Invoice

3.6K 529 178
                                    

Jungkook amburadul.

Setelah kemarin dilarikan ke klinik, sekarang ia memutuskan diam diri di rumah setelah mengirim surat sakit ke tempat kerja. Orio senantiasa bermanja-manja setiap ia di rumah, seperti sekarang, meminta belai sampai Jungkook ingin pipis terhalang-halang.

Jungkook menyentil telinga Orio, si kucing tersentak langsung kabur dari jendela. Tidak pulang sampai malam menjelang, Jungkook langsung keliling-keliling komplek gelisah setengah mati.

Kembali ke kamar, ia dirundung dilema lagi dan lagi untuk kesekian kali. Terbayang pernyataan suka dari sang atasan kemarin sore yang selama ini ia anggap ayah, dan selalu ia impikan untuk menikahi sang ibu tercinta.

Nyatanya profesor memang berjiwa kalangan alfa sejati, bernaluri mencari omega yang populasinya kini sudah satu berbanding tiga dengan alfa. Alfa membludak, omega menyusut. Apalagi omega lelaki, lebih langka lagi. Jelas sesuatu yang langka bernilai lebih mahal dan diincar setengah mati. Bukan maksud hati Jungkook menilai diri sendiri adalah barang mahal. Siapa juga yang rela disetarakan dengan barang yang diincar banyak orang? Bukan sebuah prestasi juga, Jungkook tidak suka.

Hanya menyesalkan beberapa hal saja...

Seminggu kemudian, Jungkook sudah terperangkap jadwal kerja tiada ada ampun. Libur dua hari karena sakit malah membuat tugas menumpuk, kerja rodi bagai kuda. Beruntuh profesor tidak membahas apa-apa, semua kembali seperti biasa. Hanya Jungkook saja yang jantungnya bergemuruh terus-terusan tanpa henti setiap kali profesor mengajak diskusi mengenai tugas.

Jungkook kacau seminggu terakhir.

Terlalu berat otak bekerja siang itu, Jungkook memilih menjeda ke dapur lantai bawah. Niat menyeduh teh saja, tapi disambut pria tambun sepertiga baya di depan dispenser.

"Oh, siang, Pak Shindong!" Jungkook menyapa sambil pamer senyum ramah, berkebalikan dengan tebal kantung mata dan pucat wajah.

"Siang, Nak. Semoga harimu menyenangkan. Kopi?" Pria itu menawarkan tak lupa balas senyum. Kumis tipisnya sudah dicukur rapi, terlihat lebih muda lima tahun.

Jungkook menggeleng. "Terima kasih. Aku mau buat teh."

"Untuk Profesor?"

"Untukku," Jungkook menyengir dan meraih gelasnya sendiri.

"Kau sakit, Jungkook?"

Baru saja mau meraih kotak teh di kabinet dapur mini, tangan Jungkook langsung tertahan. "Eh, tidak Pak. Hanya sedikit mengantuk. Semalam aku habis lembur," jelasnya tanpa beban. Kening Pak Shindong mengerut aneh.

"Di kantor?"

"Iya, Pak. Kadang di rumah Profesor"

"... rumah Profesor ?"

"Hanya beberapa kali, kalau kantor sudah mau tutup." Uap panas mengepul dari cangkir Jungkook, ia mengambil kursi tinggi untuk duduk, meletakkan teh baru jadi di meja panjang.

Tidak sadar ia, Pak Shindong sedang menganga terkejut.

"Wow, Jungkook. Selamat!"

Jungkook mengernyit. "Apa yang harus diselamati?"

"Oh, hubungan kalian? Semakin dekat saja. Aku tak sangka ternyata Profesor sebegitu gerak cepat ingin mengikatmu."

Baru paham, Jungkook langsung memerah. "E-eh! Ini salah paham, Pak! Sungguh tidak ada apa-apa di antara kami!" Ia mengibaskan lengannya berkali-kali, panik.

Pak Shindong tertawa, lalu meraih kursi di sisi Jungkook untuk menikmati kopi siang hari. "Tidak apa, Jungkook. Tidak usah malu-malu. Aku tahu Profesor naksir berat kepadamu, tanya satu kantor. Bahkan Namjoon yang seorang satpam saja tahu."

Pills [Omegaverse]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang