kedatangan kami. Aku tidak berminat untuk bersenang-senang disini. Aku hanya ingin tidur di kamarku atau membaca novelku. Hanya itu, bukan ini. Dan sekarang, aku meminta keajaiban datang padaku. Menyelamatkanku dari kejamnya keramaian yang rasanya akan membawaku ke alam bawah sadar.

Tidak! Tidak boleh. Aku harus menyelamatkan diriku sendiri. Aku tidak bisa menunggu keajaiban datang! Itu lama dan akan membuang waktu. Jadi kuputuskan, akulah yang akan membawa keajaiban itu datang padaku. Keajaiban itu adalah, aku akan memutuskan untuk pulang saja. Ya, pulang dengan baik-baik akan terasa lebih nyaman dibandingkan dengan kabur tanpa izin yang malah akan membuat Bunda Mesa dan yang lain khawatir.

Dengan cekatan aku mengetikkan pesan di ponselku. Mengatakan jika aku pulang lebih dulu karena aku tidak enak badan. Setelah terkirim, aku memasukkan ponselku dan segera pergi meninggalkan tempat yang jahat ini. Tapi sebuah panggilan masuk membuatku berhenti sejenak tanpa komando berarti.

"Kenapa kau tak bilang dari tadi jika kau sakit?" pertanyaan langsung ke intinya langsung menyambutku. Dan itu tak membuatku kaget.

"Tidak Bunda, aku baru saja merasakan tidak enak badan. Kepalaku pusing, dan sedikit sesak, karena itu aku akan pulang dulu,"

"Tidak, kita akan bersama. Jangan pergi kemanapun, tapi tunggu sebentar Bunda akan menuju kesana bersama yang lain,"

"Tak perlu kemari. Aku akan pulang dulu, jangan terlalu khawatir padaku. Nikmatilah wahananya.., ehmm.., dan aku tidak akan pulang ke Panti lagi. Aku akan tinggal di rumah yang kusewa saat ini,"

"Kenapa begitu? Kau bilang kau sakit? Kau harus tinggal di Panti, tidak ada yang menjagamu jika kau tinggal disana,"

Belum sempat pembicaraan ini berakhir aku segera mematikan ponselku, lalu melangkah pergi dari sini dengan sisa pertahanan yang aku punya. Aku yakin Bunda Mesa akan menelponku lagi, karena itu sembari berjalan aku juga memainkan ponselku untuk mematikan daya ponselku. Akan tetapi aku malah menabrak seseorang. Bukan. Lebih tepatnya seorang anak kecil. Yang sedang menangis.

Aku yang merasa bersalah, segera meminta maaf padanya. tapi dia mengacuhkanku. Aku merasa konyol, apa yang bisa kuharapkan dari anak yang mungkin masih empat tahun dan sedang menangis ini? Tanpa peduli lagi, aku segera pergi. Mengabaikannya karena aku sudah sangat merasa aneh dengan keadaanku yang sekarang.

Tapi demi apapun, ada yang menahan pergerakanku. Aku menoleh, melihat anak itu memegang ujung bajuku dengan tangisan yang sangat menyedihkan. Entah kenapa, itu sama sekali tak membuatku merasa tersentuh sedikit pun. Aku hanya membuang napas berat lalu menyetarakan tinggiku dengan anak kecil itu. Tanpa mengatakan apapun, aku melepaskan pegangannya diikuti senyuman tipis milikku.

Belum selesai aku melepaskan genggaman tangan yang sangat kuat dari anak ini, dia sudah menabrakkan tubuhnya pada diriku. Dengan kata lain, memeluk. Tubuhku yang belum siap menerima pelukan itu, jatuh ke belakang. Terjun bebas tanpa pengaman. Dan jadilah pantatku sangat sakit sekarang.

Tanpa mengatakan apapun lagi, aku melepas pelukan anak kecil ini. Sayangnya pelukan ini lebih kuat dari yang kukira. Lengannya yang kecil melingkari leherku dengan kuat, seolah takut kehilangan. Dan jangan lupakan kepalanya yang terus menelisik masuk ke dalam ceruk leherku, menggesekkan kepalanya disana. Ditemani dengan air mata dan sesenggukannya, membuatku semakin ingin melepaskan diri dari anak kecil ini.

"Kakak, aku takut sendirian. Tolong carikan mamaku, aku takut sendirian. Kumohon," katanya dengan sedikit parau karena menangis.

Tapi aku? Hei aku juga punya ketakutan juga!! Dan kurasa yang kutakutkan adalah keramaian ini. Dan dia memintaku untuk mencarikan mamanya? Jangan konyol, bocah. Anggap saja aku jahat, tidak, jangan menganggapnya. Aku memang jahat dan aku tak mau mempertaruhkan diriku yang saat ini lemah untuk membantunya. Aku tidak bodoh!

"Tapi aku tak bisa, aku harus segera pulang sekarang. Jadi carilah bantuan dari orang lain saja," kataku sedikit berbisik. Karena jujur saja, aku rasanya kesulitan untuk menarik oksigen gratis ini ke dalam paru-paruku. Dan mataku juga sedikit berkunang-kunang.

Entah apa yang dia pikirkan, bukannya dia pergi dan meninggalkanku sendirian. Anak ini malah menangis dengan sangat nyaring di telingaku. Meraung-raung seperti akan disiksa oleh orang gila. Dan hebatnya, dia memicu banyak orang mendekat padaku.

And BOOM!!! Detik itu juga mataku langsung sayup-sayup tertutup. Dan aku tak bisa mendengar atau tahu apapun tentang kejadian selanjutnya. Mungkin kali ini aku harus bersyukur karena aku tidak akan merasakan keadaan aneh yang kualami baru saja ini, tapi setidaknya ada yang harus kusesali juga. Ada satu hal, yaitu Bunda Mesa. Entah kenapa, aku berpikir akan dibawa pulang oleh orang-orang yang membantuku ini menuju ke Panti Asuhan.



Halo, kali ini aku membuat cerita baru. Aku pernah membuat cerita juga, tapi aku merasa gagal. Jadi aku mengahapusnya. Dan kali ini entah kenapa aku merasa sangat ingin mempublish cerita ini. Karena itu, mohon bantuannya dan tolong berikan banyak cinta untuk ceritaku.

Mohon Bantuannya : )


Xiona Zalea


Ananing AtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang