Kale

13 7 0
                                    



Seseorang yang kini ia peluk tiba-tiba saja jatuh pingsan. Anak laki-laki kecil yang tak tahu apapun itu hanya diam, menunggu sebuah pergerakan dari perempuan yang baru saja ia temui ini. Tapi sayangnya, perempuan ini tidak menggerakkan tubuhnya sama sekali. Sontak membuat tubuhnya semakin terguncang, dan menangis berkali-kali lipat lebih kencang dari sebelumnya.

         "Tolong kak! Tolong aku. Kakakku tidak mau bangun, aku takut sendirian. Tolong bangunkan kakakku, aku mohon," dia menangis sesenggukan dan memohon pada satu orang yang sekarang mendekat padanya. Seorang pria sepantaran dengan perempuan yang kini pingsan di pelukan anak kecil itu. Bisa dikatakan sebuah keajaiban, sebab pria itu adalah teman dari perempuan ini.

Tanpa mengatakan banyak hal yang bermuluk-muluk, pria itu segera membawa perempuan yang pingsan itu ke dalam gendongannya dan menuntun anak kecil itu. Selama perjalanan yang ada di dalam otaknya, hanya ada sebuah pertanyaan saja, bukan keselamatan dari rekan kerjanya ini. Tapi pertanyaan itu hancur sudah saat mereka sudah sampai di sebuah rumah yang tak terlalu mewah.

Ya, pria ini membawa perempuan itu kembali ke rumahnya. Bukan menuju ke sebuah rumah sakit. Bodoh memang, tapi otaknya bahkan tak bisa menemukan tempat paling aman selain rumah perempuan itu sendiri. Dan jadilah akhirnya, dia membawa anak kecil dan perempuan ini ke dalam rumah orang yang sekarang pingsan.

           "Kakak, aku takut. Aku takut jika sendirian, bagaimana jika kakakku tidak bangun?" kata anak itu yang masih betah untuk tetap menangis, bahkan saat dalam perjalanan kemari dia juga masih takut jika orang yang baru ia temui beberapa menit lalu menghilang.

           "Kau jangan takut, kakakmu akan baik-baik saja. Ah.., iya. Aku adalah teman kakakmu, kami memang tidak terlalu akrab tapi...," kalimatnya benar-benar dia gantungkan di udara. Ia masih bingung harus mengatakan apa jika otaknya saja sibuk memikirkan bagaimana caranya anak itu diam. Tapi belum sempat berlangsung lama, dia sudah lupa ingi mengatakan apa dan berakhir dengan mengemukakan semua pertanyaannya pada anak yang masih sibuk menangis ini.

         "Namamu siapa?" tanyanya canggung. Perlu ditertawai memang, dengan anak kecil saja dia canggung. Lalu bagaimana jika dia berbicara dengan perempuan itu? Tapi lupakan saja.

           "Aku? Aku Hovan Bratayudha," ucapnya pelan dengan air mata yang terus mengalir. Dia masih takut dan sedih jika sesuatu yang buruk terjadi pada perempuan yang baru saja menyelamatkannya. Sebenarnya tidak bisa menyelamatkannya. Tapi anak itu, atau Hovan mengira jika dia baru saja diselamatkan oleh seseorang dan dia juga yakin jika perempuan ini akan membantunya untuk mencari ibunya.

              "Hovan? Oke Hovan, kau jangan menangis terus. Kakakmu tidak akan bangun jika kau terus menangis. Apa kau mau jika kakakmu tidur terus?" kata laki-laki itu.

Hovan kecil menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau membuat kakaknya ini tidur terus dan dia tidak akan bisa bertemu mamanya. Jadilah sekarang, anak itu mengusap air mata dan ingusnya pelan. Lalu menenggakkan badannya dan tersenyum lebar-lebar.

              "Aku tidak akan menangis lagi kak, tapi jangan tinggalkan aku sendiri sebelum kakakku bangun. Aku benar-benar takut sendirian,"

             "Tidak, aku tidak akan pergi. Ehmm.., apakah kau tidak lapar? Aku lapar, ayo kita beli makanan dulu, nanti kakakmu akan bangun jika kau sudah bangun, oke? Jadi ayo kita membeli makanan dulu,"

Hovan masih memikirkan pertanyaan itu. Dia sudah sangat kelaparan sekarang, tapi dia tidak mau kakaknya ini sendirian. Tapi disisi lain dia ingin kakaknya segera bangun, akhirnya sebuah solusi muncul di otaknya.

Ananing AtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang