1

120 7 3
                                    

"Dan selanjutnya kami perkenalkan Managing Director PT Kwarsa Imperia Realty yang baru, Bapak Abraham Ardiansyah Royce. Waktu dan tempat kami persilakan!"

Tepuk tangan menggemuruh dari seluruh yang hadir kala Abe bangkit dari deretan kursi terdepan menuju podium. Pembawa acara yang barusan singgah sebentar di sana menyingkir untuk kembali ke tempatnya semula di sudut ruangan. Tempat tunggal di mimbar pun kemudian menjadi milik Abe, yang siang itu nampak tampan dan percaya diri dengan jas Brioni Vanquish II berwarna cokelat tua yang dipadu dasi biru.

Beberapa karyawan maupun anggota direksi yang berjenis kelamin perempuan tak kuasa untuk tak memancangkan mata sepuas-puasnya pada sosok yang membangkitkan segala hawa itu. Abraham Royce, pada dua pekan setelah meresmikan usia kepala tiganya, adalah contoh seseorang yang memiliki segala-galanya.

Soal pengaruh, kekuasaan, dan persediaan uang, tak perlulah lagi dipertanyakan. Yang membuat 99 persen perempuan yang pernah melihat dirinya resah adalah fakta bahwa ia juga memiliki wajah dan perawakan yang terasa lebih dari cukup. Ia membawa surname Royce, yang membuatnya berambut pirang, bermata hazel, dan berkulit campuran antara kulit kaukasoid yang terang dan kulit Manado yang kuning langsat.

Wajahnya sebenarnya tirus, namun tertolong oleh rahang yang tegak dan tegas. Luar biasa indah, begitu selalu yang diakui oleh para perempuan—atau para pria yang memiliki perbedaan orientasi seksual. Alisnya tipis tapi bagus, memperkuat aksen kokoh yang terbangun oleh wajahnya. Dan itu ditopang oleh tubuh menjulang hingga menyentuh angka 1,8 meter, serta kualitas kebugaran dan perawatan maksimal sebagai output dari tingkat kesejahteraan yang berada jauh di atas tingkatan kelas menengah perkotaan.

Pendek kata, Abe adalah bahan untuk dibikin iri. Para perempuan iri terhadap ketidakmungkinan dirinya menjadi pendamping. Sedang sesama pria iri pada begitu berlimpahnya keberuntungan yang menempel bersahabat ke bahunya.

Terutama, tentu saja, jika dipikir kembali melalui garis sebelah mana ia kini dapat memperoleh jabatan managing director itu—yang bagi karyawan biasa, mungkin perlu petualangan penuh kecurangan dan ambisi untuk menggapainya selama dua atau bahkan tiga dekade.

Abe hanya memerlukan dua bulan. Tepat 60 hari sejak ia pulang dari Albany, New York, untuk menamatkan gelar master bisnisnya. Dan nyaris tanpa perjuangan sama sekali.

"Bapak-Ibu dan Saudara-saudara semuanya, maaf saya tidak akan memberikan sambutan ala orang Indonesia. Anda tahu kan? Yang penuh basa-basi sapaan 'Yang terhormat Bapak A, Bapak B', ada 17 atau 18 penggede dan disebut semua namanya satu-satu. Menghabiskan energi. Instead, saya akan berpidato ala orang Amerika saja, yang langsung to the point ke permasalahan. Saya kira tidak ada masalah soal ini ya? Yang tidak setuju boleh angkat tangan lalu mengajukan surat pengunduran diri. Haha... kidding!"

Orang-orang yang duduk di kursi yang ditata rapi di lobi gedung Menara Imperia tertawa. Beberapa di antaranya menghadirkan tawa birokrasi ala kantoran, yang harus disuarakan tiap kali petinggi perusahaan melempar joke. Maka hanya beberapa saja yang tertawa sungguhan karena geli, terutama dari deretan terdepan kursi.

Di sekeliling tempat duduk yang ditata dalam dua kolom sejauh 10 baris, para wartawan sibuk mengabadikan momen itu dengan kamera masing-masing. Beberapa di antaranya yang ber-gender perempuan mengarahkan kamera sambil terpana. Kadang kerap terlupa bahwa tugas mereka adalah untuk melakukan liputan, bukan mengagumi makhluk cowok ganteng seperti yang biasa dilakukan cewek-cewek ABG.

"Baiklah, saya tidak akan berpanjang kata. Saya hanya akan mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk turut memimpin perusahaan ini. Saya katakan turut memimpin, karena saya masih belum menempati pucuk jabatan tertinggi, yang masih dipegang oleh om saya tersayang, Om Sigit Yuwono. Tentu karena saya masih hijau dalam dunia bisnis real estate dan properti, saya harus belajar banyak dari Om Sigit. Tapi saya seorang fast learner, jadi saya harus ajukan ancaman untuk Om Sigit bahwa kursinya akan dengan cepat terancam oleh saya. Awas, Om! Be careful...!"

Lucida SideraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang